Redwoodinvesting

7 Hal yang Harus Kamu Perhatikan Untuk Alokasi Dana Sebelum Membeli Saham

“Saya ingin beli ASII nih min? Berapa ya jumlah uang yang sebaiknya saya investasikan di saham ini ?”

Pertanyaan ini adalah salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh banyak orang (saya juga sih) sebagai investor. Jawaban paling umum yang paling banyak saya dengar adalah berkisar 5% sampai dengan 35% untuk 1 saham. Tetapi pertanyaan berikutnya juga penting tetapi jarang terpikirkan

5% dari angka apa?
dan jika jawabannya adalah 5% dari total dana untuk saham, lalu bagaimana menentukan jumlah alokasi dana maksimal khusus untuk investasi saham?
lalu, apa benar semua orang ideal untuk mulai mengalokasikan dana untuk investasi saham?

kita coba diskusikan pada artikel ini ya, let’s roll …

Investasi saham hanya 1 dari 7 aspek penting personal finance dan dalam personal finance, ada 7 aspek penting yang harus dipenuhi oleh masing masing dari kita, apa saja itu?

Breakdown Personal Finance

1. Pendapatan / Income
2. Pengeluaran Rutin
3. Tabungan untuk Kebutuhan Jangka Pendek
4. Tabungan untuk Dana Darurat
5. Asuransi Jiwa dan Kesehatan
6. Investasi Jangka Panjang
7. Tax Planning

Kita utak – atik satu per satu dengan singkat

Yang pertama income,
ini adalah ibarat darah dalam tubuhmu. Income adalah yang utama dalam personal finance mu. Tidak ada kompromi untuk aspek yang satu ini, dan otomatis harus difokuskan terlebih dahulu sebelum berangkat ke 6 aspek yang lain. Sebegitu pentingnya aspek ini, sampai – sampai sebagian besar orang hanya merasa income mereka sajalah yang paling penting untuk urusan personal finance mereka.

Betul ini penting sekali, hanya saja kenapa Mike Tyson atau banyak artis berkekurangan secara finansial di masa tua mereka, padahal Income mereka besaarr sekali selama masa jaya mereka. Income penting, tetapi income besar biasanya dirusak oleh aspek kedua.

Pengeluaran rutin,
Pengeluaran untuk kebutuhan makan sehari – hari, listrik, air, PBB, pajak kendaraan bermotor adalah beberapa contoh pengeluaran rutin. Umumnya orang bermasalah dengan aspek ini karena satu jenis pengeluaran rutin yaitu Gaya Hidup. Ngemall dan Starbucks, Ganti Mobil dan HP terbaru, dompet dan tas bermerk atau liburan mewah, adalah contoh pengeluaran gaya hidup yang biasanya “bikin masalah”

Pendapatan sebesar apapun akan bermasalah jika aspek kedua ini tidak dikelola dengan baik.

Aspek ketiga,
tabungan untuk kebutuhan jangka pendek
yang termasuk kategori ini adalah sejumlah uang yang sengaja kita sisihkan setiap bulannya untuk membayar kebutuhan yang akan muncul maksimal 3 tahun dari sekarang. Dana untuk masuk sekolah anak, untuk menikahkan anak, atau untuk membeli / DP rumah sebelum menikah termasuk ke dalam golongan ini.

Alokasi dana ini dilarang masuk ke dalam investasi ke dalam saham. Bayangkan kalau dana ini kita butuhkan sesaat setelah covid breakout dan dana tersebut ada dalam bentuk saham hampir dipastikan kita kehilangan lebih dari 30% nilai dari tabungan tersebut (ya kalau ada 1 M, tinggal 700 juta)

Dana jangka pendek ini sebaiknya disimpan dalam bentuk tabungan yang rendah fluktuasi seperti reksa dana pasar uang / deposito (obligasi negara pun cukup beresiko menurut saya, apalagi kalau dananya gede)

Aspek keempat dan kelima,
dana darurat & asuransi
Beberapa kali dalam hidup saya terjadi hal tidak diduga yang cukup membuat stres pikiran saya. Tetapi paling tidak, secara finansial beban itu tidak terlalu dirasa berat karena pengelolaan kedua aspek ini dengan benar. Dana darurat membantu kita lolos dari masalah no income beberapa saat di awal pandemi, dan asuransi membantu kita ketika dapat jackpot sakit yang harus ngamar di rumah sakit, yang kalau di akumulasi mencapai ratusan juta rupiah

Dana darurat dan asuransi memiliki karakteristik yang sama, yaitu perasaan ketidakbergunaan untuk jangka waktu yang lama, dan kelegaan yang signifikan ketika “jackpot” kebetulan mampir. Setiap orang perlu memiliki keduanya. Dana darurat bisa ditempatkan di reksa dana pasar uang. Dana darurat juga dilarang dimasukkan ke dalam saham. Coba dibaca lagi kalimat terakhir.

Aspek ketujuh, tax planning (aspek investasi belakangan deh sekalian)
Pajak menjadi kompleks sebenarnya karena kebanyakan orang menunda – nunda untuk melaporkan pajak dengan benar (seperti saya sebelumnya), dan saya harus menghabiskan dana yang jauh lebih besar ketika terlalu lama menunda memperbaiki aspek yang satu ini.

Saya tidak akan terlalu dalam membahas aspek ini karena bukan ahli dalam perpajakan juga, tetapi satu hal yang pasti benar, jika kamu berencana untuk menjadi kaya, benerin deh pajakmu sejak awal.

Dan baru akhirnya kita sampai pada

Aspek keenam yaitu investasi,

Sebenarnya buat apa berputar – putar toh ke aspek personal finance lain kalau sebenarnya pertanyaan nya cuma

“Berapa ya bagusnya jumlah uang yang saya mau belikan ASII?”

Berhubungan kok, karena pertanyaan di atas akan baru bisa dijawab dengan menjawab pertanyaan berikut terlebih dahulu :

• Apakah dana darurat sudah terbentuk?
• Apakah sudah punya asuransi yang sesuai dengan kebutuhan?
• Apakah semua utang konsumsi sudah terlunasi?
• Apakah sudah menentukan profil toleransi resiko investasi?

Apabila dana darurat sudah terbentuk, asuransi yang dibutuhkan sudah dimiliki dan tidak punya utang konsumsi (kalau 3 aspek ini belum beres udah jangan “main – main” dengan saham karena resiko yang kamu tanggung akan menjadi besar) baru kita mulai berinvestasi dan bisa menentukan angka

Profil resiko saya kategorikan menjadi 3 :
1. Saya kurang sanggup melihat fluktuasi
2. Saya sanggup melihat fluktuasi selama tidak terlalu ekstrim
3. Apa itu fluktuasi? Saya sanggup melihat saham saya menjadi nol kok bang.

Orang tipe pertama sebaiknya mengalokasikan paling tidak memiliki 10 saham (maksimal 10% setiap saham). Jadi ASII dibeli hanya menggunakan maksimal 10% dari dan untuk investasi saham saja sedangkan,

Orang tipe kedua dapat memiliki 5 – 10 saham dalam portofolionya (maksimal 20% alokasi dari seluruh total alokasi investasi saham untuk membeli ASII tadi) dan kalau kamu orang tipe berikutnya,

Orang tipe ketiga dapat membeli minimal 3 tipe saham (tetap harus ada diversifikasi kalau menurut saya), di kasus ASII, saham tersebut bisa dibeli dengan maksimal alokasi 35% – 40%

Dan seluruh pembelian saham di atas tidak menggunakan dana dari kategori lain selain dana dari alokasi kategori investasi.

Kalimat ini penting sekali. Karena akan selalu ada orang yang “panas” untuk all in sekalian memasukkan dana darurat dan uang untuk DP rumah. Percaya deh, resikonya tidak sebanding jika ternyata “analisamu” salah.

Inilah workframe untuk menentukan berapa jumlah investasi saham yang lebih sistematis, menyesuaikan dengan kondisi personal finance tiap masing – masing investor.


Conclusion

Kenapa min tidak langsung saja membeli ASII tadi dengan metode perkiraan saja?

Karena akan ada manusia yang membeli 1 saham saja dengan menggunakan seluruh uang yang dia punya karena merasa yakin sekali akan keputusan tersebut, menggunakan dana yang seharusnya beresiko jika dimasukkan ke dalam investasi saham.

Investasi berbeda dengan menabung, karena dalam kegiatan menabung tidak perlu memasukkan faktor resiko fluktuasi sehingga dana bisa dicairkan kapanpun ketika dibutuhkan.

Sedangkan dalam investasi, faktor fluktuasi sangat penting dipertimbangkan dengan cara hanya memasukkan dana yang hampir dipastikan tidak digunakan dalam minimal 3 – 5 tahun ke depan

Atas alasan ini juga kampanye “mari menabung saham” kurang (atau bisa dikatakan tidak) masuk akal

Okay, hope all these help, cheers!

Mulai Investasi Saham Tanpa Memiliki Minimal 1 Dari 5 Kelebihan Ini – Adalah Sama dengan Berencana Untuk Merugi

“Ok, kalau begitu saya mau deh mulai beli saham”
“Saham apa ya yang bagus buat dibeli? Yang bisa cuan banyak begitu …”

Terlalu banyak orang yang memulai investasi saham, dengan tujuan untuk mendapatkan profit maksimal, tanpa mengetahui kelebihan apa yang dia miliki. Kalau kita coba pikir – pikir, jika kamu mau mencoba melamar pekerjaan ( atau melamar pasanganmu ) atau mencoba menarik pelanggan di bisnismu sendiri, hal apa yang kamu lakukan untuk memastikan lawan bicara kita merasa yakin untuk “berinvestasi’ pada ide kita?

Ya tentu saja, memastikan apa yang menjadi “kelebihan” kita dikenalin oleh mereka. Dan, bahkan, keyakinan itu sebenarnya adalah hal yang paling dibutuhkan oleh kita sendiri karena jika kita tidak yakin dengan “apa” kelebihan kita, tentu orang lain akan bisa merasakan bahwa kita tidak benar – benar yakin dengan produk kita.

Dalam kita berinvestasi, sebenarnya usaha yang sama juga harus kamu lakukan. Memulai investasi tanpa mengetahui kelebihan kita sama saja dengan memulai suatu bisnis tanpa mengetahui kelebihan produk yang kita jual. Bukan tidak bisa, hanya saja kamu akan melewatkan banyak peluang.

Hmm oke, lalu bagaimana dong?
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kelebihan dalam investasi saham?
Jangan – jangan saya tidak punya kelebihannya?
Bagaimana cara mendeteksi dan menggunakannya dalam berinvestasi?
Artikel ini akan membahas lebih mendalam tentang kelebihan tersebut, lets discuss more about it.

5 Kelebihan ( edge ) dalam Investasi Saham

Berbeda dengan hampir dengan semua aspek kehidupan lain, dalam berinvestasi tidak selalu hal yang lebih sulit menghasilkan reward yang lebih besar. Malah dalam banyak situasi hal “mudah” memberikan reward yang lebih bagus dibandingkan dengan ide kompleks. Ide investasi level 1 bisa saja memberikan reward yang lebih baik daripada ide investasi level 3. Terus, apa saja kelima levelnya?

Edge dalam investasi :

  1. Kelebihan Waktu ( Time Edge )
  2. Kelebihan Psikologi ( Psychological Edge )
  3. Kelebihan Pengetahuan ( Knowledge Edge )
  4. Kelebihan Analisa ( Analitic Edge )
  5. Kelebihan Informasi Eksklusif ( Internal Edge )

Kita akan bahas secara singkat satu per satu


Time Edge – level 1

contoh :
membeli reksa dana pasar uang dengan estimasi growth 4% / tahun
dengan hanya Rp 5 juta setiap bulan
dalam 30 tahun total dana investasinya akan menjadi Rp 3,5 miliar

Tanggapan pertama biasanya adalah wah lama sekali ya 30 tahun. Tetapi pertimbangkan juga 2 hal ini,
pertama, angka tersebut hampir pasti terjadi, tidak seperti bisnis atau bekerja di suatu perusahaan yang sangat jarang sekali bertahan lebih dari 30 tahun
kedua, kamu tidak perlu melakukan apapun dalam jangka waktu tersebut, uang yang bekerja untuk kita dan bukan sebaliknya

Orang dengan kelebihan ini adalah orang yang relatif masih muda dan punya karakteristik ( mau ) bersabar. Kita tidak punya kecepatan di sini, tetapi hal itu terkompensasi dengan baik pada tingkat kepastian hasilnya.

Psychological Edge – level 2

Tingkat kedua ini sedikit lebih “menantang”, tetapi menurut saya sebenarnya sangat mungkin untuk dilakukan. Psychological Edge adalah kelebihan dalam berinvestasi karena kita lebih mampu untuk tidak melibatkan emosi dibandingkan dengan orang lain

contoh :
( tanpa membahas masalah teknis dulu deh sementara, gak susah kok sebenarnya untuk edge yang ini analisanya )
Hampir semua orang tahu bahwa BBCA adalah perusahaan yang bagus dan di pertengahan 2020 harga sahamnya berada di angka Rp 4.500 dan itu adalah murah sekali. Tetapi karena hampir semua orang takut untuk membeli sahamnya akibat gonjang – ganjing pandemi yang tidak menentu. Padahal hampir semua orang yang takut tersebut sebenarnya juga mengetahui kalau peluang perusahaan Bank Central Asia akan bangkrut adalah sangat kecil sekali. Harga sahamnya per artikel ini ditulis adalah sekitar Rp 8.500

Solid return 80%+ dan sebagai pembanding deposito BBCA sendiri hanya memberikan return 6% dalam periode waktu yang sama

Knowledge Edge – level 3

Memiliki pengetahuan lebih banyak, berarti kita lebih mudah untuk memilih saham perusahaan untuk berinvestasi. Tanpa kita perlu terlalu banyak melakukan analisa, kamu bisa mengetahui banyak informasi yang orang lain tidak miliki.

Contoh :
Salah satu investor terbaik abad – 21 adalah Peter Lynch. Lynch memiliki rekor investasi 29% / tahun sealama 13 tahun karirnya di salah satu perusahaan investasi di Amerika. Dan untuk memberikan konteks, 29% / tahun itu besaaarrrr sekali. Sepengetahun saya dari sekitar 500 an lebih manajer investasi di reksa dana Indonesia, tidak ada yang dapat mencapai hasil lebih dari 20% dalam waktu 5 tahun ( saja ) berturut – turut. Jadi orang ini hebat banget.

Lynch pernah memberikan ide di bukunya, bahwa setiap saham dapat digolongkan ke dalam 6 kategori yaitu saham slow grower, stalwarts, fast grower, cyclical, asset play, dan turnaround. Saya tidak akan terlalu dalam membahas kesemuanya di artikel ini, tetapi kita bisa ambil 1 sebagai contoh untuk menggambarkan bagaimana knowledge edge dapat berguna dalam investasi saham.

Saham tipe keempat adalah cyclical, yang berarti saham dari perusahaan yang memiliki karakteristik usaha yang bersiklus, seperti pada perusahaan pertambangan, konstruksi atau properti. Ada kalanya ketiga sektor usaha tersebut sangat depressed ( nggak ada yang beli atau jualan nggak ada untungnya ) tetapi di waktu lain ada waktunya jualan di 3 sektor tadi untungnya luar biasa besar. Untuk perlu diketahui sebelumnya, bahwa harga saham perusahaan – perusahaan tadi pada umumnya akan mengikuti kinerja perusahaan ( terutama laba dan dividen perusahaan ).

Kalau perusahaan sedang cuan banyak, maka harga sahamnya naik banyak dan sebaliknya, kalau perusahaan sedang ada di masa sulit maka harga sahamnya akan tertekan / tidak naik – naik. Seperti di Jakarta sekarang yang sedang dalam kondisi oversupply properti gedung perkantoran, ya harga saham konstruksi gedung seperti TOTL, NRCA dan WEGE juga akan ikut susah naik.

Nah sekarang, dengan mengetahui bahwa kinerja perusahaan ( beserta dengan harga sahamnya ) bisa naik dan turun mengikuti kondisi bisnis sektornya, apakah ideal kalau kita berencana investasi jangka panjang ( di atas 10 tahun ) pada saham perusahaan bertipe cyclical?

Meskipun tidak bisa dikatakan 100%, tetapi sebagian besar emiten bersiklus harga sahamnya dalam jangka panjang relatif “tidak ke mana – mana”, bahkan meskipun emiten tersebut adalah emiten dengan nama besar seperti ASII ( coba lihat harga saat ini dibandingkan dengan 10 tahun lalu di 2013, return capital gainnya = 0% ).

Hanya dengan mengetahui sedikit informasi tambahan dari pak Peter di atas, kita sudah mendapatkan pilihan strategi yang bagus yaitu jika kamu ingin berinvestasi jangka panjang, pokoknya jangan pilih emiten dengan karakter bersiklus. Inilah yang saya maksud dengan knowledge edge.

Analitic Edge – Level 4

“Kok bisa pak Lo Kheng Hong cuan ribuan persen dari saham UNTR dan INKP? Gimana caranya?”

Berikut logika berpikir pak LKH pada saat itu ( dengan ilustrasi sesimpel mungkin ) …

Pak LKH membeli saham UNTR pada sekitar tahun 1997 / 1998, di mana pada saat itu bidang usaha UNTR adalah bisnis alat berat saja yang utama ( kalau sekarang sudah ada tambang dan kontraktor tambang batubara, tambang emas, konstruksi dan yang terakhir di 2022 mulai masuk ke bisnis tambang nikel ), perusahaannya dikelola dengan baik dan profesional dalam artian perusahaannya tidak pernah tampak melakukan transaksi yang merugikan pemegang saham kecil dan manajemen mampu untuk membawa perusahaan United Tractor untuk mencapai kinerja yang semakin hari semakin baik sebelum tahun 1998 (1)

Untuk diketahui sebelumnya untuk usaha tambang di Indonesia rata – rata mata uang yang digunakan untuk bertransaksi adalah $USD ( dolar Amerika ) (2), termasuk untuk kebutuhan meminjam uang dari bank. Untuk beberapa lama usaha berjalan dengan baik dan normal, dan tentu saja tidak ada fluktuasi signifikan di harga sahamnya sebelum tahun 1997 / 1998. Sampai terjadi krisis finansial di Asia pada 1997 yang kemudian berlanjut pada krisis ekonomi di Indonesia, yang kemudian berlanjut menjadi krisis politik pada 1998 (3).

Krisis politik yang terjadi pada saat itu benar – benar adalah kejadian yang sangat sulit buat Indonesia pada saat itu. Terjadi kerusuhan di mana – mana dan banyak orang yang mau bekerja pun tidak bisa, oleh karena itu kepercayaan dunia Internasional kepada negara Indonesia untuk berinvestasi menjadi turun tajam, beserta juga dengan nilai rupiah pada saat itu. $1 berubah dari Rp 2.000 menjadi Rp 15.000 hanya dalam jangka waktu yang sangat singkat (4). UNTR mendapatkan 2 masalah besar bersamaan, perusahaan kesulitan beroperasi dan utang UNTR tiba – tiba berlipat berkali lipat ( beserta dengan bunga yang harus dibayar ) (5).

Sebagai informasi, kondisi perusahaan yang seperti demikian di banyak kasus adalah sama saja dengan pasti bangkrut. Masalah di waktu itu sangat pelik sehingga harga saham UNTR turun ekstrim hingga menjadi Rp 25 dari Rp 400 an di tahun sebelumnya (6). Kemudian laporan keuangan dari UNTR pada tahun 1998 melaporkan kerugian besar senilai 1 Triliun pada saat itu ( waktu itu harga bakso cuma Rp 500 an semangkok jadi nilai kerugiannya besar sekali jika dinilai di tahun 2023 ), tetapi pak LKH mengetahui kerugian tersebut bukan kerugian operasional melainkan kerugian dari nilai tukar kurs (7).

Karena perusahaan memiliki tata kelola yang baik (1), dan bidang usaha perusahaan sebenarnya dalam jangka panjang kecil peluangnya tidak dibutuhkan lagi ( Indonesia adalah sumber penghasil SDA yang cukup besar dibutuhkan oleh dunia ) (8), maka pak LKH akhirnya memutuskan untuk membeli banyak saham UNTR di harga Rp 250 dengan total pembelian Rp 1,5 Miliar.

Jangan tanya cuannya deh, banyak, harga UNTR pas pak LKH jual Rp 15.000, dan ini adalah cerita sukses yang akhirnya banyak menjadi motivasi banyak orang.

Tetapi sekarang pertanyaan pentingnya, apakah ini bisa / memungkinkan untuk direplikasi?

Apakah notice ada angka – angka di cerita pak LKH tadi dari (1) sampai dengan (8)?

Setiap poin adalah potongan informasi / puzzle yang tidak terlalu berarti jika hanya diketahui satu per satu. Tetapi ketika informasi – informasi tersebut digabungkan ke dalam 1 story ( connecting the dots ) maka akan memberikan “insight” yang very profitable. Inilah yang dimaksud dengan Analitic Edge.


Bagaimana dengan INKP? serupa, connecting the dots style, tapi kita bahas di lain hari deh ya

Edge yang keempat ini yang sering disebut orang – orang sebagai analisis fundamental, menggabung – gabungkan banyak informasi baik dari koran, pekerja, supplier, laporan keuangan perusahaan, laporan tahunan dan sebagainya. Padahal, menurut saya tidak harus investasi saham berbasis fundamental berada pada level analitic edge ini. Seperti pada edge kedua, analisanya hanya BBCA bagus, beli. Tetapi pastikan, kondisi market harus benar – benar depressed pada saat itu.

Internal Edge – level 5

Internal Edge tidak lebih sulit dilakukan daripada Analitic Edge, tetapi saya merasa ini lebih sulit untuk didapatkan. Oh kalau begitu ini semacam Insider trading dong? Tidak harus, ini contohnya …

Jika kamu bekerja di UNTR misalnya, kamu akan mengenal dengan baik budaya perusahaan, kredibilitas direksi dan dewan komisarisnya, peluang usaha dari bisnis yang dijalankan dan banyak informasi yang tidak mudah untuk di akses oleh banyak orang ( terutama analis saham umumnya yang menganalisa segalanya mayoritas hanya dari angka di laporan keuangan ), inilah yang disebut dengan Internal Edge.

Fakta bahwa kamu bekerja di UNTR dan membeli saham UNTR sama sekali tidak melanggar hukum atau kode etik ( malah didukung biasanya oleh jajaran direksi dan komisaris ). Terus kenapa level 5? Apa susahnya?

Yang susah kerja di UNTR-nya! =D

Sangat sedikit orang yang bisa memiliki internal edge. Meskipun tidak harus bekerja di perusahaan tersebut, seperti menjadi supplier atau kontributor di perusahaan tersebut juga memungkinkan untuk mendapatkan internal edge, tetapi tetap tidak mudah untuk menjadi pihak tersebut. Karena itu, saya merasa adalah kelebihan yang sangat berguna, jika kita memiliki internal edge.

Meskipun tidak sering, tetapi saya pernah juga ( cuma modal beruntung ) merasakan ampuhnya internal edge. Ada salah satu emiten yang secara laporan keuangan dari beberapa tahun terakhir saya berasumsi itu adalah perusahaan bagus, sektornya juga defensif dan harga sahamnya murah. Problemnya? Saya tidak punya data sama sekali tentang perilaku manajemen, karena perusahaannya tidak terlalu besar meskipun tbk dan tidak pernah muncul di konfrensi pers atau semacamnya. Tetapi ternyata dalam proses saya membaca beberapa laporan tahunan perusahaan, saya merasa pernah melihat dan mengenali wajah direktur utamanya.

Setelah beberapa saat berusaha mengingat – ingat akhirnya saya menemukan siapa beliau. Ia adalah ayah dari salah satu teman saya ketika berkuliah dahulu. Bingo puzzle terpenting bisa beruntung saya temukan. Singkat kata, beliau adalah orang yang sangat punya integritas. Kok bisa tahu? lah wong saya kenal anaknya, meskipun ( dari anak kita bisa tahu banyak tentang orang tua, but lets discuss another day about this ). Dan saya profit sekitar 50% – 60% dari saham ini dalam 1 tahun lebih.

Poinnya adalah internal edge tidak bisa terlalu bisa diandalkan karena belum tentu kita menemukan informasi semacam ini. Dan internal edge sama sekali bukan informasi bisikan semacam “bentar lagi saham ini bakal ditebangin” atau “psp nya lagi mau buang barang nih”. Internal edge umumnya lebih sulit untuk diketahui dibandingkan dengan informasi tentang UNTR dari pak LKH, hanya saja analisanya yang sulit di kasus UNTR di atas.

======== Conclusion ========

Sekarang, kamu bisa memilih di mana kamu sebagai investor mau mengembangkan kelebihanmu. Masing – masing punya kekuatan tersendiri.

Time edge cocok untuk diaplikasikan orang yang benar – benar sibuk tetapi ingin berinvestasi
Psychological edge cocok untuk diaplikasikan orang yang mampu mengenali dan mengontrol emosi dirinya sendiri
Knowledge edge cocok untuk diaplikasikan orang yang suka baca dan belajar
Analitic edge cocok untuk diaplikasikan orang yang suka baca, belajar, main game probability ( judi, pengartian kata ini tidak selalu negatif ), dan suka analisa hubungan sebab akibat ( intinya suka mikir lah )
Hanya Internal edge yang tidak bisa diaplikasikan kalau memang tidak punya akses / koneksinya.

Nah, sekarang, jika memang kamu berminat untuk menjadi investor, minimal kembangkan salah satu dari kelebiha di atas ya guys, semoga artikel ini membantumu yang ingin mulai berinvestasi saham. Cheers!