Redwoodinvesting

Cara Menentukan Murah/Mahalnya Emiten Saham Bukan pada Harga Saham, Tetapi pada Angka Ini

GOTO adalah saham yang ramah buat investor kecil, buktinya harga IPO nya murah banget, cuma Rp 300, murah sekali lah!”
“Mau beli GGRM, walah – walah, saham kok mahal banget, mau beli paling sedikit mesti siapin dana Rp 2,5 juta, siapa mau beli saham mahal begitu?”

2 kasus di atas mengarahkan kita untuk menentukan murah / mahalnya suatu harga saham merujuk kepada nominal beli per lembarnya, tapi apakah cara tersebut adalah benar? mari kita utik lebih jauh.

Semisal, ada seseorang bertanya kepada kamu,
Apakah barang seharga Rp 10 ribu adalah murah dan barang lain seharga Rp 100 juta adalah mahal?
Kira – kira apa jawabanmu?
Kemungkinan orang akan menjawab “ya” untuk kedua pertanyaan di atas.
Tetapi bagaimana jika pada pertanyaan tersebut kita tambahkan sedikit tambahan informasi seperti ini,

Apakah krupuk putih seharga Rp 10 ribu adalah murah dan apakah sebuah mobil Innova Reborn seharga Rp 100 juta adalah mahal?

Saya rasa jawaban kita akan berkebalikan 180 derajat dengan jawaban sebelumnya.

Sebenarnya, Murah tidaknya suatu barang ya kita beli / bayar, tidak tergantung dengan berapa nominal uang yang harus dibayar, tetapi kepada berapa nilai value yang kita dapatkan dengan menukarkan uang yang kamu miliki kepada penjualnya. Mobil Innova Hybrid terbaru yang saya tahu, harganya mencapai Rp 600 juta, tentu akan dapat dikatakan murah jika kita membeli barang yang sama dengan Rp 300 juta (padahal uang jumlah ini juga gede lo, setara 4 – 6 tahun gaji tahunan UMR tertinggi di Indonesia)

Dan meskipun mayoritas orang di Indonesia memiliki uang Rp 10 ribu, membeli selembar krupuk dengan 1 lembar rupiah ungu seharusnya tergolong kemahalan (ya nggak sih). Nah, konsep ini, sebenarnya juga berlaku dalam investasi. Terlalu banyak orang yang terbuai oleh iklan semacam …..
“Investasi properti menguntungkan hanya dengan Rp 200 juta, Anda sudah dapat memiliki sebuah apartemen”.
Memang kita sudah tahu lokasinya? Kepastian terbangunnya apartemen tersebut? Kualitas bahan bangunan apartemennya? Jangan – jangan 50 juta pun bisa jadi mahal, kalau tidak jadi dibangun dan uang tidak dikembalikan, ada kan contohnya kejadian seperti ini.

Pentingnya mengetahui saham yang kita beli murah / mahal

Sama saja dengan investasi di properti (atau membeli selembar krupuk), adalah beresiko membeli barang dengan harga di atas harga wajarnya (kemahalan), termasuk juga membeli saham. Dengan membeli saham (bisnis) yang kemahalan, maka resiko kita kehilangan uang kita semakin besar.
Contohnya :
1. ARTO di kuartal 1 tahun 2022, dari Rp 20.000an, per Mei 23 menjadi Rp 2.300an (turun hampir 90%)
2. KAEF di kuartal 1 tahun 2021, dari Rp 7000an, per Mei 23 menjadi Rp 700an (turun sekitar 90% juga)
3. GOTO di kuartal 2 tahun 2022, dari Rp 400an, per Mei 23 menjadi Rp 100an (turun sekitar 70%)

Apa persamaan dari ketiga saham tersebut kok bisa turunnya banyak sekali? Kemahalan.
Lalu, bagaimana dong cara hitungnya?

Cara Mengetahui Saham Mahal / Murah

Kembali pada contoh tentang krupuk dan Innova Reborn di atas, tidak ada kesimpulan cerdas yang bisa kita simpulkan hanya dengan menilai dari angka Rp 10 ribu atau Rp 100 juta. Apa value yang kita dapatkan dengan mengeluarkan angka tersebutlah yang dapat memberikan informasi kepada kita apakah barang yang kita beli murah / mahal.

Tidak ada kesimpulan baik juga yang dapat kita ambil, hanya dengan melihat GOTO di harga Rp 400 per lembarnya. You are missing the context. Yang seharusnya kita perhatikan adalah angka yang lain, yaitu …

Market Kapitalisasi – nya, dan bukan melihat harga per lembarnya.

Konteksnya bagaimana?
Berapa sih jumlah lembar saham GOTO sebenarnya?
per Mei 23, jumlah lembar saham GOTO adalah 1,2 Triliun lembar saham!
Dengan harga Rp 400, maka Market Kapitalisasi GOTO adalah sekitar Rp 480 Triliun
(hitungannya tinggal mengalikan Rp 400 x 1,2 Triliun lembar)
Lalu anggap nih ada orang kaya banget mau beli nih GOTO 100%, dengan keluar uang Rp 480 Triliun dapat nya apa sih?
Dapat perusahaan yang per tahunnya rugi (iya rugi, bukan salah ketik) lebih dari Rp 20 Triliun per tahunnya.

Kita coba perbandingkan dengan saham yang kelihatannya mahal,
GGRM,
Per Mei 23 harga per lembar saham GGRM adalah sekitar Rp 27.000
Berapa lembar sih semua saham GGRM?
Cuma 1,9 Miliar lembar saham.
Market Kapitalisasi GGRM per Mei 23, adalah sekitar Rp 52 Triliun.
Orang kaya tadi kalau beli seluruh GGRM 52 Triliun dapat apa?
Yang didapatkan adalah perusahaan yang tiap tahunnya, menghasilkan profit, setidaknya Rp 3 Triliun per tahunnya (atau rasio PER nya sekitar 17)

Coba kira – kira mana lebih murah,
Beli “mesin” uang seharga Rp 480 T, dan harus menanggung rugi 20 T, atau
Beli “mesin” uang seharga Rp 52 T, dan akan menerima untung Rp 3 T ?

Sepertinya pilihan kedua terlihat lebih murah, paling tidak untuk sementara ini.

Conclusion,

Murah mahalnya saham tidak bisa dilihat hanya dari harga sahamnya. Saham yang harga per lembar nya puluhan ribu rupiah, menurut saya justru banyak yang lebih murah, dibandingkan dengan saham yang per lembar nya hanya ratusan atau bahkan puluhan rupiah saja.
Dengan melihat kepada Market Cap, kita dapat memiliki cerita yang lebih utuh, yang lebih menggambarkan kondisi keseluruhan perusahaan, sebagai suatu saham, untuk tempat berinvestasi.

Semoga bermanfaat,
Cheers!


2/6/23
23.49 pm

Cara Menentukan Jumlah Dana yang Dibutuhkan untuk Mencapai Kebebasan Finansial – Kalkulator Financial Freedom / FIRE Number Calculation

Handy menyeruput secangkir kopi panas yang tersedia di atas meja teras. Kopi itu baru saja dibuat dengan sedikit campuran susu yang ditakar dengan pas sehingga cocok dinikmati di siang hari yang sejuk. Udara di Interlaken, Swiss memang cukup sejuk meskipun jam menunjukkan pukul 12.00, yang berkisar di antara 9 hingga 16 derajat Celsius.

Sambil membaca buku dan membawa beberapa laporan tahunan perusahaan yang ingin dibacanya, notifikasi masuk di smartphone-nya yang memberikan informasi bahwa minggu depan ia akan menerima dividen dari investasinya di saham LPPF senilai lebih dari 300 juta rupiah, yang kemudian disusul dengan notifikasi dari istri dan anak – anaknya yang mengirimkan foto dari tempat wisata Jungfraujoch, puncak dari daerah Interlaken yang disebut sebagai “Top of Europe”, yang berlokasi sekitar 2 jam perjalanan dari penginapan Handy.

LPPF hanyalah satu dari beberapa investasi saham yang dimiliki oleh Handy. Meskipun tidak lagi bekerja secara aktif, Handy tetap mendapatkan pendapatan yang jauh lebih besar dari kebutuhan sehari – harinya. Sambil tersenyum ia bergumam “enak sekali ya jika sudah mencapai financial freedom, untung saya sudah mulai berinvestasi sejak 25 tahun lalu”.

Nama bapak di atas adalah rekayasa, tetapi storynya adalah nyata. Banyak cara untuk memiliki banyak uang. Tetapi hanya ada 1 cara untuk mencapai kebebasan finansial, yaitu dengan berinvestasi.

Tujuan investasi setiap orang tidak sama. Ada yang berinvestasi sebagai hobi, bahkan ada yang saking hobinya, hasil investasinya nanti, tidak ia gunakan sendiri, tetapi akan disumbangkan seluruhnya ke yayasan sosial seperti Warren Buffett dan Mohnish Pabrai saat mereka berpulang nanti.

Tetapi ada juga yang tujuan investasinya karena mereka tidak ingin hidup mereka hanya bekerja karena membutuhkan uang dan terpaksa menghabiskan lebih dari 70% hidupnya hanya untuk memenuhi basic needs-nya, pada pekerjaan yang sebenarnya tidak disukainya. Tujuan yang menurut saya bagus untuk menjadi cita – cita semua orang. Keluar dari rat – race, kerja – dapat uang – dipakai sampai tak bersisa – kerja lagi – sampai mati.

Lebih masuk akal bekerja untuk mendapatkan kebebasan, daripada bekerja untuk mendapatkan uang banyak

Sebelum melanjutkan saya rasa perlu ada poin yang perlu saya angkat. Di dunia ini ada 2 resource (sumber daya) yang menurut saya cukup penting yaitu mendapatkan kebebasan.
yang pertama adalah uang
yang kedua adalah waktu
Kita bahas …

Orang yang memiliki terlalu banyak waktu, ada kemungkinan ia tidak memiliki uang, biasanya anak yang memang masih belum bekerja, atau memang skillnya kurang dibutuhkan oleh pasar pencari kerja. Dan sebaliknya, seseorang yang memiliki banyak sekali uang, ternyata tidak semuanya memiliki waktu. Bahkan anak – anaknya ada yang hampir tidak pernah melihat orang tuanya dalam 1 tahun.

Untuk seseorang dapat benar – benar merasa bebas (freedom) dalam hidup mereka, keduanya harus dimiliki dengan cukup. Jika kamu memiliki banyak sekali uang, tetapi hari – harimu habis di kantor / tempat kerjamu maka kamu sebenarnya belum mencapai freedom, karena begitu kamu mulai berhenti bekerja, maka uangmu akan berkurang dan pada akhirnya habis. Dan kalau uang mu habis, kamu harus bekerja kembali. Kita hanya akan benar – benar mencapai freedom jika kita hanya memiliki banyak uang, dan juga waktu.

lalu, bagaimana cara untuk (benar – benar) mencapai kebebasan finansial ?

Cukup simpel, urutannya
1. Punya uang banyak
2. Uang banyak di atas, bisa “ditempatkan” di aset (kita sebut saja ini “mesin uang“) yang menghasilkan uang turunan
3. Uang turunan ini, yang digunakan untuk membiayai 2 hal, yaitu
a. Kebutuhan hidup tahunanmu
b. Re-investasi mesin uang agar uang banyakmu di poin no 1, tetap cukup meskipun ada yang namanya inflasi
4. Selesai, sekarang kamu boleh bekerja secara aktif kalau kamu mau, kalau tidak pun, yang penting pastikan mesin uangmu dikelola dengan baik (dengan melakukan proses investasi yang baik, jangan dikit – dikit sok all an, all in)

Untuk artikel ini, pembahasan akan fokus di poin no 1.

Uang banyak itu seberapa banyak?

Jumlah uang (aset produktif) yang dibutuhkan adalah sejumlah nilai aset yang cukup untuk membiayai kebutuhan hidup tanpa aset tersebut kehilangan valuenya, angka ini sering disebut dengan FI/RE number (Financial Freedom / Retire Early Number). Simpelnya, cari uang sebanyak mungkin selama dengan cara yang halal supaya FIRE Number mu cepat tercapai.

Mengapa FIRE Number itu penting?

30 tahun lalu, di mana masyarakat belum hidup di jaman kemajuan teknologi seperti sekarang, sangat sedikit informasi yang bisa didapatkan jika kita mencari tentang sesuatu (jaman pra google), sehingga munculnya internet dan google sangat membantu manusia untuk untuk menemukan informasi yang dibutuhkan. Tetapi di abad ke-21 ini, kemajuan teknologi begitu cepatnya terjadi, kekurangan informasi bukan lagi masalah, masalah sekarang berbalik kepada terlalu banyaknya informasi yang “memaksa” masuk ke perhatian setiap orang, di sosial medianya misalnya.

Tanpa kita memiliki angka yang tangible untuk dijadikan target utama dalam kehidupan finansial, akan sangat mudah kita terdistraksi dengan apa yang ada di lingkungan kita, baik dunia nyata dan terutama di dunia maya. FIRE Number yang jelas membantu kita stay on track.

Bisa kasih contoh FIRE Number?

Adi, usia 30 tahun, memiliki pengeluaran per bulan Rp 20 juta.
Berarti pengeluaran tahunannya adalah Rp 20 juta x 12 = Rp 240 juta.
FIRE Number Adi adalah Rp 6 Miliar.

Dengan memiliki Rp 6 Miliar, Adi akan dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari nya dengan hasil investasinya saja yang mencapai angka Rp 20 juta, tanpa ia harus bekerja lagi secara aktif.

Bagaimana cara menghitung FIRE Number kita, kan setiap orang berbeda angkanya?

Kalau kamu orang matematika, kamu dapat menggunakan rumus geometri untuk mendapatkan jumlah deret nya.
Kalau kamu orang manajemen keuangan, kamu dapat menggunakan rumus Present dan Future Value dengan menggunakan rumus excel / google sheet.
Kalau kamu adalah profesional atau pemilik usaha yang sudah sibuk tetapi tetap ingin mencapai Financial Freedom tanpa ribet membuat rumus dan kalkulatornya, silahkan langsung download kalkulatornya di sini.

Yang sudah download kalkulatornya dan masih merasa kurang paham penggunaan atau interpretasinya, silahkan komen di kolom komentar di bawah ini ya.

CONCLUSION

FInancial Freedom is real.
Saya sudah mengenal sudah cukup banyak orang yang telah mencapai posisi ini, untuk membuktikan kepada saya sendiri bahwa konsep ini proven.
But, please be sceptical enough, there are too much people telling BS about something like – “How to be Financial Free without any effort or any pain”.
Jalan untuk menuju Financial Freedom yang terbaik, dirancang oleh diri sendiri, tidak bisa didapat langsung hanya dengan mengikuti 1 kelas, apalagi hanya modal bot (yang financial freedom yang bikin bot). Start with knowing your FIRE Number, just click here to know your number.

Hope it helps, cheers!
Sampurna,
May 23
02.10 pm


Dividen Yield TOTL yang Sebesar 25% Adalah Bukan Hal yang Perlu Dirayakan, Mengapa?!

Mendapatkan dividen besar karena memegang salah satu saham, umumnya adalah hal bagus yang membuat kita bersemangat, wong diam diam dikasih duit, besar lagi seharusnya senang dong

Apalagi kalau belinya di harga 300 maka dengan dividen 100 per lembarnya kan dapat pendapatan pasif 33%, di mana lagi memangnya kita bisa menemukan instrumen investasi yang bisa kasih kita sebesar itu yield nya, surat utang negara yang kasih 8% per tahun aja sudah tinggi banget. Inilah hal yang terjadi pada pemegang saham TOTL jika memegangnya sebelum bulan Mei 2023.

Tetapi besarnya dividen yield tadi sebenarnya malah menurunkan keyakinan untuk tetap hold TOTL, apa alasannya?

TOTL / Total Bangun Persada, secara singkat adalah perusahaan yang memiliki track record panjang sebagai kontraktor bangunan gedung tinggi seperti apartemen dan perkantoran dengan kualitas High end. Dalam beberapa tahun terakhir, saham perusahaan ini mengalami penurunan yang lumayan signifikan dari sekitar Rp 600 menjadi Rp 300 per lembar sahamnya (dari market cap sekitar 2 Triliun menjadi 1 Triliun)

Seperti kita tahu, jika ingin turut menjadi pemilik suatu perusahaan, kita dapat membeli perusahaan tersebut sehingga kita turut memiliki kepemilikan perusahaan tersebut, tanpa harus memiliki uang triliunan membelinya, dan itu memang adalah tujuan utama kenapa pasar saham itu ada.

Oke, lalu dengan membeli saham TOTL pada sekitar tahun 2020 – April 2023 yang berkisar di market cap 1 Triliun apa yang akan kamu dapatkan?

Di dalam perusahaan Total Bangun Persada, ada salah satu aset likuid yaitu uang kas yang jumlahnya berkisar di antara Rp 800 – Rp 900 Miliar, di mana perusahaan hampir tidak memiliki utang berbunga. Jadi dapat dikatakan secara garis besar, kita dapat membeli barang seharga Rp 1 Triliun lalu mendapatkan cash back sebesar Rp 900 Miliar dalam bentuk kas dan setara kas tadi.

Harga bersih yang kita beli tadi, dapat kita namakan dengan Enterprise Value (EV). Singkatnya, dengan EV yang hanya 100 – 200 Miliaran ( EV = harga beli bersih tadi ), kita akan balik modal hanya dalam waktu 1 – 2 tahun, mengingat kisaran net profit TOTL dalam beberapa tahun terakhir adalah juga berkisar Rp 100 – Rp 200 Miliar per tahunnya.

Hal ini membuat TOTL secara valuasi sangat menarik pada saat itu. Namun pembagian dividen tahun 2023 merubah tesis di atas.

Pada pertengahan Mei 2023, manajemen TOTL mengumumkan
– akan membagian dividen senilai Rp 340 Miliar,
– yang berarti setiap pemegang sahamnya akan menerima dividen Rp 100 per sahamnya, dan
– jika membeli saham TOTL di harga Rp 300, maka setiap uang Rp 10 juta akan “menghasilkan” Rp 3 juta setelah pajak ke kantong masing – masing pemegang sahamnya.

Hanya saja ….

Uang kas yang sebelum pembagian dividen Rp 890 Miliar akan menurun jumlahnya menjadi Rp 540 Miliar saja. Sedangkan bagaimana dengan market cap nya ?
(market cap = nilai perusahaan jika dijual seluruhnya berdasarkan harga saham per lembar terakhir)

Market Cap perusahaan yang dulunya hanya Rp 1 Triliun akan menjadi sekitar Rp 1,5 Triliun, justru karena adanya dividen jumbo tadi membuat harga sahamnya naik menjadi sekitar Rp 420 atau naik sekitar 30% – 40% an.

Dengan adanya perubahan kedua hal di atas, yaitu
– Market cap yang naik menjadi Rp 1,5 Triliun dan
– Cash yang turun menjadi sekitar Rp 550 Miliar, maka
EV perusahaan naik drastis menjadi sekitar Rp 900 Miliar
– Hal ini menyebabkan perkiraan waktu balik modal dengan angka EV yang baru berubah dari 1 – 2 tahun menjadi berkisar antara 4 – 9 tahun.

Kejadian ini membuat “murah” nya valuasi perusahaan yang terlihat pada saat sebelum membagikan dividen jumbo, tidak terlihat lagi dengan jelas (murahnya).

Apakah kalau yang sudah beli TOTL sebaiknya sell?

Dalam pendekatan value investing ada 2 jalur utama yang dapat kita adopsi. Yang pertama adalah jalur value investing 1.0 yang dipopulerkan oleh Ben Graham. Sedangkan yang kedua adalah jalur value investing 2.0 yang dipopulerkan oleh Philip Fisher.

Jika pendekatan kita pada saat membeli TOTL adalah value investing 1.0, di mana kita merasa TOTL menarik karena valuasinya tadi, di mana EV/EBIT yang hanya berada di angka 1 – 2 tahun menjadi 4 – 9 tahun, maka investor tipe ini mungkin dapat mempertimbangkan untuk menjual saham dalam kondisi seperti ini karena adanya penurunan signifikan di margin of safety di saham tersebut.

Namun jika pendekatan value investing 2.0 adalah yang digunakan ketika membeli TOTL (misalnya meyakini ada alasan yang kuat bahwa net profit TOTL akan naik 300% dalam waktu tidak terlalu lama), maka investor tersebut tidak terlalu perlu mempertimbangkan kenaikan EV di atas sebagai alasan untuk menjual saham TOTL. Margin of safety pendekatan ini bukan didapatkan dari valuasi, melainkan prospek perusahaan di masa depan.

Mengenali pendekatan apa yang kita gunakan pada saat kita membeli sahamnya sejak awal, akan sangat membantu kita untuk mengambil keputusan yang lebih baik
, pada saat terjadi suatu perubahan signifikan yang terjadi pada perusahaan (di TOTL perubahan signifikannya dividen yield naik dari rata – rata 6% menjadi 33%), karena mengambil keputusan investasi tanpa kita mengingat apa alasan beli kita akan sangat membingungkan, membuat kita menjadi ragu – ragu, dan membuat kita terlalu mudah untuk menyesal atas hasil yang terjadi.

Hope it helps you make a better decision ahead

Cheers!
20/5/23
01.55

Mengapa Long Term Investing Tidak Mudah untuk Dilakukan ?

Katakanlah ada sebuah seminar tentang investasi diadakan dan pembicara seminar tersebut menanyakan kepada para peserta yang hadir, siapa saja yang di sini adalah seorang investor jangka panjang?
Hampir semua menjawab ( atau katakanlah paling tidak lebih dari setengahnya ) akan mengangkat tangan mereka.

Siapa yang tidak ingin menjadi long term value investor? Sudah sangat banyak bukti hidup seberapa powerfulnya investasi jangka panjang seperti yang ditunjukkan oleh Warren Buffett, Charlie Munger, Li Ka Shing, Lo Kheng Hong, Sandiaga Uno dan banyak sekali contoh lainnya yang mungkin tidak terdengar akrab di telinga sebagian besar orang seperti Chuck Acre, Tom Russo, Tom Gayner. Sedangkan dari short term minded investor, saya sendiri pribadi belum pernah mengingat ada 1 nama yang benar – benar menjadi kaya raya dengan menggunakan strategi jangka pendek ( bukan tidak ada, mungkin saja saya yang memang tidak tahu ).

Kenyataanya ada sebuah studi yang dilakukan oleh salah satu universitas di Taiwan, yang menyebutkan bahwa lebih dari 90% peserta pasar saham, adalah short term minded participant ( kalau dibilang short term investor juga kurang pas soalnya ). Saya tidak langsung percaya. Saya coba survei ke circle saya sendiri, kepada family, sahabat dekat, teman dan juga beberapa klien di usaha saya. Dan ternyata memang hampir tidak ada yang benar – benar menerapkan apa yang disebut dengan “long term investing”, karena hampir tidak ada dari mereka yang setelah saya tanyai, pernah pegang saham lebih dari 1 tahun. Sejauh ini saya hanya mengenal dua orang yang benar – benar menerapkan long term investor minded ( seperti layaknya investasi properti yang di sewakan tanpa ada rencana dijual oleh pemiliknya ).

Beberapa influencer yang saya ketahui ( dan ada yang saya kenal ) meskipun mereka pengagum Warren Buffett dan Lo Kheng Hong, beberapa dari mereka juga tidak benar – benar long term investor karena beberapa dari mereka juga masih menggunakan strategi trading. Saya tidak mengatakan bahwa trading tidak bagus, karena memang saya tidak benar – benar memiliki pemahaman akan proses berpikir, analisa, pengambilan keputusan, alokasi dana para pelaku trader. Poin saya adalah, dengan begitu banyaknya bukti bahwa investasi jangka panjang begitu menjanjikan, mengapa tidak banyak orang yang mengadopsi strategi ini secara menyeluruh? Mengapa long term investing tidak mudah untuk dilakukan ?

3 poin yang menjadi faktor utama, mengapa long term investing tidak mudah untuk dilakukan :

  1. Long term Investing itu lama, kelamaan atau bahasa inggrisnya, kesuwen.

    Benar bahwa long term investing memiliki prediktabilitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan short term ( laporan keuangan kuartal bagus belum tentu membuat harga saham naik, tetapi laporan keuangan konsisten bagus dalam 10 tahun hampir pasti harga sahamnya mengikuti ).

    Buat seseorang yang memiliki pemahaman sedikit tentang pembangkit tenaga listrik, hampir dipastikan ia juga mengetahui harga batubara $50 per ton di tahun 2020 adalah terlalu murah, sehingga ia bisa untuk membeli saham ADRO, INDY, ITMG, PTBA atau kawan – kawannya. Dan memang benar rata – rata dari saham – saham perusahaan tersebut telah mengalami kenaikan harga saham 200% atau lebih. Tapi, kenaikan itu membutuhkan waktu rata – rata sekitar 2 tahun. Mayoritas orang tidak mau menunggu 2 tahun di pasar modal. Slogannya biasanya “kalau bisa cepat buat apa pilih yang lama”.

  2. Andai kita sudah menerima kenyataan bahwa realisasi dari tesis kita akan terbuktikan paling tidak membutuhkan waktu yang cukup lama, tetapi, analisa yang kita telah buat belum tentu benar.

    Kalau sudah menunggu lama, kan capek juga kalau ternyata tidak profit, atau lebih buruk, sudah menunggu 2 tahun tapi malah rugi. Rugi 2 hal, uang dan waktu, yang kedua biasanya lebih mahal. Ketakutan semacam ini yang membuat cukup banyak orang menghindari time frame lama / long term ( which is a good opportunity for people like us ). Baik hasilnya untung atau rugi, kebanyakan orang ingin sesegera mungkin hasil tersebut. Kan nggak enak kalau digantung, ya nggak?

  3. Sudah mau menunggu lama, analisa sudah benar terealisasi, ada satu poin penting lagi. beli nya berapa banyak? Saham adalah “heavy lifter” di mana alat investasi yang satu ini bisa “mengangkat” berapapun uang yang kamu miliki. ADRO naik 300% misalnya dalam waktu 2 tahun, kalau belinya cuman 100 ribu, ya ngga ada impact nya. kita bisa kerja harian apapun dan mendapatkan jumlah uang yang sama dalam hitungan hari. Kelebihan saham inilah yang menarik orang super kaya untuk fokus kepada investasi, daripada bisnis aktif mereka.

    Hal ini sekaligus menjadi kelemahan investasi saham yaitu, membutuhkan dana yang besar ( jika ingin profit signifikan ). Investor yang mendapatkan 10 baggers pun ( untung 1000% ) tidak akan memberikan dampak yang signifikan jika ia hanya membeli saham dalam jumlah kecil dan akan lebih baik jika mendapatkan profit hanya 1 bagger ( 100 % ) asalkan menggunakan dana alokasi yang cukup besar.

3 alasan di atas inilah yang “memaksa” kebanyakan orang memilih cara investasi yang lebih mengarah kepada jangka pendek daripada investasi jangka panjang. Pernah punya pengalaman dengan 3 kesulitan di atas? share pengalamanmu di kolom komentar ya

Cheers,
Sampurna