“GOTO adalah saham yang ramah buat investor kecil, buktinya harga IPO nya murah banget, cuma Rp 300, murah sekali lah!”
“Mau beli GGRM, walah – walah, saham kok mahal banget, mau beli paling sedikit mesti siapin dana Rp 2,5 juta, siapa mau beli saham mahal begitu?”
2 kasus di atas mengarahkan kita untuk menentukan murah / mahalnya suatu harga saham merujuk kepada nominal beli per lembarnya, tapi apakah cara tersebut adalah benar? mari kita utik lebih jauh.
Semisal, ada seseorang bertanya kepada kamu,
Apakah barang seharga Rp 10 ribu adalah murah dan barang lain seharga Rp 100 juta adalah mahal?
Kira – kira apa jawabanmu?
Kemungkinan orang akan menjawab “ya” untuk kedua pertanyaan di atas.
Tetapi bagaimana jika pada pertanyaan tersebut kita tambahkan sedikit tambahan informasi seperti ini,
Apakah krupuk putih seharga Rp 10 ribu adalah murah dan apakah sebuah mobil Innova Reborn seharga Rp 100 juta adalah mahal?
Saya rasa jawaban kita akan berkebalikan 180 derajat dengan jawaban sebelumnya.
Sebenarnya, Murah tidaknya suatu barang ya kita beli / bayar, tidak tergantung dengan berapa nominal uang yang harus dibayar, tetapi kepada berapa nilai value yang kita dapatkan dengan menukarkan uang yang kamu miliki kepada penjualnya. Mobil Innova Hybrid terbaru yang saya tahu, harganya mencapai Rp 600 juta, tentu akan dapat dikatakan murah jika kita membeli barang yang sama dengan Rp 300 juta (padahal uang jumlah ini juga gede lo, setara 4 – 6 tahun gaji tahunan UMR tertinggi di Indonesia)
Dan meskipun mayoritas orang di Indonesia memiliki uang Rp 10 ribu, membeli selembar krupuk dengan 1 lembar rupiah ungu seharusnya tergolong kemahalan (ya nggak sih). Nah, konsep ini, sebenarnya juga berlaku dalam investasi. Terlalu banyak orang yang terbuai oleh iklan semacam …..
“Investasi properti menguntungkan hanya dengan Rp 200 juta, Anda sudah dapat memiliki sebuah apartemen”.
Memang kita sudah tahu lokasinya? Kepastian terbangunnya apartemen tersebut? Kualitas bahan bangunan apartemennya? Jangan – jangan 50 juta pun bisa jadi mahal, kalau tidak jadi dibangun dan uang tidak dikembalikan, ada kan contohnya kejadian seperti ini.
Pentingnya mengetahui saham yang kita beli murah / mahal
Sama saja dengan investasi di properti (atau membeli selembar krupuk), adalah beresiko membeli barang dengan harga di atas harga wajarnya (kemahalan), termasuk juga membeli saham. Dengan membeli saham (bisnis) yang kemahalan, maka resiko kita kehilangan uang kita semakin besar.
Contohnya :
1. ARTO di kuartal 1 tahun 2022, dari Rp 20.000an, per Mei 23 menjadi Rp 2.300an (turun hampir 90%)
2. KAEF di kuartal 1 tahun 2021, dari Rp 7000an, per Mei 23 menjadi Rp 700an (turun sekitar 90% juga)
3. GOTO di kuartal 2 tahun 2022, dari Rp 400an, per Mei 23 menjadi Rp 100an (turun sekitar 70%)
Apa persamaan dari ketiga saham tersebut kok bisa turunnya banyak sekali? Kemahalan.
Lalu, bagaimana dong cara hitungnya?
Cara Mengetahui Saham Mahal / Murah
Kembali pada contoh tentang krupuk dan Innova Reborn di atas, tidak ada kesimpulan cerdas yang bisa kita simpulkan hanya dengan menilai dari angka Rp 10 ribu atau Rp 100 juta. Apa value yang kita dapatkan dengan mengeluarkan angka tersebutlah yang dapat memberikan informasi kepada kita apakah barang yang kita beli murah / mahal.
Tidak ada kesimpulan baik juga yang dapat kita ambil, hanya dengan melihat GOTO di harga Rp 400 per lembarnya. You are missing the context. Yang seharusnya kita perhatikan adalah angka yang lain, yaitu …
Market Kapitalisasi – nya, dan bukan melihat harga per lembarnya.
Konteksnya bagaimana?
Berapa sih jumlah lembar saham GOTO sebenarnya?
per Mei 23, jumlah lembar saham GOTO adalah 1,2 Triliun lembar saham!
Dengan harga Rp 400, maka Market Kapitalisasi GOTO adalah sekitar Rp 480 Triliun
(hitungannya tinggal mengalikan Rp 400 x 1,2 Triliun lembar)
Lalu anggap nih ada orang kaya banget mau beli nih GOTO 100%, dengan keluar uang Rp 480 Triliun dapat nya apa sih?
Dapat perusahaan yang per tahunnya rugi (iya rugi, bukan salah ketik) lebih dari Rp 20 Triliun per tahunnya.
Kita coba perbandingkan dengan saham yang kelihatannya mahal,
GGRM,
Per Mei 23 harga per lembar saham GGRM adalah sekitar Rp 27.000
Berapa lembar sih semua saham GGRM?
Cuma 1,9 Miliar lembar saham.
Market Kapitalisasi GGRM per Mei 23, adalah sekitar Rp 52 Triliun.
Orang kaya tadi kalau beli seluruh GGRM 52 Triliun dapat apa?
Yang didapatkan adalah perusahaan yang tiap tahunnya, menghasilkan profit, setidaknya Rp 3 Triliun per tahunnya (atau rasio PER nya sekitar 17)
Coba kira – kira mana lebih murah,
Beli “mesin” uang seharga Rp 480 T, dan harus menanggung rugi 20 T, atau
Beli “mesin” uang seharga Rp 52 T, dan akan menerima untung Rp 3 T ?
Sepertinya pilihan kedua terlihat lebih murah, paling tidak untuk sementara ini.
Conclusion,
Murah mahalnya saham tidak bisa dilihat hanya dari harga sahamnya. Saham yang harga per lembar nya puluhan ribu rupiah, menurut saya justru banyak yang lebih murah, dibandingkan dengan saham yang per lembar nya hanya ratusan atau bahkan puluhan rupiah saja.
Dengan melihat kepada Market Cap, kita dapat memiliki cerita yang lebih utuh, yang lebih menggambarkan kondisi keseluruhan perusahaan, sebagai suatu saham, untuk tempat berinvestasi.
Semoga bermanfaat,
Cheers!
2/6/23
23.49 pm
One thought on “Cara Menentukan Murah/Mahalnya Emiten Saham Bukan pada Harga Saham, Tetapi pada Angka Ini”