Mrs Blumkin, adalah seorang wanita kelahiran Rusia, yang memiliki sebuah bisnis perabotan rumah yang sukses di Amerika, tepatnya di daerah Nebraska. Bisnis tersebut menjual perabotan rumah tangga, yang kurang lebih serupa dengan Ikea atau Informa Furnishing di Indonesia. Hanya saja bedanya, Nebraska Furniture Mart adalah toko yang sangat – sangat luas. Diperkirakan toko tersebut memiliki luas sekitar 40.000 m2 hingga 50.000 m2 atau setara dengan 3 – 5 kali luas lapangan sepak bola.
Pada tahun 1983, Bisnis tersebut kemudian dijual oleh keluarga Blumkin, kepada (siapa lagi kalau bukan) Warren Buffett melalui perusahaan Berkshire Hathaway-nya. Buffett membeli 80% dari kepemilikan toko raksasa tersebut, yang dimiliki sampai dengan saat ini (ini link kalau mau lihat tokonya seperti apa).
Wah, terus apa yang aneh? kan memang Buffett kerjaannya beli saham (bisnis). Kan Nebraska Furniture Mart (NFM) sama seperti ketika Buffett membeli bisnis – bisnis sebelumnya. Eh tunggu dulu, Buffett tidak bisa begitu saja membeli saham perusahaan ini karena sebenarnya NFM bukan perusahaan terbuka yang dapat dibeli sahamnya secara bebas. Ia harus menunggu selama belasan tahun, sebelum pemiliknya benar – benar terpikir untuk menjual perusahaannya tersebut untuk keperluan pewarisan kepada anak cucunya. Dan yang benar – benar menarik adalah, selama masa tunggu itu Buffett terus mengikuti dan ingat angka – angka finansial penting dan rasio keuangan NFM tersebut.
Ia pernah bercerita kepada seorang temannya saat sedang mengemudi melewati NFM jauh sebelum Buffett membelinya.
“Toko NFM itu adalah toko yang benar – benar bagus, memiliki penjualan sebesar X, dengan laba usaha sebesar Y, hanya dengan menggunakan luas area penjualan sebesar Y, sehingga NFM ini memiliki ROE sebesar N, suatu hari saya akan membeli bisnis ini”.
Dan saya kok yakin, selain data NFM, Buffett juga hapal banyak data finansial lainnya, selain data NFM. Loh, kok bisa ya dia ingat semua???
Apa kita mau menjadi investor harus hapal isi laporan keuangan saham yang mau kita beli?
Menurut saya jawabannya adalah iya! Mengapa?
Mari kia bahas fenomenanya.
Kita hanya membeli barang yang kita tahu detailnya
Pada umumnya kita tidak rumah tanpa mengetahui ukuran, luas tanah dan luas bangunannya. Kita tidak membeli mobil tanpa mengetahui berapa jumlah seatnya, berapa cc nya dan bahan bakar apa yang digunakan. Orang tua tidak memasukan anak kita ke sekolah tanpa mengetahui metode pembelajarannya, siapa saja saudara / teman yang menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut atau merupakan alumni dari sekolah tersebut. Saya rasa tidak ada orang yang membeli rumah tanpa mengingat berapa ukuran tanah rumah yang akan dibelinya tersebut.
Dan hal tersebut juga seharusnya dilakukan, pada saat seseorang berniat untuk membeli bisnis (saham sebuah perusahaan). Atas dasar inilah, keputusan untuk membeli suatu aset bisnis dapat dilakukan dengan lebih rasional, dan minim “following the herd” karena keputusan yang diambil sebenarnya telah diambil jauh hari sebelumnya atau istilahnya telah melalui pertimbangan lebih matang.
Karena itu, begitu saya menyadari pentingnya hal ini, maka secara otomatis, saya lebih mudah ingat (mungkin unconcious yang bekerja) secara otomatis angka – angka yang berhubungan dengan bisnis yang saya ikuti. Misalnya market cap ULTJ sekitar 20 T, laba bersih BBCA sekitar 30 – 40 T, luas area outlet LPPF adalah sekitar 500 – 600 ribu m2, jumlah tower milik protelindo adalah sekitar 30 ribu, dividen payout ITMG umumnya berkisar antara 50% – 80% dari laba bersih dan seterusnya.
Meskipun tidak perlu mengingat detail sampai ke angka pastinya, tetapi menurut saya penting untuk punya sense background perusahaan – perusahaan yang menarik buat kita. Sehingga kita akan lebih mudah secara otomatis memiliki gambaran besar untuk membandingkan banyak hal. Misalnya, pada saat MTEL IPO, kita secara instan dapat melihat bahwa TOWR dengan PE Rasio 16 – 18 dengan jumlah tower 30 ribu, virtually lebih murah dibandingkan dengan MTEL yang pada saat IPO dihargai di PE Rasio sekitar 60 – 70 dengan jumlah tower (soon to be) 36 ribu.
Wah, rumit juga ya kalau harus ingat banyak data. Oke lah pak Sampurna, katakan memang saya setuju mengingat banyak data itu penting sebelum actual membeli sahamnya, tapi saya tidak mudah mengingat banyak hal seperti pak Buffett di atas lalu bagaimana?
Ada beberapa trik yang bisa kita lakukan, yang menurut saya cukup works on me
1. Repetition is mother all of learning – Zig Ziglar
Bagaimana cara kita dahulu mengingat tabel perkalian sewaktu SD? meskipun ada metode yang lebih baik, sebagian besar dari kita mengingat perkalian dengan cara mengulang – ulang sampai bosan pasangan angka – angka tersebut. Tetapi yang saya maksudkan bukan mengulang secara sengaja seperti menginat tabel perkalian.
Dengan membaca banyak bacaan, koran misalnya, yang membahas tentang berapa jumlah tower milik MTEL, yang tentu saja subject tersebut akan muncul lebih dari 1 kali di depan mata kita, maka secara otomatis, otak kita akan mengingat dengan sendirinya materi tersebut. Saya tidak pernah secara sengaja mengingat bahwa market cap BBCA adalah Rp 1100 T, tetapi karena pada saat market cap BBCA pertama kali menembus Rp 1 kuadriliun pertama kalinya, hampir semua artikel di internet dan koran tentang bisnis dan investasi ramai memuat informasi tersebut. Tentu hal tersebut tidak mudah dilupakan.
2. Perbanyak studi case, pinjam pengalaman orang lain, dan install di diri kita
Di tahun – tahun awal saya berinvestasi saham, hal terbanyak yang saya baca adalah mengenai pengalaman orang lain yang membeli saham tertentu, beserta alasan detailnnya, dan bagaimana hasilnya (tipikal bacaan no 2). Memang pada awalnya, saya merasa banyak sekali data yang saya baca, dan saya selalu bertanya – tanya pada saat itu, bagaimana orang ini bisa kepikiran untuk menganalisa dengan menggunakan data – data yang banyak tersebut.
Tetapi lama kelamaan, background data mulai terbentuk (data dari banyak bacaan sebelumnya), sehingga membaca tesis / analisa seseorang tidak lagi seberat awal memulai investasi (dan terkadang bahkan kita tahu apa yang disampaikan orang tertentu tidaklah tepat).
Dengan membaca banyak tesis yang dibuat oleh orang lain, kita semakin lama memiliki framework, untuk lebih memberikan perhatian kepada data yang lebih penting dan sekaligus melewati data yang tidak terlalu berpengaruh signifikan. Semakin kita banyak membaca bacaan ini, otak kita akan semakin baik dalam memilih dan mengingat mana yang penting dan sebaliknya.
3. Gunakan bank data, dengan kedalaman informasi yang baik, seperti saya menggunakan 8-Filings
Seingin – inginnya saya untuk memiliki ingatan yang baik dan lengkap tentang angka dan rasio bisnis suatu perusahaan, supaya dapat melakukan analisa yang superior, selalu ada blind spot yang disebabkan oleh 2 hal :
1. Saya lupa datanya
2. Saya belum pernah ingat datanya
Oleh karena itu, saya merasa lebih baik untuk membuat full data fundamental lengkapnya terlebih dahulu (data yang saya sebut dengan 8-filings), sehingga ketika saat benar – benar mulai intens melakukan analisa, angka yang kita butuhkan sudah siap dan lebih dapat memberikan hasil analisa fundamnetal yang lebih runtut.
contoh aplikasinya :
Meskipun banyak hal yang dianggap sebagai penentu integritas manajemen seperti jumlah dividen yang dibagikan atau berapa banyak arus kas operasional yang dihasilkan perusahaan di laporan keuangan, cara favorit saya untuk menganalisa hal ini adalah dengan mencocokkan, apa saja janji / prediksi yang pernah disampaikan oleh manajemen dan kemudian dibandingkan dengan realita apa yang terjadi kemudian hari. Jika dalam 10 tahun terakhir manajemen memprediksi penjualan, laba operasional, laba bersih akan selalu naik pada angka x%, saya merasa perlu dengan cepat untuk akses data realita, apakah memang benar angka – angka tersebut selalu naik, dengan CAGR yang seperti disampaikan. Umumnya, manajemen yang benar – benar baik selalu under promise over deliver.
Contoh lain, manajemen mengatakan sejak bertahun – tahun lalu bahwa manajemen sedang fokus untuk dapat memproduksi produknya dengan lebih efisien tanpa perlu menurunkan harga di pasaran. Cara fact checknya, tinggal saya lihat di data 8-filings 10 tahun terakhir, apakah benar bahwa % Gross Profit Margin perusahaan benar – benar mengalami kenaikan. Jika dalam 10 tahun terakhir malah mengalami penurunan, kita bisa cek balik, apakah ada pernyataan dari manajemen kunci yang menyatakan kesulitannya (atau pengakuannya karena melakukan prediksi tidak tepat). Jika manajemen pada konfrensi pres nya masih tetap saja memuji kinerja mereka sendiri, mungkin kita lebih perlu berhati – hati.
4. Jangan berusaha secara sadar untuk menghapal data, membacalah, hanya jika, kamu tertarik membacanya.
Di tahun 2020, market cap PWON pernah berada di angka sekitar Rp 15 T, laba bersih 2019 adalah Rp 2,7 T, sehingga pernah berada di PE Rasio sekitar 5 – 6, dan market berkesimpulan karena adanya wabah Covid-19 maka PWON akan mengalami tekanan pada pendapatan dan laba bersihnya, dan memang jika kondisi pandemi telah berlalu, maka valuasi PE 6 untuk PWON adalah cukup murah dibandingkan dengan resiko di kualitas perusahaannya.
Pada saat 2020, saya membeli saham PWON, di harga kurang lebih Rp 310 – Rp 320 hanya sekitar 30 menit setelah saya melihat penurunan ARB ke sekian kalinya di beberapa hari terakhir, di mana pada saat itu beberapa hari sebelumnya PWON berada di harga Rp 600 yang berarti penurunan 50% dalam beberapa hari, di salah satu perusahaan yang saya anggap cukup baik dalam sektor bisnisnya.
Kenapa bisa / berani membeli saham dalam waktu hanya sekitar 30 menit?
Karena data tentang emiten tersebut sudah cukup lama saya kenal. Berapa luas area yang disewakan, ROE, % gross dan net profit nya dalam keadaan normal dan sebagainya. Dan data yang saya ingat pada saat itu, bukan data yang saya baru ingat / baca ketika harga sahamnya sudah turun banyak, melainkan sudah jauh sebelum itu karena saya membaca beberapa publikasi dari perusahaan dan dari pihak ketiga lain yang juga bercerita tentang analisa PWON. Membaca PWON di tahun – tahun sebelum 2020 adalah kegiatan having fun saya, terutama dikarenakan saya dan keluarga di Surabaya termasuk kelompok yang telah berulang kali menggunakan jasa dari PWON, yang merupakan raja nya mall di Surabaya.
————————
Conclusion
Membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk menemukan apa saja yang seharusnya kita baca untuk menjadi seorang investor yang lebih baik. However, menemukan apa saja yang layak untuk dibaca tidak akan bermanfaat jika esensi dari apa yang kita baca tidak dapat kita ingat, apalagi jika data tersebut punya pengaruh yang signifikan.
Buat kamu pebisnis / profesional di kantor yang sibuk dan tidak cukup banyak waktu tetapi ingin menjadi investor yang lebih baik, mengetahui ada 3 kelompok bacaan wajib sangatlah krusial, supaya kamu tidak terjebak untuk hanya berkonsentrasi di satu model bacaan saja. Berusahalah untuk menyeimbangkan ketiganya, ketahui kelompok mana yang kita kurang kuasai dan perbanyak bacaan di kelompok tersebut, kecuali sudah berada di level knowledge yang dimiliki Warren Buffett.
Sampurna,
29 Agustus 23
02.48 am