Redwoodinvesting

Analisa Fundamental Saham ICBP – Part 2 | ICBP Disebut Sebagai Wonderful Company di Indonesia, layakkah? – Penjelasan 6 Segmen Pencetak Laba ICBP

Semua konten yang dibuat oleh “Redwood Investing” adalah untuk edukasi dan hiburan saja. Informasi ini tidak ditujukan mengarahkan siapapun untuk membeli dan menjual suatu aset atau securities tertentu. Sebelum mengeksekusi keputusan investasi, lakukan analisa secara mandiri yang mendalam, analisalah apakah cara tertentu cocok dengan diri investor masing – masing. Pertimbangkan untuk mencari pendapat pihak profesional penasehat investasi jika merasa membutuhkan. “Redwood Investing” tidak bertanggung jawab atas segala keputusan investasi yang dibuat oleh masing – masing investor.

Bagian ini adalah bagian kedua dari analisa bisnis (dan sebagai saham) dari PT Indofood CBP.
Bagian pertama dapat dilihat dengan klik link ini.
Data lengkap 8Filings yang akan digunakan pada artikel ini juga dapat di download di sini.
Ok, let’s jump in.

Gambar 8 – Sumber : 8-Filings ICBP

9. Meskipun perusahaan ini memang memiliki 5 lini usaha lain selain segmen mie instan (produk susu, makanan ringan, penyedap makanan, minuman dan segmen nutrisi), tetapi segmen mie instan adalah kelompok bisnis yang memberikan sumbangan terbesar untuk perusahaan di sisi total nominal penjualan dan persentase laba kotor-nya (gambar 8). Tentu tidak aneh, karena memang produk tersebut yang paling digemari di Indonesia dan bahkan beberapa negara lain (di Indonesia pangsa pasarnya bahkan mencapai lebih dari 70% lebih). Namun ada satu hal yang lebih menarik melihat gambar 9.

Gambar 9 – Sumber : 8-Filings ICBP / open image in a new tab untuk melihat gambar lebih besar

10. Dalam 3 tahun terakhir, perusahaan dan manajemen ternyata berhasil meningkatkan secara signifikan laba usaha segmen terbesarnya, baik secara nominal, dan juga secara persentase laba usahanya. Dari rata – rata 16% di 3 tahun pertamanya sejak IPO, menjadi sekitar 23% di 3 tahun buku terakhir. Peningkatan ini termasuk signifikan, karena dengan efisiensi di sisi operasional ini, ICBP mampu menaikkan laba usaha segmen ini sebesar 500% (Rp 2 T menjadi Rp 10 T) dengan hanya menaikkan total penjualan sebesar 350% (Rp 13 T menjadi Rp 47 T) dalam jangka waktu 12 tahun. Untuk sebuah perusahaan yang sudah besar sejak awal IPO, kenaikan ini adalah cukup tinggi.

Gambar 10 – Sumber : 8-Filings ICBP

11. Memang tidak semua segmen dari ICBP berkembang seperti yang diharapkan oleh manajemen. meskipun hampir semua segmen mencatatkan pertumbuhan penjualan dalam 12 tahun (gambar 10) terakhir semenjak IPO, segmen minuman ternyata belum menunjukkan kinerja yang diharapkan. Meskipun mencatatkan pertumbuhan penjualan yang signifikan (24% / tahun dalam 9 tahun terakhir), tetapi secara keseluruhan sejak segmen ini diinisiasi perusahaan masih menanggung kerugian jumbo sebesar lebih dari Rp 1,7 Triliun. Hanya saja, ada sedikit kabar baik dari segmen ini, yaitu dalam 2 tahun terakhir telah mulai mencatatkan keuntungan pasca menghentikan kerjasama dengan pepsi dalam penjualan “Pepsi“, “Mirinda“,dan “7Up“, meskipun harus dibayar mahal dengan efektifitas penjualan yang tidak maksimal, karena hanya mencatatkan persentase laba usaha tidak lebih dari 5% (bandingkan dengan segmen mie instan yang memiliki laba usaha konsisten lebih dari 20%).

Lalu bagaimana dengan bahan baku yang digunakan, bukankah dalam 1 – 2 tahun terakhir banyak terjadi kenaikan harga komoditas? sampai – sampai salah satu pihak dari kementerian “terkait” menyampaikan berita tentang kenaikan harga gandum sebagai bahan baku mie instant akan membuat harga mie instan bisa naik sampai 3 kali lipat? kita lompat ke gambar 11.

Gambar 11 – Sumber : 8-Filings ICBP

12. Benar memang ada kenaikan bahan baku secara persentase pada tahun 2022 (pasca perang Rusia – Ukraina) dibandingkan dengan kondisi pada 2019. Tetapi kenaikan tersebut hanyalah sebesar 5% yang dapat terlihat dari % terhadap COGS (harga bahan baku) pada 4 tahun terakhir.

Ada beberapa hal yang kemungkinan menjadi penyebab “mild“-nya kenaikan bahan baku.
Pertama, bahan baku mie instan bukan hanya gandum, sekitar 30% – 40% biaya bahan baku adalah minyak goreng (iya harus digoreng dulu sebelum masuk ke bungkus), yang penasaran bisa lihat video proses pembuatan mie instan di sini. Bahan baku lainnya adalah kemasan yang berkisar sekitar 10% dari biaya bahan baku, bukan bungkus plastik yang buat packaging-nya saja, karton jangan lupa dihitung.
Kedua, kemungkinan lain adalah ICBP meminta “tolong” kepada saudara nya yaitu Bogasari dan Indoagri dari INDF untuk memberikan special price untuk tepung dan minyak goreng yang digunakan.
Ketiga, kemungkinan lainnya adalah, manajemen, sebegitu bagusnya dalam memitigasi resiko, dengan melakukan pembelian futures gandum di harga tertentu, sehingga dampak kenaikan COGS tidak terasa langsung.
Dan keempat, yang terakhir, ICBP sangat mungkin pass on kenaikan harga tersebut kepada konsumen. Menurut info yang saya dapatkan dari para distributor Indomie, produk mie-nya naik sebesar Rp 100 – Rp 200 perak saja. Ngga terlalu berimpact seharusnya kalau memang cocok dengan produknya kan?

Gambar 12 – Sumber : 8-Filings ICBP

13. Secara grup ICBP keseluruhan, manajemen juga berhasil menurunkan rata – rata biaya bahan baku dari sekitar 60% di 2012 – 2013 menjadi sekitar 52% di 2 – 3 tahun terakhir (gambar 12).

Gambar 13 – Sumber : 8-Filings ICBP

“Tapi bang, teman saya bilang ICBP sudah tidak sebagus dahulu, lihat saja laba bersihnya turun dari terus dalam 2 tahun terakhir dari
Rp 6,6 T (2020) menjadi
Rp 6,4 T (2021) dan kemudian menjadi
Rp 4,6 T (2020), kan jelek nih?!”

14. Pada gambar 13 kita dapat melihat dokumentasi kerugian di atas kertas ICBP yang menggunakan denominasi rupiah, dikarenakan adanya selisih kurs. Di samping ICBP memang menerima pembayaran di beberapa negara dengan menggunakan mata uang di negara tersebut seperti USD, SGD, Lira Turki, Yen Jepang, Dinar Serbia, Shilling Kenya, Dinar Maroko dst., maka kerugian Rp 3,4 Triliun akibat perbedaan selisih kurs tersebut “hanya” akan terjadi, jika seluruh mata uang dan aset di negara lain tersebut dikonversi menjadi rupiah IDR. Apa iya mau dirupiahkan semua?

Sebaliknya jika kita melihat pada aset lancar perusahaan yaitu uang kas, ICBP memiliki semua uang tersebut dalam mata uang negara tersebut di beberapa bank luar negeri. Sehingga asumsi saya adalah, kerugian itu sebenarnya tidak pasti terjadi (atau hampir pasti tidak terjadi seperti yang diangkakan di laporan keuangan), meskipun ada kemungkinan bahwa utang berbunga obligasi yang dimiliki ICBP yang harus dibayar dalam USD, akan “memaksa” perusahaan untuk merealisasikan kerugian tersebut.

Tapi jika melihat posisi kas USD ICBP per 31 Desember 2022 sebesar USD 893 juta dan biaya bunga obligasi sebesar USD 130 – 150 juta / tahunnya, sepertinya realisasi kerugian seperti di laporan keuangan kecil kemungkinannya untuk terjadi.

Gambar 14– Sumber : 8-Filings ICBP

15. Tetapi benar, manajemen ICBP sekarang memainkan permainan yang lebih beresiko, dengan meningkatkan jumlah utang berbunga terhadap aset yang dulunya berkisar di bawah 10% aset, menjadi 40% dari aset (gambar 14), yang tentunya memaksa perusahaan harus membayar beban bunga yang berkali lipat dibandingkan tahun – tahun sebelumnya.

16. Lalu bagaimana pak Sampurna kesimpulannya, apakah ICBP ini adalah perusahaan yang benar – benar wonderful company?
Pada artikel berikutnya saya akan coba bahas tentang 2 metriks yang paling baik untuk digunakan untuk melihat kualitas sebuah perusahaan, terutama perusahaan consumer yang diasumsikan memiliki pendapatan yang konsisten.

Saya akhiri part 2 sampai di sini dulu, sampai bertemu di part 3.

Cheers!

Sampurna
9/9/23
02.59 am


================================

What might interest you :

——– Kenali angka bebas finansial-mu klik di sini ——–
——– Financial Plan sebelum mulai invest saham klik di sini ——–
——– Cara untuk sukses berinvestasi saham dengan keberhasilan lebih dari 90% klik di sini ——–