Redwoodinvesting

Perusahaan yang Bagus, Tidak Membagikan Dividen

Hari dan Tommy, ada pemegang saham PTBA sejak beberapa tahun yang lalu. Dan baru – baru ini, PTBA membagikan seluruh keuntungannya pada tahun 2022 untuk menjadi dividen yang per lembarnya bernilai Rp 1.000. Padahal, harga sahamnya pada saat itu adalah sekitar Rp 3.000, sehingga Hari dan Tommy berhak untuk mendapatkan hasil investasi berupa dividen setara 33% yield! dan angka ini besar sekali, mengingat deposito / obligasi negara hanya memberikan yield sekitar 6% per tahunnya.

Hari bersuka cita, tetapi Tommy malah merasa lesu. Hari senang karena menapatkan dividen besar dari PTBA, Tommy kurang senang mendapatkan dividen besar, kok bisa? Kan memegang saham yang sama, mendapatkan hasil yang sama. Tetapi mengapa yang satu senang dan yang satu malah merasa kebalikannya?

Mari kita bahas fenomenanya …..

Sebelum melanjutkan lagi ke cerita Hari dan Tommy, kita bahas terlebih dahulu salah satu statement yang sering diucapkan oleh Warren Buffett tentang seberapa lama ia ingin memegang sebuah saham.

“My favorite holding period is forever”

“Saya (Buffett) paling senang memegang saham selamanya”. Bagi kebanyakan orang yang menjadi peserta market, terutama yang tidak terlalu mengenal strategi Buffett, holding forever sering disebut tidak bagus. Mengapa?

Secara data statistik, cukup jarang perusahaan yang mampu bertumbuh di atas rata – rata pertumbuhan market, dengan selisih signifikan dari IHSG (katakan signifikan kalau angka pertumbuhannya sekitar 15% per tahun atau lebih), apalagi dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan, kalau kita trading dan profit per bulan 5% saja, sudah mengantarkan kita untuk bertumbuh 60% per tahunnya! Kok Buffett nggak mau sih profit besar per tahunnya, malah terus menggunakan value investing yang cuma 15% per tahunnya?

Sebenarnya, yang banyak peserta market tidak ketahui, bukannya Buffett nggak mau profit besar, tapi yang menjadi target besarnya adalah, mendapatkan profit besar tanpa harus mengganti – ganti saham (memiliki perusahaan). Dengan hanya memiliki perusahaan yang benar – benar bagus, Buffett mampu untuk profit besar setiap tahunnya dari berinvestasi, tanpa harus terus – menuerus melakukan rotasi saham. Selama karirnya berinvestasi di Berkshire Hathaway, ia pernah melakukan pembelian sekitar 300 saham (perusahaan). Angka yang cukup banyak, kecuali kita mengetahui bahwa hal itu dilakukan dalam rentang waktu hampir 60 tahun lamanya. Yang artinya secara rata – rata, ia hanya membeli 5 saham per tahunnya.

Tetapi sekalinya investasinya berhasil, perusahaan yang ia beli menghasilkan return.
Contoh :
1. Washington Post, beli $10 juta, jual lebih dari $800 juta, dalam kurun waktu 40 tahun.
2. Apple, beli $36 miliar, sekarang (masih dipegang) dengan value $160 miliar, dalam 7 tahun.
3. Geico, beli $45 juta, bernilai $2.300 juta sekitar 20 tahun kemudian.
4. Kalau di Indonesia ada pak LKH dengan saham MBAI nya ketika dibeli oleh JPFA, yang profit 12.500% nya di saham tersebut.

dan banyak contoh profit jumbo lain seperti Coca – Cola, Gilette / P&G, American Express, atau BBCA dan UNVR yang sudah berlipat ratusan kali dari harga awal nya pada saat melantai di bursa saham.

Nah sekarang, kita juga ingin dong punya perusahaan (saham) yang kemudian bisa profit jumbo seperti contoh di atas. Apakah sebenarnya ada, aspek yang paling dapat memprediksi kenaikan harga saham / perusahaan, yang dapat kita amati sebagi investor?

Ya ada, semua perusahaan tersebut, ternyata punya pertumbuhan sales dan laba bersih yang besar, dari tahun ke tahun. Dengan kata lain perusahaan – perusahaan di atas ini, bertumbuh secara signifikan dan dalam jangka waktu yang lama. Bahasa kerennya, growth company.

Nah, karena dinamakan dengan growth company, mereka membutuhkan, “mesin uang” yang semakin besar dari tahun ke tahun, untuk mencetak sales dan laba yang terus bertumbuh. Dan karena perusahaan – perusahaan ini membutuhkan dana untuk membesarkan “mesin uang” mereka, ada 2 kesamaan yang sering terjadi yaitu, utang berbunga mereka besar, dan mereka jarang (atau malah tidak) membagikan dividen!

Wow, kok bisa tidak membagikan dividen malah bisa dikatakan bagus?
Bukankah itu bukti kalau manajemennya tidak bagus karena tidak memperhatikan pemegang saham kecil seperti kita?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya berikan 1 analogi yang cukup pas untuk dijadikan ilustrasi dividen di atas.

Katakanlah ada seorang anak SMA berusia 15 tahun, dan orang tuanya memiliki usaha yang sedang bertumbuh. Memang orang tuanya pernah mengatakan, jika nanti di kemudian hari semua uang dan aset yang dimiliki orang tua akan diwariskan ke dia dan saudara – saudaranya. Kamu mau uangnya kapan nak? sekarang ya nggak apa2 kalau kamu mau.

Nah, kemungkinan, akan ada beberapa anak yang akan meminta uang warisannya langsung di saat itu juga. Tetapi apakah itu yang paling baik? Apakah jika uangnya tetap dikelola oleh orang tua yang semakin hari akan semain besar nilai bisnisnya, sehingga di masa depan akan memberikan jumlah nominal uang yang lebih besar kepada sang anak? Sedangkan anak tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnis seperti yang dilakukan oleh orang tuanya karena ia masih sedang bersekolah.

Jika tujuannya adalah mendapatkan hasil yang optimal, mana yang kira – kira lebih baik?
Uangnya diberikan kepada anak? atau tetap dikelola oleh orang tuanya?
Tentu dikelola oleh orang tua yang sudah menjalankan bisnis sebelumnya akan lebih memberikan peluang lebih baik agar mesin uang nya semakin hari semakin lebih besar.

Balik lagi ke masalah dividen tadi. Jika kita sudah memiliki orang tua (manajemen) yang mampu dan dapat dipercaya, dan bisnisnya sudah berjalan, tentu adalah hal yang kurang bijaksana, jika kita berusaha menghalangi pertumbuhan “mesin uang” tersebut dengan mengeluarkan sumber daya dari perusahaan, yaitu dengan membagikannya dalam bentuk dividen. Dalam hal ini, pemberian dividen justru akan menghambat pertumbuhan perusahaan.

Seperti perusahaan Berkshire Hathaway nya Warren Buffett, sejak tahun 1965 perusahaan tersebut dikendalikan oleh Buffett, hanya pernah sekali perusahaan tersebut membagikan dividen di sekitar tahun 1970 an.

Hasilnya?
Pertumbuhan jutaan persen di mana harga sahamnya (BRK.A) tumbuh dari $8 menjadi $500.000, atau pertumbuhan 5.000.000%, yang disebabkan salah satunya oleh karena BRK tidak pernah membagikan dividen.

Untuk di Indonesia, ada contoh yang sama, misalnya perusahaan DCI Indonesia (DCII). Perusahaan IT ini sejak 2017 sampai dengan hari ini di Juni 2023, telah mengalami pertumbuhan sebagai berikut :
Sales / penjualan, naik 800%, dari Rp 120 miliar menjadi Rp 1 triliun
Laba Operasional, naik 2000% dari Rp 25 miliar menjadi Rp 500 miliar
dan pencapaian ini, umumnya terjadi pada perusahaan yang tidak membagikan dividen.

Jadi mengapa Tommy menjadi lesu ketika PTBA membagikan dividen besar tadi?
Karena Tommy mengetahui, bahwa dividen sebesar itu adalah bukti bahwa “mesin uang” tidak lagi bisa lagi dikembangkan secara signifikan lagi. Pembagian dividen jumbo tadi adalah bukti pengakuan dari manajemen akan fakta tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada Unilever Indonesia (UNVR), yang dividennya dibagikan beberapa kali melebihi net profit tahunan perusahaan.

Nah, oke pak Sampurna, Pembagian dividen menghambat pertumbuhan perusahaan, tetapi apa semua perusahaan yang tidak membagikan dividen adalah kesemuanya bagus?
Tentu dapat ditebak jawabannya, tidak! Malah kalau boleh dibilang, sangat sedikit perusahaan yang tidak membagikan dividen adalah perusahaan yang bagus.

Jadi perlu diingat bahwa, perusahaan bagus tidak membagikan dividen, tetapi perusahaan yang tidak membagikan dividen jarang adalah perusahaan yang bagus. Pastikan logika ini tidak terbalik.

Perusahaan hanya benar – benar bagus, dan layak untuk tidak membagikan dividen jika memenuhi 3 kriteria di bawah ini.
1. Perusahaan punya keunggulan kompetitif dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis (moat)
2. Punya manajemen yang baik dan berintegritas (kejujuran adalah bagian dari integritas)
3. Punya kemampuan untuk menggunakan uang yang dihasilkan, untuk diputar kembali untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Kriteria yang terakhir, adalah alasan utama mengapa perusahaan yang benar – benar bagus untuk tempat kita berinvestasi, tidak membagikan dividen, seperti Buffett dengan Berkshire Hathaway nya.

Semoga berguna buat ingin tahu lebih dalam tentang investasi di perusahaan yang membagikan dividen.

cheers!
21/6/23
02.20 AM

Cara Menentukan Murah/Mahalnya Emiten Saham Bukan pada Harga Saham, Tetapi pada Angka Ini

GOTO adalah saham yang ramah buat investor kecil, buktinya harga IPO nya murah banget, cuma Rp 300, murah sekali lah!”
“Mau beli GGRM, walah – walah, saham kok mahal banget, mau beli paling sedikit mesti siapin dana Rp 2,5 juta, siapa mau beli saham mahal begitu?”

2 kasus di atas mengarahkan kita untuk menentukan murah / mahalnya suatu harga saham merujuk kepada nominal beli per lembarnya, tapi apakah cara tersebut adalah benar? mari kita utik lebih jauh.

Semisal, ada seseorang bertanya kepada kamu,
Apakah barang seharga Rp 10 ribu adalah murah dan barang lain seharga Rp 100 juta adalah mahal?
Kira – kira apa jawabanmu?
Kemungkinan orang akan menjawab “ya” untuk kedua pertanyaan di atas.
Tetapi bagaimana jika pada pertanyaan tersebut kita tambahkan sedikit tambahan informasi seperti ini,

Apakah krupuk putih seharga Rp 10 ribu adalah murah dan apakah sebuah mobil Innova Reborn seharga Rp 100 juta adalah mahal?

Saya rasa jawaban kita akan berkebalikan 180 derajat dengan jawaban sebelumnya.

Sebenarnya, Murah tidaknya suatu barang ya kita beli / bayar, tidak tergantung dengan berapa nominal uang yang harus dibayar, tetapi kepada berapa nilai value yang kita dapatkan dengan menukarkan uang yang kamu miliki kepada penjualnya. Mobil Innova Hybrid terbaru yang saya tahu, harganya mencapai Rp 600 juta, tentu akan dapat dikatakan murah jika kita membeli barang yang sama dengan Rp 300 juta (padahal uang jumlah ini juga gede lo, setara 4 – 6 tahun gaji tahunan UMR tertinggi di Indonesia)

Dan meskipun mayoritas orang di Indonesia memiliki uang Rp 10 ribu, membeli selembar krupuk dengan 1 lembar rupiah ungu seharusnya tergolong kemahalan (ya nggak sih). Nah, konsep ini, sebenarnya juga berlaku dalam investasi. Terlalu banyak orang yang terbuai oleh iklan semacam …..
“Investasi properti menguntungkan hanya dengan Rp 200 juta, Anda sudah dapat memiliki sebuah apartemen”.
Memang kita sudah tahu lokasinya? Kepastian terbangunnya apartemen tersebut? Kualitas bahan bangunan apartemennya? Jangan – jangan 50 juta pun bisa jadi mahal, kalau tidak jadi dibangun dan uang tidak dikembalikan, ada kan contohnya kejadian seperti ini.

Pentingnya mengetahui saham yang kita beli murah / mahal

Sama saja dengan investasi di properti (atau membeli selembar krupuk), adalah beresiko membeli barang dengan harga di atas harga wajarnya (kemahalan), termasuk juga membeli saham. Dengan membeli saham (bisnis) yang kemahalan, maka resiko kita kehilangan uang kita semakin besar.
Contohnya :
1. ARTO di kuartal 1 tahun 2022, dari Rp 20.000an, per Mei 23 menjadi Rp 2.300an (turun hampir 90%)
2. KAEF di kuartal 1 tahun 2021, dari Rp 7000an, per Mei 23 menjadi Rp 700an (turun sekitar 90% juga)
3. GOTO di kuartal 2 tahun 2022, dari Rp 400an, per Mei 23 menjadi Rp 100an (turun sekitar 70%)

Apa persamaan dari ketiga saham tersebut kok bisa turunnya banyak sekali? Kemahalan.
Lalu, bagaimana dong cara hitungnya?

Cara Mengetahui Saham Mahal / Murah

Kembali pada contoh tentang krupuk dan Innova Reborn di atas, tidak ada kesimpulan cerdas yang bisa kita simpulkan hanya dengan menilai dari angka Rp 10 ribu atau Rp 100 juta. Apa value yang kita dapatkan dengan mengeluarkan angka tersebutlah yang dapat memberikan informasi kepada kita apakah barang yang kita beli murah / mahal.

Tidak ada kesimpulan baik juga yang dapat kita ambil, hanya dengan melihat GOTO di harga Rp 400 per lembarnya. You are missing the context. Yang seharusnya kita perhatikan adalah angka yang lain, yaitu …

Market Kapitalisasi – nya, dan bukan melihat harga per lembarnya.

Konteksnya bagaimana?
Berapa sih jumlah lembar saham GOTO sebenarnya?
per Mei 23, jumlah lembar saham GOTO adalah 1,2 Triliun lembar saham!
Dengan harga Rp 400, maka Market Kapitalisasi GOTO adalah sekitar Rp 480 Triliun
(hitungannya tinggal mengalikan Rp 400 x 1,2 Triliun lembar)
Lalu anggap nih ada orang kaya banget mau beli nih GOTO 100%, dengan keluar uang Rp 480 Triliun dapat nya apa sih?
Dapat perusahaan yang per tahunnya rugi (iya rugi, bukan salah ketik) lebih dari Rp 20 Triliun per tahunnya.

Kita coba perbandingkan dengan saham yang kelihatannya mahal,
GGRM,
Per Mei 23 harga per lembar saham GGRM adalah sekitar Rp 27.000
Berapa lembar sih semua saham GGRM?
Cuma 1,9 Miliar lembar saham.
Market Kapitalisasi GGRM per Mei 23, adalah sekitar Rp 52 Triliun.
Orang kaya tadi kalau beli seluruh GGRM 52 Triliun dapat apa?
Yang didapatkan adalah perusahaan yang tiap tahunnya, menghasilkan profit, setidaknya Rp 3 Triliun per tahunnya (atau rasio PER nya sekitar 17)

Coba kira – kira mana lebih murah,
Beli “mesin” uang seharga Rp 480 T, dan harus menanggung rugi 20 T, atau
Beli “mesin” uang seharga Rp 52 T, dan akan menerima untung Rp 3 T ?

Sepertinya pilihan kedua terlihat lebih murah, paling tidak untuk sementara ini.

Conclusion,

Murah mahalnya saham tidak bisa dilihat hanya dari harga sahamnya. Saham yang harga per lembar nya puluhan ribu rupiah, menurut saya justru banyak yang lebih murah, dibandingkan dengan saham yang per lembar nya hanya ratusan atau bahkan puluhan rupiah saja.
Dengan melihat kepada Market Cap, kita dapat memiliki cerita yang lebih utuh, yang lebih menggambarkan kondisi keseluruhan perusahaan, sebagai suatu saham, untuk tempat berinvestasi.

Semoga bermanfaat,
Cheers!


2/6/23
23.49 pm

Cara Menentukan Jumlah Dana yang Dibutuhkan untuk Mencapai Kebebasan Finansial – Kalkulator Financial Freedom / FIRE Number Calculation

Handy menyeruput secangkir kopi panas yang tersedia di atas meja teras. Kopi itu baru saja dibuat dengan sedikit campuran susu yang ditakar dengan pas sehingga cocok dinikmati di siang hari yang sejuk. Udara di Interlaken, Swiss memang cukup sejuk meskipun jam menunjukkan pukul 12.00, yang berkisar di antara 9 hingga 16 derajat Celsius.

Sambil membaca buku dan membawa beberapa laporan tahunan perusahaan yang ingin dibacanya, notifikasi masuk di smartphone-nya yang memberikan informasi bahwa minggu depan ia akan menerima dividen dari investasinya di saham LPPF senilai lebih dari 300 juta rupiah, yang kemudian disusul dengan notifikasi dari istri dan anak – anaknya yang mengirimkan foto dari tempat wisata Jungfraujoch, puncak dari daerah Interlaken yang disebut sebagai “Top of Europe”, yang berlokasi sekitar 2 jam perjalanan dari penginapan Handy.

LPPF hanyalah satu dari beberapa investasi saham yang dimiliki oleh Handy. Meskipun tidak lagi bekerja secara aktif, Handy tetap mendapatkan pendapatan yang jauh lebih besar dari kebutuhan sehari – harinya. Sambil tersenyum ia bergumam “enak sekali ya jika sudah mencapai financial freedom, untung saya sudah mulai berinvestasi sejak 25 tahun lalu”.

Nama bapak di atas adalah rekayasa, tetapi storynya adalah nyata. Banyak cara untuk memiliki banyak uang. Tetapi hanya ada 1 cara untuk mencapai kebebasan finansial, yaitu dengan berinvestasi.

Tujuan investasi setiap orang tidak sama. Ada yang berinvestasi sebagai hobi, bahkan ada yang saking hobinya, hasil investasinya nanti, tidak ia gunakan sendiri, tetapi akan disumbangkan seluruhnya ke yayasan sosial seperti Warren Buffett dan Mohnish Pabrai saat mereka berpulang nanti.

Tetapi ada juga yang tujuan investasinya karena mereka tidak ingin hidup mereka hanya bekerja karena membutuhkan uang dan terpaksa menghabiskan lebih dari 70% hidupnya hanya untuk memenuhi basic needs-nya, pada pekerjaan yang sebenarnya tidak disukainya. Tujuan yang menurut saya bagus untuk menjadi cita – cita semua orang. Keluar dari rat – race, kerja – dapat uang – dipakai sampai tak bersisa – kerja lagi – sampai mati.

Lebih masuk akal bekerja untuk mendapatkan kebebasan, daripada bekerja untuk mendapatkan uang banyak

Sebelum melanjutkan saya rasa perlu ada poin yang perlu saya angkat. Di dunia ini ada 2 resource (sumber daya) yang menurut saya cukup penting yaitu mendapatkan kebebasan.
yang pertama adalah uang
yang kedua adalah waktu
Kita bahas …

Orang yang memiliki terlalu banyak waktu, ada kemungkinan ia tidak memiliki uang, biasanya anak yang memang masih belum bekerja, atau memang skillnya kurang dibutuhkan oleh pasar pencari kerja. Dan sebaliknya, seseorang yang memiliki banyak sekali uang, ternyata tidak semuanya memiliki waktu. Bahkan anak – anaknya ada yang hampir tidak pernah melihat orang tuanya dalam 1 tahun.

Untuk seseorang dapat benar – benar merasa bebas (freedom) dalam hidup mereka, keduanya harus dimiliki dengan cukup. Jika kamu memiliki banyak sekali uang, tetapi hari – harimu habis di kantor / tempat kerjamu maka kamu sebenarnya belum mencapai freedom, karena begitu kamu mulai berhenti bekerja, maka uangmu akan berkurang dan pada akhirnya habis. Dan kalau uang mu habis, kamu harus bekerja kembali. Kita hanya akan benar – benar mencapai freedom jika kita hanya memiliki banyak uang, dan juga waktu.

lalu, bagaimana cara untuk (benar – benar) mencapai kebebasan finansial ?

Cukup simpel, urutannya
1. Punya uang banyak
2. Uang banyak di atas, bisa “ditempatkan” di aset (kita sebut saja ini “mesin uang“) yang menghasilkan uang turunan
3. Uang turunan ini, yang digunakan untuk membiayai 2 hal, yaitu
a. Kebutuhan hidup tahunanmu
b. Re-investasi mesin uang agar uang banyakmu di poin no 1, tetap cukup meskipun ada yang namanya inflasi
4. Selesai, sekarang kamu boleh bekerja secara aktif kalau kamu mau, kalau tidak pun, yang penting pastikan mesin uangmu dikelola dengan baik (dengan melakukan proses investasi yang baik, jangan dikit – dikit sok all an, all in)

Untuk artikel ini, pembahasan akan fokus di poin no 1.

Uang banyak itu seberapa banyak?

Jumlah uang (aset produktif) yang dibutuhkan adalah sejumlah nilai aset yang cukup untuk membiayai kebutuhan hidup tanpa aset tersebut kehilangan valuenya, angka ini sering disebut dengan FI/RE number (Financial Freedom / Retire Early Number). Simpelnya, cari uang sebanyak mungkin selama dengan cara yang halal supaya FIRE Number mu cepat tercapai.

Mengapa FIRE Number itu penting?

30 tahun lalu, di mana masyarakat belum hidup di jaman kemajuan teknologi seperti sekarang, sangat sedikit informasi yang bisa didapatkan jika kita mencari tentang sesuatu (jaman pra google), sehingga munculnya internet dan google sangat membantu manusia untuk untuk menemukan informasi yang dibutuhkan. Tetapi di abad ke-21 ini, kemajuan teknologi begitu cepatnya terjadi, kekurangan informasi bukan lagi masalah, masalah sekarang berbalik kepada terlalu banyaknya informasi yang “memaksa” masuk ke perhatian setiap orang, di sosial medianya misalnya.

Tanpa kita memiliki angka yang tangible untuk dijadikan target utama dalam kehidupan finansial, akan sangat mudah kita terdistraksi dengan apa yang ada di lingkungan kita, baik dunia nyata dan terutama di dunia maya. FIRE Number yang jelas membantu kita stay on track.

Bisa kasih contoh FIRE Number?

Adi, usia 30 tahun, memiliki pengeluaran per bulan Rp 20 juta.
Berarti pengeluaran tahunannya adalah Rp 20 juta x 12 = Rp 240 juta.
FIRE Number Adi adalah Rp 6 Miliar.

Dengan memiliki Rp 6 Miliar, Adi akan dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari nya dengan hasil investasinya saja yang mencapai angka Rp 20 juta, tanpa ia harus bekerja lagi secara aktif.

Bagaimana cara menghitung FIRE Number kita, kan setiap orang berbeda angkanya?

Kalau kamu orang matematika, kamu dapat menggunakan rumus geometri untuk mendapatkan jumlah deret nya.
Kalau kamu orang manajemen keuangan, kamu dapat menggunakan rumus Present dan Future Value dengan menggunakan rumus excel / google sheet.
Kalau kamu adalah profesional atau pemilik usaha yang sudah sibuk tetapi tetap ingin mencapai Financial Freedom tanpa ribet membuat rumus dan kalkulatornya, silahkan langsung download kalkulatornya di sini.

Yang sudah download kalkulatornya dan masih merasa kurang paham penggunaan atau interpretasinya, silahkan komen di kolom komentar di bawah ini ya.

CONCLUSION

FInancial Freedom is real.
Saya sudah mengenal sudah cukup banyak orang yang telah mencapai posisi ini, untuk membuktikan kepada saya sendiri bahwa konsep ini proven.
But, please be sceptical enough, there are too much people telling BS about something like – “How to be Financial Free without any effort or any pain”.
Jalan untuk menuju Financial Freedom yang terbaik, dirancang oleh diri sendiri, tidak bisa didapat langsung hanya dengan mengikuti 1 kelas, apalagi hanya modal bot (yang financial freedom yang bikin bot). Start with knowing your FIRE Number, just click here to know your number.

Hope it helps, cheers!
Sampurna,
May 23
02.10 pm


Dividen Yield TOTL yang Sebesar 25% Adalah Bukan Hal yang Perlu Dirayakan, Mengapa?!

Mendapatkan dividen besar karena memegang salah satu saham, umumnya adalah hal bagus yang membuat kita bersemangat, wong diam diam dikasih duit, besar lagi seharusnya senang dong

Apalagi kalau belinya di harga 300 maka dengan dividen 100 per lembarnya kan dapat pendapatan pasif 33%, di mana lagi memangnya kita bisa menemukan instrumen investasi yang bisa kasih kita sebesar itu yield nya, surat utang negara yang kasih 8% per tahun aja sudah tinggi banget. Inilah hal yang terjadi pada pemegang saham TOTL jika memegangnya sebelum bulan Mei 2023.

Tetapi besarnya dividen yield tadi sebenarnya malah menurunkan keyakinan untuk tetap hold TOTL, apa alasannya?

TOTL / Total Bangun Persada, secara singkat adalah perusahaan yang memiliki track record panjang sebagai kontraktor bangunan gedung tinggi seperti apartemen dan perkantoran dengan kualitas High end. Dalam beberapa tahun terakhir, saham perusahaan ini mengalami penurunan yang lumayan signifikan dari sekitar Rp 600 menjadi Rp 300 per lembar sahamnya (dari market cap sekitar 2 Triliun menjadi 1 Triliun)

Seperti kita tahu, jika ingin turut menjadi pemilik suatu perusahaan, kita dapat membeli perusahaan tersebut sehingga kita turut memiliki kepemilikan perusahaan tersebut, tanpa harus memiliki uang triliunan membelinya, dan itu memang adalah tujuan utama kenapa pasar saham itu ada.

Oke, lalu dengan membeli saham TOTL pada sekitar tahun 2020 – April 2023 yang berkisar di market cap 1 Triliun apa yang akan kamu dapatkan?

Di dalam perusahaan Total Bangun Persada, ada salah satu aset likuid yaitu uang kas yang jumlahnya berkisar di antara Rp 800 – Rp 900 Miliar, di mana perusahaan hampir tidak memiliki utang berbunga. Jadi dapat dikatakan secara garis besar, kita dapat membeli barang seharga Rp 1 Triliun lalu mendapatkan cash back sebesar Rp 900 Miliar dalam bentuk kas dan setara kas tadi.

Harga bersih yang kita beli tadi, dapat kita namakan dengan Enterprise Value (EV). Singkatnya, dengan EV yang hanya 100 – 200 Miliaran ( EV = harga beli bersih tadi ), kita akan balik modal hanya dalam waktu 1 – 2 tahun, mengingat kisaran net profit TOTL dalam beberapa tahun terakhir adalah juga berkisar Rp 100 – Rp 200 Miliar per tahunnya.

Hal ini membuat TOTL secara valuasi sangat menarik pada saat itu. Namun pembagian dividen tahun 2023 merubah tesis di atas.

Pada pertengahan Mei 2023, manajemen TOTL mengumumkan
– akan membagian dividen senilai Rp 340 Miliar,
– yang berarti setiap pemegang sahamnya akan menerima dividen Rp 100 per sahamnya, dan
– jika membeli saham TOTL di harga Rp 300, maka setiap uang Rp 10 juta akan “menghasilkan” Rp 3 juta setelah pajak ke kantong masing – masing pemegang sahamnya.

Hanya saja ….

Uang kas yang sebelum pembagian dividen Rp 890 Miliar akan menurun jumlahnya menjadi Rp 540 Miliar saja. Sedangkan bagaimana dengan market cap nya ?
(market cap = nilai perusahaan jika dijual seluruhnya berdasarkan harga saham per lembar terakhir)

Market Cap perusahaan yang dulunya hanya Rp 1 Triliun akan menjadi sekitar Rp 1,5 Triliun, justru karena adanya dividen jumbo tadi membuat harga sahamnya naik menjadi sekitar Rp 420 atau naik sekitar 30% – 40% an.

Dengan adanya perubahan kedua hal di atas, yaitu
– Market cap yang naik menjadi Rp 1,5 Triliun dan
– Cash yang turun menjadi sekitar Rp 550 Miliar, maka
EV perusahaan naik drastis menjadi sekitar Rp 900 Miliar
– Hal ini menyebabkan perkiraan waktu balik modal dengan angka EV yang baru berubah dari 1 – 2 tahun menjadi berkisar antara 4 – 9 tahun.

Kejadian ini membuat “murah” nya valuasi perusahaan yang terlihat pada saat sebelum membagikan dividen jumbo, tidak terlihat lagi dengan jelas (murahnya).

Apakah kalau yang sudah beli TOTL sebaiknya sell?

Dalam pendekatan value investing ada 2 jalur utama yang dapat kita adopsi. Yang pertama adalah jalur value investing 1.0 yang dipopulerkan oleh Ben Graham. Sedangkan yang kedua adalah jalur value investing 2.0 yang dipopulerkan oleh Philip Fisher.

Jika pendekatan kita pada saat membeli TOTL adalah value investing 1.0, di mana kita merasa TOTL menarik karena valuasinya tadi, di mana EV/EBIT yang hanya berada di angka 1 – 2 tahun menjadi 4 – 9 tahun, maka investor tipe ini mungkin dapat mempertimbangkan untuk menjual saham dalam kondisi seperti ini karena adanya penurunan signifikan di margin of safety di saham tersebut.

Namun jika pendekatan value investing 2.0 adalah yang digunakan ketika membeli TOTL (misalnya meyakini ada alasan yang kuat bahwa net profit TOTL akan naik 300% dalam waktu tidak terlalu lama), maka investor tersebut tidak terlalu perlu mempertimbangkan kenaikan EV di atas sebagai alasan untuk menjual saham TOTL. Margin of safety pendekatan ini bukan didapatkan dari valuasi, melainkan prospek perusahaan di masa depan.

Mengenali pendekatan apa yang kita gunakan pada saat kita membeli sahamnya sejak awal, akan sangat membantu kita untuk mengambil keputusan yang lebih baik
, pada saat terjadi suatu perubahan signifikan yang terjadi pada perusahaan (di TOTL perubahan signifikannya dividen yield naik dari rata – rata 6% menjadi 33%), karena mengambil keputusan investasi tanpa kita mengingat apa alasan beli kita akan sangat membingungkan, membuat kita menjadi ragu – ragu, dan membuat kita terlalu mudah untuk menyesal atas hasil yang terjadi.

Hope it helps you make a better decision ahead

Cheers!
20/5/23
01.55

Mulai Investasi Saham Tanpa Memiliki Minimal 1 Dari 5 Kelebihan Ini – Adalah Sama dengan Berencana Untuk Merugi

“Ok, kalau begitu saya mau deh mulai beli saham”
“Saham apa ya yang bagus buat dibeli? Yang bisa cuan banyak begitu …”

Terlalu banyak orang yang memulai investasi saham, dengan tujuan untuk mendapatkan profit maksimal, tanpa mengetahui kelebihan apa yang dia miliki. Kalau kita coba pikir – pikir, jika kamu mau mencoba melamar pekerjaan ( atau melamar pasanganmu ) atau mencoba menarik pelanggan di bisnismu sendiri, hal apa yang kamu lakukan untuk memastikan lawan bicara kita merasa yakin untuk “berinvestasi’ pada ide kita?

Ya tentu saja, memastikan apa yang menjadi “kelebihan” kita dikenalin oleh mereka. Dan, bahkan, keyakinan itu sebenarnya adalah hal yang paling dibutuhkan oleh kita sendiri karena jika kita tidak yakin dengan “apa” kelebihan kita, tentu orang lain akan bisa merasakan bahwa kita tidak benar – benar yakin dengan produk kita.

Dalam kita berinvestasi, sebenarnya usaha yang sama juga harus kamu lakukan. Memulai investasi tanpa mengetahui kelebihan kita sama saja dengan memulai suatu bisnis tanpa mengetahui kelebihan produk yang kita jual. Bukan tidak bisa, hanya saja kamu akan melewatkan banyak peluang.

Hmm oke, lalu bagaimana dong?
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kelebihan dalam investasi saham?
Jangan – jangan saya tidak punya kelebihannya?
Bagaimana cara mendeteksi dan menggunakannya dalam berinvestasi?
Artikel ini akan membahas lebih mendalam tentang kelebihan tersebut, lets discuss more about it.

5 Kelebihan ( edge ) dalam Investasi Saham

Berbeda dengan hampir dengan semua aspek kehidupan lain, dalam berinvestasi tidak selalu hal yang lebih sulit menghasilkan reward yang lebih besar. Malah dalam banyak situasi hal “mudah” memberikan reward yang lebih bagus dibandingkan dengan ide kompleks. Ide investasi level 1 bisa saja memberikan reward yang lebih baik daripada ide investasi level 3. Terus, apa saja kelima levelnya?

Edge dalam investasi :

  1. Kelebihan Waktu ( Time Edge )
  2. Kelebihan Psikologi ( Psychological Edge )
  3. Kelebihan Pengetahuan ( Knowledge Edge )
  4. Kelebihan Analisa ( Analitic Edge )
  5. Kelebihan Informasi Eksklusif ( Internal Edge )

Kita akan bahas secara singkat satu per satu


Time Edge – level 1

contoh :
membeli reksa dana pasar uang dengan estimasi growth 4% / tahun
dengan hanya Rp 5 juta setiap bulan
dalam 30 tahun total dana investasinya akan menjadi Rp 3,5 miliar

Tanggapan pertama biasanya adalah wah lama sekali ya 30 tahun. Tetapi pertimbangkan juga 2 hal ini,
pertama, angka tersebut hampir pasti terjadi, tidak seperti bisnis atau bekerja di suatu perusahaan yang sangat jarang sekali bertahan lebih dari 30 tahun
kedua, kamu tidak perlu melakukan apapun dalam jangka waktu tersebut, uang yang bekerja untuk kita dan bukan sebaliknya

Orang dengan kelebihan ini adalah orang yang relatif masih muda dan punya karakteristik ( mau ) bersabar. Kita tidak punya kecepatan di sini, tetapi hal itu terkompensasi dengan baik pada tingkat kepastian hasilnya.

Psychological Edge – level 2

Tingkat kedua ini sedikit lebih “menantang”, tetapi menurut saya sebenarnya sangat mungkin untuk dilakukan. Psychological Edge adalah kelebihan dalam berinvestasi karena kita lebih mampu untuk tidak melibatkan emosi dibandingkan dengan orang lain

contoh :
( tanpa membahas masalah teknis dulu deh sementara, gak susah kok sebenarnya untuk edge yang ini analisanya )
Hampir semua orang tahu bahwa BBCA adalah perusahaan yang bagus dan di pertengahan 2020 harga sahamnya berada di angka Rp 4.500 dan itu adalah murah sekali. Tetapi karena hampir semua orang takut untuk membeli sahamnya akibat gonjang – ganjing pandemi yang tidak menentu. Padahal hampir semua orang yang takut tersebut sebenarnya juga mengetahui kalau peluang perusahaan Bank Central Asia akan bangkrut adalah sangat kecil sekali. Harga sahamnya per artikel ini ditulis adalah sekitar Rp 8.500

Solid return 80%+ dan sebagai pembanding deposito BBCA sendiri hanya memberikan return 6% dalam periode waktu yang sama

Knowledge Edge – level 3

Memiliki pengetahuan lebih banyak, berarti kita lebih mudah untuk memilih saham perusahaan untuk berinvestasi. Tanpa kita perlu terlalu banyak melakukan analisa, kamu bisa mengetahui banyak informasi yang orang lain tidak miliki.

Contoh :
Salah satu investor terbaik abad – 21 adalah Peter Lynch. Lynch memiliki rekor investasi 29% / tahun sealama 13 tahun karirnya di salah satu perusahaan investasi di Amerika. Dan untuk memberikan konteks, 29% / tahun itu besaaarrrr sekali. Sepengetahun saya dari sekitar 500 an lebih manajer investasi di reksa dana Indonesia, tidak ada yang dapat mencapai hasil lebih dari 20% dalam waktu 5 tahun ( saja ) berturut – turut. Jadi orang ini hebat banget.

Lynch pernah memberikan ide di bukunya, bahwa setiap saham dapat digolongkan ke dalam 6 kategori yaitu saham slow grower, stalwarts, fast grower, cyclical, asset play, dan turnaround. Saya tidak akan terlalu dalam membahas kesemuanya di artikel ini, tetapi kita bisa ambil 1 sebagai contoh untuk menggambarkan bagaimana knowledge edge dapat berguna dalam investasi saham.

Saham tipe keempat adalah cyclical, yang berarti saham dari perusahaan yang memiliki karakteristik usaha yang bersiklus, seperti pada perusahaan pertambangan, konstruksi atau properti. Ada kalanya ketiga sektor usaha tersebut sangat depressed ( nggak ada yang beli atau jualan nggak ada untungnya ) tetapi di waktu lain ada waktunya jualan di 3 sektor tadi untungnya luar biasa besar. Untuk perlu diketahui sebelumnya, bahwa harga saham perusahaan – perusahaan tadi pada umumnya akan mengikuti kinerja perusahaan ( terutama laba dan dividen perusahaan ).

Kalau perusahaan sedang cuan banyak, maka harga sahamnya naik banyak dan sebaliknya, kalau perusahaan sedang ada di masa sulit maka harga sahamnya akan tertekan / tidak naik – naik. Seperti di Jakarta sekarang yang sedang dalam kondisi oversupply properti gedung perkantoran, ya harga saham konstruksi gedung seperti TOTL, NRCA dan WEGE juga akan ikut susah naik.

Nah sekarang, dengan mengetahui bahwa kinerja perusahaan ( beserta dengan harga sahamnya ) bisa naik dan turun mengikuti kondisi bisnis sektornya, apakah ideal kalau kita berencana investasi jangka panjang ( di atas 10 tahun ) pada saham perusahaan bertipe cyclical?

Meskipun tidak bisa dikatakan 100%, tetapi sebagian besar emiten bersiklus harga sahamnya dalam jangka panjang relatif “tidak ke mana – mana”, bahkan meskipun emiten tersebut adalah emiten dengan nama besar seperti ASII ( coba lihat harga saat ini dibandingkan dengan 10 tahun lalu di 2013, return capital gainnya = 0% ).

Hanya dengan mengetahui sedikit informasi tambahan dari pak Peter di atas, kita sudah mendapatkan pilihan strategi yang bagus yaitu jika kamu ingin berinvestasi jangka panjang, pokoknya jangan pilih emiten dengan karakter bersiklus. Inilah yang saya maksud dengan knowledge edge.

Analitic Edge – Level 4

“Kok bisa pak Lo Kheng Hong cuan ribuan persen dari saham UNTR dan INKP? Gimana caranya?”

Berikut logika berpikir pak LKH pada saat itu ( dengan ilustrasi sesimpel mungkin ) …

Pak LKH membeli saham UNTR pada sekitar tahun 1997 / 1998, di mana pada saat itu bidang usaha UNTR adalah bisnis alat berat saja yang utama ( kalau sekarang sudah ada tambang dan kontraktor tambang batubara, tambang emas, konstruksi dan yang terakhir di 2022 mulai masuk ke bisnis tambang nikel ), perusahaannya dikelola dengan baik dan profesional dalam artian perusahaannya tidak pernah tampak melakukan transaksi yang merugikan pemegang saham kecil dan manajemen mampu untuk membawa perusahaan United Tractor untuk mencapai kinerja yang semakin hari semakin baik sebelum tahun 1998 (1)

Untuk diketahui sebelumnya untuk usaha tambang di Indonesia rata – rata mata uang yang digunakan untuk bertransaksi adalah $USD ( dolar Amerika ) (2), termasuk untuk kebutuhan meminjam uang dari bank. Untuk beberapa lama usaha berjalan dengan baik dan normal, dan tentu saja tidak ada fluktuasi signifikan di harga sahamnya sebelum tahun 1997 / 1998. Sampai terjadi krisis finansial di Asia pada 1997 yang kemudian berlanjut pada krisis ekonomi di Indonesia, yang kemudian berlanjut menjadi krisis politik pada 1998 (3).

Krisis politik yang terjadi pada saat itu benar – benar adalah kejadian yang sangat sulit buat Indonesia pada saat itu. Terjadi kerusuhan di mana – mana dan banyak orang yang mau bekerja pun tidak bisa, oleh karena itu kepercayaan dunia Internasional kepada negara Indonesia untuk berinvestasi menjadi turun tajam, beserta juga dengan nilai rupiah pada saat itu. $1 berubah dari Rp 2.000 menjadi Rp 15.000 hanya dalam jangka waktu yang sangat singkat (4). UNTR mendapatkan 2 masalah besar bersamaan, perusahaan kesulitan beroperasi dan utang UNTR tiba – tiba berlipat berkali lipat ( beserta dengan bunga yang harus dibayar ) (5).

Sebagai informasi, kondisi perusahaan yang seperti demikian di banyak kasus adalah sama saja dengan pasti bangkrut. Masalah di waktu itu sangat pelik sehingga harga saham UNTR turun ekstrim hingga menjadi Rp 25 dari Rp 400 an di tahun sebelumnya (6). Kemudian laporan keuangan dari UNTR pada tahun 1998 melaporkan kerugian besar senilai 1 Triliun pada saat itu ( waktu itu harga bakso cuma Rp 500 an semangkok jadi nilai kerugiannya besar sekali jika dinilai di tahun 2023 ), tetapi pak LKH mengetahui kerugian tersebut bukan kerugian operasional melainkan kerugian dari nilai tukar kurs (7).

Karena perusahaan memiliki tata kelola yang baik (1), dan bidang usaha perusahaan sebenarnya dalam jangka panjang kecil peluangnya tidak dibutuhkan lagi ( Indonesia adalah sumber penghasil SDA yang cukup besar dibutuhkan oleh dunia ) (8), maka pak LKH akhirnya memutuskan untuk membeli banyak saham UNTR di harga Rp 250 dengan total pembelian Rp 1,5 Miliar.

Jangan tanya cuannya deh, banyak, harga UNTR pas pak LKH jual Rp 15.000, dan ini adalah cerita sukses yang akhirnya banyak menjadi motivasi banyak orang.

Tetapi sekarang pertanyaan pentingnya, apakah ini bisa / memungkinkan untuk direplikasi?

Apakah notice ada angka – angka di cerita pak LKH tadi dari (1) sampai dengan (8)?

Setiap poin adalah potongan informasi / puzzle yang tidak terlalu berarti jika hanya diketahui satu per satu. Tetapi ketika informasi – informasi tersebut digabungkan ke dalam 1 story ( connecting the dots ) maka akan memberikan “insight” yang very profitable. Inilah yang dimaksud dengan Analitic Edge.


Bagaimana dengan INKP? serupa, connecting the dots style, tapi kita bahas di lain hari deh ya

Edge yang keempat ini yang sering disebut orang – orang sebagai analisis fundamental, menggabung – gabungkan banyak informasi baik dari koran, pekerja, supplier, laporan keuangan perusahaan, laporan tahunan dan sebagainya. Padahal, menurut saya tidak harus investasi saham berbasis fundamental berada pada level analitic edge ini. Seperti pada edge kedua, analisanya hanya BBCA bagus, beli. Tetapi pastikan, kondisi market harus benar – benar depressed pada saat itu.

Internal Edge – level 5

Internal Edge tidak lebih sulit dilakukan daripada Analitic Edge, tetapi saya merasa ini lebih sulit untuk didapatkan. Oh kalau begitu ini semacam Insider trading dong? Tidak harus, ini contohnya …

Jika kamu bekerja di UNTR misalnya, kamu akan mengenal dengan baik budaya perusahaan, kredibilitas direksi dan dewan komisarisnya, peluang usaha dari bisnis yang dijalankan dan banyak informasi yang tidak mudah untuk di akses oleh banyak orang ( terutama analis saham umumnya yang menganalisa segalanya mayoritas hanya dari angka di laporan keuangan ), inilah yang disebut dengan Internal Edge.

Fakta bahwa kamu bekerja di UNTR dan membeli saham UNTR sama sekali tidak melanggar hukum atau kode etik ( malah didukung biasanya oleh jajaran direksi dan komisaris ). Terus kenapa level 5? Apa susahnya?

Yang susah kerja di UNTR-nya! =D

Sangat sedikit orang yang bisa memiliki internal edge. Meskipun tidak harus bekerja di perusahaan tersebut, seperti menjadi supplier atau kontributor di perusahaan tersebut juga memungkinkan untuk mendapatkan internal edge, tetapi tetap tidak mudah untuk menjadi pihak tersebut. Karena itu, saya merasa adalah kelebihan yang sangat berguna, jika kita memiliki internal edge.

Meskipun tidak sering, tetapi saya pernah juga ( cuma modal beruntung ) merasakan ampuhnya internal edge. Ada salah satu emiten yang secara laporan keuangan dari beberapa tahun terakhir saya berasumsi itu adalah perusahaan bagus, sektornya juga defensif dan harga sahamnya murah. Problemnya? Saya tidak punya data sama sekali tentang perilaku manajemen, karena perusahaannya tidak terlalu besar meskipun tbk dan tidak pernah muncul di konfrensi pers atau semacamnya. Tetapi ternyata dalam proses saya membaca beberapa laporan tahunan perusahaan, saya merasa pernah melihat dan mengenali wajah direktur utamanya.

Setelah beberapa saat berusaha mengingat – ingat akhirnya saya menemukan siapa beliau. Ia adalah ayah dari salah satu teman saya ketika berkuliah dahulu. Bingo puzzle terpenting bisa beruntung saya temukan. Singkat kata, beliau adalah orang yang sangat punya integritas. Kok bisa tahu? lah wong saya kenal anaknya, meskipun ( dari anak kita bisa tahu banyak tentang orang tua, but lets discuss another day about this ). Dan saya profit sekitar 50% – 60% dari saham ini dalam 1 tahun lebih.

Poinnya adalah internal edge tidak bisa terlalu bisa diandalkan karena belum tentu kita menemukan informasi semacam ini. Dan internal edge sama sekali bukan informasi bisikan semacam “bentar lagi saham ini bakal ditebangin” atau “psp nya lagi mau buang barang nih”. Internal edge umumnya lebih sulit untuk diketahui dibandingkan dengan informasi tentang UNTR dari pak LKH, hanya saja analisanya yang sulit di kasus UNTR di atas.

======== Conclusion ========

Sekarang, kamu bisa memilih di mana kamu sebagai investor mau mengembangkan kelebihanmu. Masing – masing punya kekuatan tersendiri.

Time edge cocok untuk diaplikasikan orang yang benar – benar sibuk tetapi ingin berinvestasi
Psychological edge cocok untuk diaplikasikan orang yang mampu mengenali dan mengontrol emosi dirinya sendiri
Knowledge edge cocok untuk diaplikasikan orang yang suka baca dan belajar
Analitic edge cocok untuk diaplikasikan orang yang suka baca, belajar, main game probability ( judi, pengartian kata ini tidak selalu negatif ), dan suka analisa hubungan sebab akibat ( intinya suka mikir lah )
Hanya Internal edge yang tidak bisa diaplikasikan kalau memang tidak punya akses / koneksinya.

Nah, sekarang, jika memang kamu berminat untuk menjadi investor, minimal kembangkan salah satu dari kelebiha di atas ya guys, semoga artikel ini membantumu yang ingin mulai berinvestasi saham. Cheers!