Sekitar 12 tahun lalu, saya pernah bekerja di salah satu perusahaan FMCG yang cukup besar di Indonesia, memiliki produk yang terkenal dan seringkali menjadi market leader di niche produknya. Dan pada waktu itu, saya cukup beruntung, karena selama 8 tahun berikutnya saya bekerja untuk mengerjakan beberapa proyek pengembangan sumber daya manusia langsung di bawah divisi yang dikepalai oleh CEO-nya. Meskipun CEO-nya adalah generasi kedua dari pendiri perusahaan, namun beliau benar – benar true learner dan good executor. Saya banyak sekali belajar pada saat itu tentang dinamika sebuah bisnis karena saya juga mengerjakan beberapa proyek di beberapa perusahaan yang ia miliki. Dan ada satu hal yang saya notice ketika bekerja sama dengan pak CEO tersebut. He is a reader.
Ketika ada pertemuan yang beberapa kali diadakan di rumahnya, terlihat banyak sekali tumpukan koran dan majalah (ada 3 – 5 koran dan sekitar 2 – 3 majalah) yang ia subscribe. Terlihat juga beberapa buku yang pernah ia baca yang pada saat itu nampak cukup banyak bagi saya (tapi kalau sekarang saya pede buku saya di rak lebih banyak =D joke dikit). Buku – buku, koran dan majalah tersebut terletak di pojok ruang keluarganya yang cukup besar. Dan dari kenampakannya, saya cukup yakin semua bacaan tersebut sudah dibacanya (mungkin dia paham betul istilah “leader is always a reader“.
Nah, lalu terlintas ide yang menurut saya sangat masuk akal sekali pada saat itu. Dikarenakan saya pada saat itu juga ingin jadi orang sukses seperti CEO tersebut, maka saya memutuskan untuk juga subscribe beberapa bacaan yang secara regular beliau baca, yang sebenarnya jika saya ingat – ingat lagi nominal harga beli totalnya cukup mahal juga buat saya pada saat itu, yang saya ingat saat itu adalah koran kompas, majalah SWA, dan Forbes yang tentu banyak membahas tentang bisnis.
Lalu bagaimana hasilnya? Apakah saya belajar banyak dari bacaan – bacaan tersebut?
Ternyata, tidak ….. (dapat knowledge tetapi tidak signifikan).
Koran harian, mingguan, tabloid bisnis setelah beberapa saat lalu saya renungkan lagi, hanyalah merupakan 1 dari 3 jenis bacaan yang esensial untuk dibaca jika kita ingin menjadi pebisnis atau investor yang sukses. Koran dan tabloid adalah kelompok bacaan “opportunity update” (nanti akan kita bahas lebih dalam di bawah).
Saya melewatkan beberapa (atau mungkin banyak sekali) jenis bacaan yang pertama dan kedua. Bacaan seperti apa itu? Mari kita bahas dengan lebih dalam pada thread ini.
================
Membaca banyak tidak selalu benar, tetapi kurang membaca pasti tidak benar
Setalah dalam beberapa tahun terakhir ini membaca (dan juga dengerin podcast dan seminar atau semacamnya), saya menyimpulkan bacaan sebenarnya ada 3 golongan :
1. Yang utama dan yang paling penting, bacaan tentang how to operate / how to think
2. Berikutnya, bacaan tentang benchmarking
3. Yang terakhir barulah, bacaan tentang scouting / opportunity update
Menitik beratkan bacaan kepada salah satu golongan saja tidak akan pernah membuat kita menjadi seorang pebisnis / investor yang baik, berapa banyakpun kita baca di salah satu golongan bacaan saja.
How to Operate – reading
Saya selalu beranggapan, investasi (saham/bisnis) seharusnya adalah game yang simpel untuk dimainkan. Ibarat Playstation, yang tombolnya hanya 2, buy dan sell. Sudah 2 itu saja.
Jadi mudah dong? eh tunggu dulu, Charlie Munger, tangan kanan Warren Buffett sudah pernah memperingatkan sebelumnya …..
“Anyone who think investing easy is stup*d”
Meskipun investasi terlihat simpel tetapi sangat jauh dari kata mudah. Dan kesulitan yang terbesar adalah psychology, atau dapat dikatakan penyebab kesulitan yang terbesar adalah diri kita sendiri.
Oleh karena itu sangat penting mempelajari hal – hal seperti,
– bagaimana mengelola keuangan,
– pentingnya tidak ikut arus dalam berinvestasi,
– pemahaman tentang investasi bukan hanya tentang return tetapi juga pengelolaan resiko,
– investasi tidak sama dengan fisika dan matematika karena banyak hal yang seharusnya terjadi tidak terjadi dan sebaliknya,
– serta banyak hal lain yang berkaitan dengan pemahaman kita sebagai manusia, terutama mengenal diri kita sendiri (belum ngomongin tentang teknik sama sekali).
Contoh bacaan golongan pertama ini antara lain :
1. The most important things – Howard Marks (investor dengan kekayaan sekitar Rp 30 Triliun)
2. Principles – Ray Dalio (investor dengan kekayaan sekitar Rp 300 Triliun)
3. Poor Charlie’s Almanack – Charlie Munger (tangan kanan Warren Buffett – net worth sekitar Rp 30 Triliun)
4. Thinking Fast and Slow – Daniel Kahneman (psychologist economic behaviour, peraih nobel, yang bukunya terjual jutaan copy di tahun awal peluncurannya)
Oke, sekarang kita berajak kepada jenis bacaan kedua
Benchmarking – reading
Pak Lo Kheng Hong yang berhasil meraih puluhan bagger di saham UNTR, dapat meraih hasil tersebut, tentu bukan dikarenakan beruntung dan asal all in saja. Beliau tentu memiliki serangkaian cara berpikir yang logis dan kontrarian, sehingga dapat meraih profit ribuan persen di saat hampir semua orang berusaha lari dari saham perusahaan tersebut.
Beruntung, ada pak Lukas Setiaatmaja yang banyak menginisiasi sesi sharing dengan pak LKH sehingga runtutan berpikir pak LKH pada saat membeli UNTR sudah bukan misteri lagi.
Study case seperti contoh di atas adalah jenis bacaan yang kedua. Agar lebih mudah dan memahami sebelum mengambil keputusan investasi, kita perlu untuk belajar dari contoh kasus terbaik, inilah yang disebut dengan benchmarking. Semakin banyak kisah sukses (dan gagal) yang bisa kita pelajari dari orang lain yang telah menjalani keputusan investasinya pada saat itu, maka kita akan semakin mudah menemukan pola / pattern yang nantinya dapat kita gunakan sebagai semi-template untuk investasi kita sendiri di masa depan.
Contoh bacaan golongan kedua ini :
1. favorit saya, One up On Wallstreet dan Beating the Street – Peter Lynch (yang disebut sebagai salah satu manajer investasi tersukses yang pernah ada)
2. Security Analysis dan The Intelligent Investor – Ben Graham & David Dodd (benar 2 buku ini paling terkenal, tapi percayalah jangan baca buku ini sejak awal mulai berinvestasi. Mulailah membaca buku ini saat sudah mulai paham banyak istilah tentang investasi sebelumnya)
3. You Can Be A Stock Market Genius – Joel Greenblatt (manajer investasi dengan record 50% return per tahunnya)
4. Common Stock and Uncommon Profit – Philip Fisher (panutan Warren Buffett dalam menilai perusahaan)
Dan barulah kita sampai pada jenis bacaan ketiga,
Scouting – reading
Bacaan yang ketiga inilah yang paling banyak saya konsumsi di cerita awal artikel ini. Guess what, saya hampir tidak mendapatkan apa – apa yang cukup signifikan berpengaruh ke perjalanan karir bisnis dan investasi saya. Barulah ketika saya memperbanyak bacaan tentang biografi investor / pebisnis sukses (how to operate reading) dan cerita sukses berinvestasi pada saham tertentu (benchmarking reading), semua bacaan ketiga ini menjadi relevan.
Contoh bacaan ketiga ini antara lain :
1. Koran dan majalan mingguan bulanan
2. artikel di internet dan update dari newsletter
3. Update berita (atau gosip) dari rekan investor lain
keseimbangan akan membuat investor dan pebisnis menjadi lebih baik
Ibarat mau ujian akhir matematika,
1. How to operate-nya adalah buku rumus matematika,
2. Benchmarking-nya adalah buku tentang banyak soal latihan beserta cara mengerjakan dan jawabannya
3. Scouting-nya adalah buku ujian real-nya, yang kadang – kadang ujiannya mendadak.
Membaca atau update berita dari kontan atau bisnis.com setiap hari tidak akan membuat kita menjadi investor yang superior karena kita akan melewatkan banyak contoh soal yang serupa, yang sebenarnya dapat dikerjakan dengan rumus mudah yang terlah disediakan di buku rumus.
sehubungan dengan ini, biasanya ada beberapa pertanyaan lanjutan,
Bagaimana kalau sedang malas baca?
1. Mungkin bacaan kita terlalu banyak kepada 1 jenis bacaan, sehingga kita merasa suntuk karena tidak mendapatkan merasa puas dengan pemahaman yang kita miliki. Memang Buffett menyarankan kita banyak membaca annual report, tetapi annual report yang kita baca akan berguna jika kita sudah punya gambaran sebelumnya, bagaimana annual report yang baik dan kurang baik. Hal tersebut hanya akan kita dapatkan di 2 jenis bacaan pertama.
2. Membaca secara bebas, tidak harus sebagai kewajiban, lakukan kegiatan membaca jika memang kita ingin membacanya. There is always residual reading, bacaan yang tidak pernah kita gunakan informasinya. Perasaan rugi waktu, karena bacaan yang kita baca tidak digunakan, akan membuat kita malas membaca.
Start membacanya dari mana?
How to operate adalah bacaan yang paling penting menurut saya. Dan kemungkinan saya membaca terlalu banyak jenis bacaan pertama. Pada kasus saya, saya merasa itu adalah hal yang baik. Kecuali kamu sudah memiliki banyak pengalaman di banyak bisnis, membaca jenis bacaan no 3 saja hanya buang – buang waktu saja.
Berapa proporsi jenis bacaan yang sebaiknya saya baca?
Semakin pemula, semakin besar porsi yang harus kita berikan pada jenis bacaan no 1 dan no 2, semakin pengalaman bisnis dan investasi banyak, semakin titik beratkan pada bacaan no 3. Buffett sekarang ini menghabiskan banyak waktunya pada bacaan no 3.
Apa lagi yang harus diperhatikan dalam membaca?
Ini penting, meskipun menyebalkan,
Bacaanmu hanya berguna, hanya jika, memori tentang bacaan tersebut tersedia untuk kamu gunakan, alias kamu masih ingat apa saja yang pernah kamu baca. Dan salah satu alasan Buffett adalah investor terbaik abad ini adalah karena ia memiliki memori yang sangat baik, yang disebut dengan photographic memory.
Wah, kalau memory saya tidak terlalu baik tidak bisa dong menjadi investor?
Bisa, ada beberapa tips, tetapi kita bahas di artikel berikutnya ya
stay tuned
Sampurna,
16/8/23
01.43 am
Tag: Investasi ala Warren Buffett
Analisa Fundamental Saham ICBP – Part 1 | Kinerja secara ringkas ICBP dalam 10 tahun terakhir
Jika seseorang ingin memulai berinvestasi di aset saham, tentu ia harus memilih terlebih dahulu strategi apa yang ia gunakan. Ada beberapa strategi yang dapat dipilih, tetapi pada umumnya seseorang akan memilih salah satu dari 2 strategi ini. Pendekatan teknikal atau pendekatan fundamental. Dan jika orang tersebut memiliki pendekatan fundamental, ada salah satu saham yang cukup sering dilirik oleh para investor pada kelompok ini, yaitu …
Indofood Customer Based Product atau biasa disebut ICBP
Tidak aneh sebenarnya jika perusahaan ini banyak dibahas, bahkan saham ini juga banyak dipertimbangkan untuk orang yang pertama kali ingin berinvestasi saham. Alasannya, perusahaan dan produknya terkenal dan dikonsumsi oleh banyak konsumen, baik di dalam maupun di luar negeri, dikelola dan dimiliki oleh grup yang cukup dikenal oleh banyak orang di Indonesia, serta menjadi salah satu dari 20 perusahaan terbuka yang paling bernilai di Indonesia. Oleh karena beberapa alasan ini ICBP sering dianggap salah satu pilihan perusahaan paling rendah risiko jika ingin berinvestasi di pasar saham Indonesia.
Benarkah demikian?
Bagaimana kinerja, prospek, kekuatan dan kelemahan, potensi dan risiko perusahaan ini sebagai aset investasi?
Pada kesempatan kali ini, kita akan coba membahas dengan cukup mendalam saham perusahaan ICBP ini, dan materi tentang ICBP ini akan kita bahas dalam beberapa bagian. Oke kita mulai saja,
hope you enjoy it.
Kinerja Laba Rugi ICBP dari Tahun ke Tahun
1. Dalam 10 tahun terakhir, pendapatan ICBP konsisten selalu tumbuh dari Rp 22 T menjadi Rp 65 T (setara CAGR 12%). Tidak pernah sekalipun perusahaan mencatatkan angka pendapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang dapat kita lihat datanya di gambar 1.
2. Pertumbuhan setara 12% per tahun adalah angka yang lebih tinggi dibandingkan inflasi rata – rata Indonesia yang secara tahunan tidak lebih dari 6% secara rata – rata, artinya kenaikan angka penjualan ICBP juga disebabkan oleh kenaikan volume penjualan dan / atau kenaikan marjin laba. Melihat kepada data gambar 2, persentase laba kotor ICBP naik dari rata – rata 27% pada 5 tahun pertama IPO, menjadi sekitar 35% pada 5 tahun terakhir. Hal ini membuktikan kenaikan pendapatan ICBP bukan hanya dikarenakan inflasi.
3. Senada dengan kenaikan pendapatan dalam 10 tahun terakhir, laba usaha dan laba bersih ICBP juga naik cukup konsisten per tahunnya. Laba usaha naik dari Rp 2,8 T menjadi Rp 13,3 T (CAGR 17%) dan laba bersih naik dari Rp 2,1 T menjadi Rp 4,6 T (CAGR 8%) seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.
Yang menjadi catatan khusus adalah, laba bersih pada tahun buku 2022 sebenarnya tidak mencerminkan kinerja sebenarnya dikarenakan adanya kerugian non – operasional berupa kerugian nilai tukar mata uang asing, yang sebenarnya tidak benar – benar merupakan kerugian. Hal ini akan kita bahas di bagian pembahasan yang berikutnya.
4. Jika melihat kepada nilai buku perusahaan (ekuitas / kekayaan bersih perusahaan), value perusahaan naik dari Rp 11,4 T menjadi Rp 36,5 T dalam waktu 10 tahun terakhir, kenaikan ini setara dengan CAGR 12%, artinya perusahaan dalam rentang waktu tersebut berhasil menumbuhkan nilainya secara keseluruhan. Angka – angka tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
5. Semua performa perusahaan yang ditunjukkan pada poin – poin di atas sebenarnya tidak berarti apa – apa jika dalam perjalanan hidup perusahaan, arus kas operasional tidak benar – benar masuk ke dalam perusahaan. Apakah perusahaan benar – benar mencetak uang kas bagi pemegang sahamnya?
Konfirmasi tersebut dapat kita amati pada gambar 4. Dalam 10 tahun terakhir, ICBP ternyata juga terus menaikkan kinerja arus kas operasionalnya dari Rp 3 T menjadi Rp 9 T (setara CAGR 11%).
Hal ini menggambarkan bahwa laba rugi yang diakui oleh perusahaan selama 10 tahun terakhir adalah secara garis besar adalah pengakuan yang masih masuk akal karena kenaikan laba bersih termasuk senada dengan angka arus kas operasional yang juga mengalami kenaikan.
Lalu bagaimana dengan kinerja ICBP jika dilihat dari perkembangan terkini?
6. Jika dalam 10 tahun terakhir penjualan ICBP naik dengan CAGR 12%, maka angka yang lebih baik ditunjukkan dengan melihat perkembangan terakhir sejak tahun 2020. Dalam 2 tahun terakhir, CAGR pendapatan ICBP adalah 18%, sedangkan laba usaha memiliki CAGR 21%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja terkini dari ICBP justru lebih baik lagi daripada performa di tahun – tahun sebelumnya (yang sebenarnya sudah cukup baik).
Meskipun laba bersih justru turun, tetapi hal tersebut disebabkan oleh kejadian yang seharusnya tidak berulang dan permanen, yaitu beban nilai tukar mata uang dan beban bahan baku yang naik dikarenakan harga gandum (bahan utama mi instan) yang naik selama tahun 2022.
7. Dan salah satu hal yang menarik adalah, kenaikan pendapatan sebesar 18% per tahun dan kenaikan laba usaha sebesar 21% per tahun, hal tersebut diwujudkan hanya dengan menambahkan aset tetap sebesar 4% per tahunnya (gambar 7).
Hal tersebut menggambarkan bahwa perusahaan adalah “mesin pendapatan” consumer goods yang cukup efektif karena hanya dengan pertumbuhan aset tetap 4% dapat menghasilkan pertumbuhan penjualan 18%.
*Bandingkan dengan UNVR yang di tahun 2017 – 2019 membutuhkan kenaikan aset tetap 4% untuk menghasilkan pertumbuhan sales “hanya” 2%, yang pada akhirnya manajemen Unilever Global memutuskan untuk “menarik” modal keluar Indonesia yang ditunjukkan dari jumlah dividen yang lebih besar dari net profit dalam 10 tahun terakhir dan juga penurunan signifikan belanja modal dan penurunan nilai aset tetap.
8. Dan untuk poin terakhir pada pembahasan kali ini, salah satu metrik yang cukup penting sebagai pertanda apakah sebuah perusahaan berjalan dengan efektif dan efisien adalah Return on Equity (ROE). dalam 12 tahun terakhir ROE ICBP berada di rata – rata 19% (untuk ROE bisa dibandingkan dengan deposito sekitar 4% atau obligasi negara sekitar 5%-7% per tahunnya) yang tentu menggambarkan secara umum bahwa perusahaan ini adalah pencetak laba yang cukup baik.
——————————————————————–
Oya, buat kalian yang ingin mendapatkan data 8-Filings ICBP di atas dalam bentuk Excel, kalian bisa mengunduhnya di sini. Dan untuk kalian yang ingin membeli 8-Filings dari emiten lain untuk kebutuhan analisa fundamental saham, silahkan untuk klik link ini.
Oke, sampai di sini dulu pembahasan ICBP pada bagian pertama ini. Pada bagian berikutnya kita akan coba bahas mengenai profil dari mana saja sumber pendapatan ICBP karena kita tahu bahwa selain mi instan ada beberapa sumber pendapatan lain dari ICBP yang dapat kita analisa lebih lanjut.
Bagian berikutnya selain membahas profil pendapatan, juga akan membahas profil beban ICBP sekaligus kita akan membahas fakta – fakta menarik yang akan muncul hanya jika kita menilik pada detail catatan – catatan kali pada laporan keuangan ICBP selama beberapa tahun terakhir ini.
jadi stay tuned di Redwood Investing.
Cheers!
20/7/23
01.06 am
Warren Buffett adalah Investor Terbaik Abad 20 – Ini Alasannya
Belajar memang bisa dari siapa saja, termasuk untuk mempelajari bisnis dan investasi. Ada yang belajar secara resmi dengan mengikuti sekolah bisnis, tetapi kita juga bisa belajar secara non-formal. Belajar secara non-formal bisa dengan mengamati keluarga kita yang pebisnis, atau dengan mengenal dan memiliki mentor yang dapat menunjukkan jalan yang terbaik menurut pengalaman mereka, atau kita juga dapat memilih mentor yang merupakan investor kelas dunia meskipun mereka tidak secara langsung mengenal dan secara langsung berdiskusi dengan kita.
Lo Kheng Hong adalah salah satu contohnya. Dengan belajar dari mentor tidak langsungnya yaitu Buffett, ia dapat ikut merasakan profit yang sangat signifikan dari berinvestasi di pasar saham tanpa harus dimentor secara langsung oleh sang “Oracle of Omaha” julukan Buffett.
Lalu mengapa Warren Buffett – lah yang dijadikan oleh pak LKH sebagai panutan untuk mempelajari investasi? coba kita sedikit kulik pada artikel ini. Semoga bermanfaat.
Mengapa Warren Buffett adalah investor terbaik abad 20?
Ada beberapa alasan yang menunjukkan bahwa Buffett adalah investor terbaik yang pernah ada terutama di abad 21, berikut beberapa alasannya :
1. Memiliki track record pertumbuhan aset bersih 20% per tahunnya, selama hampir 60 tahun, tanpa menggunakan leverage (hutang berbunga) yang signifikan.
Memang beberapa investor memiliki tingkat pertumbuhan aset tahunan yang lebih besar seperti
– Peter Lynch 13 tahun dengan 29% annual growth
– Jim Simmons 20 tahun dengan 40% annual growth
Tetapi untuk mendapatkan pertumbuhan dengan nilai lebih dari 15% selama kurun waktu lebih dari 40 tahun, adalah sangat amat sulit untuk dilakukan.
Dengan pertumbuhan 20% selama kurun waktu 60 tahun, maka uang senilai Rp 100 ribu akan menjadi sekitar Rp 2,2 miliar. Insane return! next ….
2. Cara Investasi Buffett sangat mudah untuk dimengerti dan paling memungkinkan untuk dipelajari dan dipraktekkan oleh investor lain, bahkan meskipun orang tersebut bukanlah orang dari background finance.
Beberapa dari pengikut Buffett bahkan sudah dapat dikatakan sebagai guru investing bagi banyak investor lain seperti Bill Ackman, Mohnish Pabrai, Tom Gayner, Chuck Akre, Tom Russo, Seth Klarman, Li Lu, Joel Greenblatt dan yang paling terkenal dari Indonesia, Lo Kheng Hong.
3. Warren Buffett adalah satu – satunya 10 orang terkaya di dunia yang tidak menciptakan produknya sendiri.
Jika kita melihat kepada beberapa orang penyandang status sebagai orang terkaya. Hampir semuanya adalah seorang founder (pendiri perusahaan) seperti Elon Musk (Tesla), Jeff Bezos (Amazon), Bill Gates (Microsoft), Larry Page (Google & Youtube). Dalam kasus Buffett, perusahaannya Berkshire Hathaway adalah perusahaan yang ia beli dari pemilik aslinya, yaitu Seabury Stanton di sekitar tahun 1965.
dan fakta ini bukan menunjukkan bahwa Buffett inferior dibandingkan orang terkaya lain, justru hal ini menunjukkan keahlian utama Buffett adalah sebagai investor, bukan sebagai pencipta produk.
4. Buffett adalah seorang guru dan mentor yang sangat baik dan efektif
Sebagai orang yang sangat suka melakukan sharing terutama kepada anak muda, Buffett tidak hanya bercerita tentang bagaimana cara mendapatkan uang dengan berinvestasi, tetapi menunjukkan kepada dunia bahwa memiliki karakter yang baik akan sangat membantu menjadikan kita investor yang baik
seperti contohnya tentang kemandirian berpikir, kesabaran, kesederhanaan, kejujuran (agar dipercaya orang dan akhirnya orang senang berbisnis dengan kita), ketekunan dan juga pemikiran “low expectancy”.
Semua ilmu yang dibagikan oleh Buffett kepada banyak orang selalu dilakukan dengan menggunakan bahasa yang sangat mudah dicerna, tidak pernah menggunakan jargon – jargon yang sulit untuk dimengerti, apalagi menggunakan rumus – rumus yang rumit. Dan yang terpenting, Buffett selalu dapat menyederhakan sebuah ide rumit, agar dapat dicerna dengan mudah dan cepat oleh hampir semua orang.
Conclusion
Tidak heran mengapa banyak orang (termasuk saya) yang ingin belajar dari Buffett, cara yang sudah terbukti, replicable dan penjelasan yang sangat mudah untuk dicerna, tentu tidak salah jika banyak orang menyebutkan Buffett adalah investor terbaik abad 20. Acara rapat pemegang saham tahunan yang diadakan, yang sering kali dihadiri oleh lebih dari 40.000 pemegang saham yang datang dari seluruh dunia, merupakan bukti pendukung tentang status Buffett sebagai “Oracle of Omaha”.
13/7/23
01.18 am