Redwoodinvesting

Analisa Fundamental Saham ICBP – Part 2 | ICBP Disebut Sebagai Wonderful Company di Indonesia, layakkah? – Penjelasan 6 Segmen Pencetak Laba ICBP

Semua konten yang dibuat oleh “Redwood Investing” adalah untuk edukasi dan hiburan saja. Informasi ini tidak ditujukan mengarahkan siapapun untuk membeli dan menjual suatu aset atau securities tertentu. Sebelum mengeksekusi keputusan investasi, lakukan analisa secara mandiri yang mendalam, analisalah apakah cara tertentu cocok dengan diri investor masing – masing. Pertimbangkan untuk mencari pendapat pihak profesional penasehat investasi jika merasa membutuhkan. “Redwood Investing” tidak bertanggung jawab atas segala keputusan investasi yang dibuat oleh masing – masing investor.

Bagian ini adalah bagian kedua dari analisa bisnis (dan sebagai saham) dari PT Indofood CBP.
Bagian pertama dapat dilihat dengan klik link ini.
Data lengkap 8Filings yang akan digunakan pada artikel ini juga dapat di download di sini.
Ok, let’s jump in.

Gambar 8 – Sumber : 8-Filings ICBP

9. Meskipun perusahaan ini memang memiliki 5 lini usaha lain selain segmen mie instan (produk susu, makanan ringan, penyedap makanan, minuman dan segmen nutrisi), tetapi segmen mie instan adalah kelompok bisnis yang memberikan sumbangan terbesar untuk perusahaan di sisi total nominal penjualan dan persentase laba kotor-nya (gambar 8). Tentu tidak aneh, karena memang produk tersebut yang paling digemari di Indonesia dan bahkan beberapa negara lain (di Indonesia pangsa pasarnya bahkan mencapai lebih dari 70% lebih). Namun ada satu hal yang lebih menarik melihat gambar 9.

Gambar 9 – Sumber : 8-Filings ICBP / open image in a new tab untuk melihat gambar lebih besar

10. Dalam 3 tahun terakhir, perusahaan dan manajemen ternyata berhasil meningkatkan secara signifikan laba usaha segmen terbesarnya, baik secara nominal, dan juga secara persentase laba usahanya. Dari rata – rata 16% di 3 tahun pertamanya sejak IPO, menjadi sekitar 23% di 3 tahun buku terakhir. Peningkatan ini termasuk signifikan, karena dengan efisiensi di sisi operasional ini, ICBP mampu menaikkan laba usaha segmen ini sebesar 500% (Rp 2 T menjadi Rp 10 T) dengan hanya menaikkan total penjualan sebesar 350% (Rp 13 T menjadi Rp 47 T) dalam jangka waktu 12 tahun. Untuk sebuah perusahaan yang sudah besar sejak awal IPO, kenaikan ini adalah cukup tinggi.

Gambar 10 – Sumber : 8-Filings ICBP

11. Memang tidak semua segmen dari ICBP berkembang seperti yang diharapkan oleh manajemen. meskipun hampir semua segmen mencatatkan pertumbuhan penjualan dalam 12 tahun (gambar 10) terakhir semenjak IPO, segmen minuman ternyata belum menunjukkan kinerja yang diharapkan. Meskipun mencatatkan pertumbuhan penjualan yang signifikan (24% / tahun dalam 9 tahun terakhir), tetapi secara keseluruhan sejak segmen ini diinisiasi perusahaan masih menanggung kerugian jumbo sebesar lebih dari Rp 1,7 Triliun. Hanya saja, ada sedikit kabar baik dari segmen ini, yaitu dalam 2 tahun terakhir telah mulai mencatatkan keuntungan pasca menghentikan kerjasama dengan pepsi dalam penjualan “Pepsi“, “Mirinda“,dan “7Up“, meskipun harus dibayar mahal dengan efektifitas penjualan yang tidak maksimal, karena hanya mencatatkan persentase laba usaha tidak lebih dari 5% (bandingkan dengan segmen mie instan yang memiliki laba usaha konsisten lebih dari 20%).

Lalu bagaimana dengan bahan baku yang digunakan, bukankah dalam 1 – 2 tahun terakhir banyak terjadi kenaikan harga komoditas? sampai – sampai salah satu pihak dari kementerian “terkait” menyampaikan berita tentang kenaikan harga gandum sebagai bahan baku mie instant akan membuat harga mie instan bisa naik sampai 3 kali lipat? kita lompat ke gambar 11.

Gambar 11 – Sumber : 8-Filings ICBP

12. Benar memang ada kenaikan bahan baku secara persentase pada tahun 2022 (pasca perang Rusia – Ukraina) dibandingkan dengan kondisi pada 2019. Tetapi kenaikan tersebut hanyalah sebesar 5% yang dapat terlihat dari % terhadap COGS (harga bahan baku) pada 4 tahun terakhir.

Ada beberapa hal yang kemungkinan menjadi penyebab “mild“-nya kenaikan bahan baku.
Pertama, bahan baku mie instan bukan hanya gandum, sekitar 30% – 40% biaya bahan baku adalah minyak goreng (iya harus digoreng dulu sebelum masuk ke bungkus), yang penasaran bisa lihat video proses pembuatan mie instan di sini. Bahan baku lainnya adalah kemasan yang berkisar sekitar 10% dari biaya bahan baku, bukan bungkus plastik yang buat packaging-nya saja, karton jangan lupa dihitung.
Kedua, kemungkinan lain adalah ICBP meminta “tolong” kepada saudara nya yaitu Bogasari dan Indoagri dari INDF untuk memberikan special price untuk tepung dan minyak goreng yang digunakan.
Ketiga, kemungkinan lainnya adalah, manajemen, sebegitu bagusnya dalam memitigasi resiko, dengan melakukan pembelian futures gandum di harga tertentu, sehingga dampak kenaikan COGS tidak terasa langsung.
Dan keempat, yang terakhir, ICBP sangat mungkin pass on kenaikan harga tersebut kepada konsumen. Menurut info yang saya dapatkan dari para distributor Indomie, produk mie-nya naik sebesar Rp 100 – Rp 200 perak saja. Ngga terlalu berimpact seharusnya kalau memang cocok dengan produknya kan?

Gambar 12 – Sumber : 8-Filings ICBP

13. Secara grup ICBP keseluruhan, manajemen juga berhasil menurunkan rata – rata biaya bahan baku dari sekitar 60% di 2012 – 2013 menjadi sekitar 52% di 2 – 3 tahun terakhir (gambar 12).

Gambar 13 – Sumber : 8-Filings ICBP

“Tapi bang, teman saya bilang ICBP sudah tidak sebagus dahulu, lihat saja laba bersihnya turun dari terus dalam 2 tahun terakhir dari
Rp 6,6 T (2020) menjadi
Rp 6,4 T (2021) dan kemudian menjadi
Rp 4,6 T (2020), kan jelek nih?!”

14. Pada gambar 13 kita dapat melihat dokumentasi kerugian di atas kertas ICBP yang menggunakan denominasi rupiah, dikarenakan adanya selisih kurs. Di samping ICBP memang menerima pembayaran di beberapa negara dengan menggunakan mata uang di negara tersebut seperti USD, SGD, Lira Turki, Yen Jepang, Dinar Serbia, Shilling Kenya, Dinar Maroko dst., maka kerugian Rp 3,4 Triliun akibat perbedaan selisih kurs tersebut “hanya” akan terjadi, jika seluruh mata uang dan aset di negara lain tersebut dikonversi menjadi rupiah IDR. Apa iya mau dirupiahkan semua?

Sebaliknya jika kita melihat pada aset lancar perusahaan yaitu uang kas, ICBP memiliki semua uang tersebut dalam mata uang negara tersebut di beberapa bank luar negeri. Sehingga asumsi saya adalah, kerugian itu sebenarnya tidak pasti terjadi (atau hampir pasti tidak terjadi seperti yang diangkakan di laporan keuangan), meskipun ada kemungkinan bahwa utang berbunga obligasi yang dimiliki ICBP yang harus dibayar dalam USD, akan “memaksa” perusahaan untuk merealisasikan kerugian tersebut.

Tapi jika melihat posisi kas USD ICBP per 31 Desember 2022 sebesar USD 893 juta dan biaya bunga obligasi sebesar USD 130 – 150 juta / tahunnya, sepertinya realisasi kerugian seperti di laporan keuangan kecil kemungkinannya untuk terjadi.

Gambar 14– Sumber : 8-Filings ICBP

15. Tetapi benar, manajemen ICBP sekarang memainkan permainan yang lebih beresiko, dengan meningkatkan jumlah utang berbunga terhadap aset yang dulunya berkisar di bawah 10% aset, menjadi 40% dari aset (gambar 14), yang tentunya memaksa perusahaan harus membayar beban bunga yang berkali lipat dibandingkan tahun – tahun sebelumnya.

16. Lalu bagaimana pak Sampurna kesimpulannya, apakah ICBP ini adalah perusahaan yang benar – benar wonderful company?
Pada artikel berikutnya saya akan coba bahas tentang 2 metriks yang paling baik untuk digunakan untuk melihat kualitas sebuah perusahaan, terutama perusahaan consumer yang diasumsikan memiliki pendapatan yang konsisten.

Saya akhiri part 2 sampai di sini dulu, sampai bertemu di part 3.

Cheers!

Sampurna
9/9/23
02.59 am


================================

What might interest you :

——– Kenali angka bebas finansial-mu klik di sini ——–
——– Financial Plan sebelum mulai invest saham klik di sini ——–
——– Cara untuk sukses berinvestasi saham dengan keberhasilan lebih dari 90% klik di sini ——–

4 Cara Mengingat Data di Laporan Keuangan dengan 80% Lebih Efektif

Mrs Blumkin, adalah seorang wanita kelahiran Rusia, yang memiliki sebuah bisnis perabotan rumah yang sukses di Amerika, tepatnya di daerah Nebraska. Bisnis tersebut menjual perabotan rumah tangga, yang kurang lebih serupa dengan Ikea atau Informa Furnishing di Indonesia. Hanya saja bedanya, Nebraska Furniture Mart adalah toko yang sangat – sangat luas. Diperkirakan toko tersebut memiliki luas sekitar 40.000 m2 hingga 50.000 m2 atau setara dengan 3 – 5 kali luas lapangan sepak bola.

Pada tahun 1983, Bisnis tersebut kemudian dijual oleh keluarga Blumkin, kepada (siapa lagi kalau bukan) Warren Buffett melalui perusahaan Berkshire Hathaway-nya. Buffett membeli 80% dari kepemilikan toko raksasa tersebut, yang dimiliki sampai dengan saat ini (ini link kalau mau lihat tokonya seperti apa).

Wah, terus apa yang aneh? kan memang Buffett kerjaannya beli saham (bisnis). Kan Nebraska Furniture Mart (NFM) sama seperti ketika Buffett membeli bisnis – bisnis sebelumnya. Eh tunggu dulu, Buffett tidak bisa begitu saja membeli saham perusahaan ini karena sebenarnya NFM bukan perusahaan terbuka yang dapat dibeli sahamnya secara bebas. Ia harus menunggu selama belasan tahun, sebelum pemiliknya benar – benar terpikir untuk menjual perusahaannya tersebut untuk keperluan pewarisan kepada anak cucunya. Dan yang benar – benar menarik adalah, selama masa tunggu itu Buffett terus mengikuti dan ingat angka – angka finansial penting dan rasio keuangan NFM tersebut.

Ia pernah bercerita kepada seorang temannya saat sedang mengemudi melewati NFM jauh sebelum Buffett membelinya.
“Toko NFM itu adalah toko yang benar – benar bagus, memiliki penjualan sebesar X, dengan laba usaha sebesar Y, hanya dengan menggunakan luas area penjualan sebesar Y, sehingga NFM ini memiliki ROE sebesar N, suatu hari saya akan membeli bisnis ini”.
Dan saya kok yakin, selain data NFM, Buffett juga hapal banyak data finansial lainnya, selain data NFM. Loh, kok bisa ya dia ingat semua???
Apa kita mau menjadi investor harus hapal isi laporan keuangan saham yang mau kita beli?

Menurut saya jawabannya adalah iya! Mengapa?
Mari kia bahas fenomenanya.

Kita hanya membeli barang yang kita tahu detailnya

Pada umumnya kita tidak rumah tanpa mengetahui ukuran, luas tanah dan luas bangunannya. Kita tidak membeli mobil tanpa mengetahui berapa jumlah seatnya, berapa cc nya dan bahan bakar apa yang digunakan. Orang tua tidak memasukan anak kita ke sekolah tanpa mengetahui metode pembelajarannya, siapa saja saudara / teman yang menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut atau merupakan alumni dari sekolah tersebut. Saya rasa tidak ada orang yang membeli rumah tanpa mengingat berapa ukuran tanah rumah yang akan dibelinya tersebut.

Dan hal tersebut juga seharusnya dilakukan, pada saat seseorang berniat untuk membeli bisnis (saham sebuah perusahaan). Atas dasar inilah, keputusan untuk membeli suatu aset bisnis dapat dilakukan dengan lebih rasional, dan minim “following the herd” karena keputusan yang diambil sebenarnya telah diambil jauh hari sebelumnya atau istilahnya telah melalui pertimbangan lebih matang.

Karena itu, begitu saya menyadari pentingnya hal ini, maka secara otomatis, saya lebih mudah ingat (mungkin unconcious yang bekerja) secara otomatis angka – angka yang berhubungan dengan bisnis yang saya ikuti. Misalnya market cap ULTJ sekitar 20 T, laba bersih BBCA sekitar 30 – 40 T, luas area outlet LPPF adalah sekitar 500 – 600 ribu m2, jumlah tower milik protelindo adalah sekitar 30 ribu, dividen payout ITMG umumnya berkisar antara 50% – 80% dari laba bersih dan seterusnya.

Meskipun tidak perlu mengingat detail sampai ke angka pastinya, tetapi menurut saya penting untuk punya sense background perusahaan – perusahaan yang menarik buat kita. Sehingga kita akan lebih mudah secara otomatis memiliki gambaran besar untuk membandingkan banyak hal. Misalnya, pada saat MTEL IPO, kita secara instan dapat melihat bahwa TOWR dengan PE Rasio 16 – 18 dengan jumlah tower 30 ribu, virtually lebih murah dibandingkan dengan MTEL yang pada saat IPO dihargai di PE Rasio sekitar 60 – 70 dengan jumlah tower (soon to be) 36 ribu.

Wah, rumit juga ya kalau harus ingat banyak data. Oke lah pak Sampurna, katakan memang saya setuju mengingat banyak data itu penting sebelum actual membeli sahamnya, tapi saya tidak mudah mengingat banyak hal seperti pak Buffett di atas lalu bagaimana?

Ada beberapa trik yang bisa kita lakukan, yang menurut saya cukup works on me

1. Repetition is mother all of learningZig Ziglar

Bagaimana cara kita dahulu mengingat tabel perkalian sewaktu SD? meskipun ada metode yang lebih baik, sebagian besar dari kita mengingat perkalian dengan cara mengulang – ulang sampai bosan pasangan angka – angka tersebut. Tetapi yang saya maksudkan bukan mengulang secara sengaja seperti menginat tabel perkalian.

Dengan membaca banyak bacaan, koran misalnya, yang membahas tentang berapa jumlah tower milik MTEL, yang tentu saja subject tersebut akan muncul lebih dari 1 kali di depan mata kita, maka secara otomatis, otak kita akan mengingat dengan sendirinya materi tersebut. Saya tidak pernah secara sengaja mengingat bahwa market cap BBCA adalah Rp 1100 T, tetapi karena pada saat market cap BBCA pertama kali menembus Rp 1 kuadriliun pertama kalinya, hampir semua artikel di internet dan koran tentang bisnis dan investasi ramai memuat informasi tersebut. Tentu hal tersebut tidak mudah dilupakan.

2. Perbanyak studi case, pinjam pengalaman orang lain, dan install di diri kita

Di tahun – tahun awal saya berinvestasi saham, hal terbanyak yang saya baca adalah mengenai pengalaman orang lain yang membeli saham tertentu, beserta alasan detailnnya, dan bagaimana hasilnya (tipikal bacaan no 2). Memang pada awalnya, saya merasa banyak sekali data yang saya baca, dan saya selalu bertanya – tanya pada saat itu, bagaimana orang ini bisa kepikiran untuk menganalisa dengan menggunakan data – data yang banyak tersebut.

Tetapi lama kelamaan, background data mulai terbentuk (data dari banyak bacaan sebelumnya), sehingga membaca tesis / analisa seseorang tidak lagi seberat awal memulai investasi (dan terkadang bahkan kita tahu apa yang disampaikan orang tertentu tidaklah tepat).

Dengan membaca banyak tesis yang dibuat oleh orang lain, kita semakin lama memiliki framework, untuk lebih memberikan perhatian kepada data yang lebih penting dan sekaligus melewati data yang tidak terlalu berpengaruh signifikan. Semakin kita banyak membaca bacaan ini, otak kita akan semakin baik dalam memilih dan mengingat mana yang penting dan sebaliknya.

3. Gunakan bank data, dengan kedalaman informasi yang baik, seperti saya menggunakan 8-Filings

Seingin – inginnya saya untuk memiliki ingatan yang baik dan lengkap tentang angka dan rasio bisnis suatu perusahaan, supaya dapat melakukan analisa yang superior, selalu ada blind spot yang disebabkan oleh 2 hal :
1. Saya lupa datanya
2. Saya belum pernah ingat datanya
Oleh karena itu, saya merasa lebih baik untuk membuat full data fundamental lengkapnya terlebih dahulu (data yang saya sebut dengan 8-filings), sehingga ketika saat benar – benar mulai intens melakukan analisa, angka yang kita butuhkan sudah siap dan lebih dapat memberikan hasil analisa fundamnetal yang lebih runtut.

contoh aplikasinya :
Meskipun banyak hal yang dianggap sebagai penentu integritas manajemen seperti jumlah dividen yang dibagikan atau berapa banyak arus kas operasional yang dihasilkan perusahaan di laporan keuangan, cara favorit saya untuk menganalisa hal ini adalah dengan mencocokkan, apa saja janji / prediksi yang pernah disampaikan oleh manajemen dan kemudian dibandingkan dengan realita apa yang terjadi kemudian hari. Jika dalam 10 tahun terakhir manajemen memprediksi penjualan, laba operasional, laba bersih akan selalu naik pada angka x%, saya merasa perlu dengan cepat untuk akses data realita, apakah memang benar angka – angka tersebut selalu naik, dengan CAGR yang seperti disampaikan. Umumnya, manajemen yang benar – benar baik selalu under promise over deliver.

Contoh lain, manajemen mengatakan sejak bertahun – tahun lalu bahwa manajemen sedang fokus untuk dapat memproduksi produknya dengan lebih efisien tanpa perlu menurunkan harga di pasaran. Cara fact checknya, tinggal saya lihat di data 8-filings 10 tahun terakhir, apakah benar bahwa % Gross Profit Margin perusahaan benar – benar mengalami kenaikan. Jika dalam 10 tahun terakhir malah mengalami penurunan, kita bisa cek balik, apakah ada pernyataan dari manajemen kunci yang menyatakan kesulitannya (atau pengakuannya karena melakukan prediksi tidak tepat). Jika manajemen pada konfrensi pres nya masih tetap saja memuji kinerja mereka sendiri, mungkin kita lebih perlu berhati – hati.

4. Jangan berusaha secara sadar untuk menghapal data, membacalah, hanya jika, kamu tertarik membacanya.

Di tahun 2020, market cap PWON pernah berada di angka sekitar Rp 15 T, laba bersih 2019 adalah Rp 2,7 T, sehingga pernah berada di PE Rasio sekitar 5 – 6, dan market berkesimpulan karena adanya wabah Covid-19 maka PWON akan mengalami tekanan pada pendapatan dan laba bersihnya, dan memang jika kondisi pandemi telah berlalu, maka valuasi PE 6 untuk PWON adalah cukup murah dibandingkan dengan resiko di kualitas perusahaannya.

Pada saat 2020, saya membeli saham PWON, di harga kurang lebih Rp 310 – Rp 320 hanya sekitar 30 menit setelah saya melihat penurunan ARB ke sekian kalinya di beberapa hari terakhir, di mana pada saat itu beberapa hari sebelumnya PWON berada di harga Rp 600 yang berarti penurunan 50% dalam beberapa hari, di salah satu perusahaan yang saya anggap cukup baik dalam sektor bisnisnya.

Kenapa bisa / berani membeli saham dalam waktu hanya sekitar 30 menit?
Karena data tentang emiten tersebut sudah cukup lama saya kenal. Berapa luas area yang disewakan, ROE, % gross dan net profit nya dalam keadaan normal dan sebagainya. Dan data yang saya ingat pada saat itu, bukan data yang saya baru ingat / baca ketika harga sahamnya sudah turun banyak, melainkan sudah jauh sebelum itu karena saya membaca beberapa publikasi dari perusahaan dan dari pihak ketiga lain yang juga bercerita tentang analisa PWON. Membaca PWON di tahun – tahun sebelum 2020 adalah kegiatan having fun saya, terutama dikarenakan saya dan keluarga di Surabaya termasuk kelompok yang telah berulang kali menggunakan jasa dari PWON, yang merupakan raja nya mall di Surabaya.

————————

Conclusion

Membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk menemukan apa saja yang seharusnya kita baca untuk menjadi seorang investor yang lebih baik. However, menemukan apa saja yang layak untuk dibaca tidak akan bermanfaat jika esensi dari apa yang kita baca tidak dapat kita ingat, apalagi jika data tersebut punya pengaruh yang signifikan.

Buat kamu pebisnis / profesional di kantor yang sibuk dan tidak cukup banyak waktu tetapi ingin menjadi investor yang lebih baik, mengetahui ada 3 kelompok bacaan wajib sangatlah krusial, supaya kamu tidak terjebak untuk hanya berkonsentrasi di satu model bacaan saja. Berusahalah untuk menyeimbangkan ketiganya, ketahui kelompok mana yang kita kurang kuasai dan perbanyak bacaan di kelompok tersebut, kecuali sudah berada di level knowledge yang dimiliki Warren Buffett.

Sampurna,
29 Agustus 23
02.48 am

3 Bacaan yang Membuat Seseorang Menjadi Investor yang Lebih Baik Setiap Tahun – 90% Melewatkan Bacaan No 1

Sekitar 12 tahun lalu, saya pernah bekerja di salah satu perusahaan FMCG yang cukup besar di Indonesia, memiliki produk yang terkenal dan seringkali menjadi market leader di niche produknya. Dan pada waktu itu, saya cukup beruntung, karena selama 8 tahun berikutnya saya bekerja untuk mengerjakan beberapa proyek pengembangan sumber daya manusia langsung di bawah divisi yang dikepalai oleh CEO-nya. Meskipun CEO-nya adalah generasi kedua dari pendiri perusahaan, namun beliau benar – benar true learner dan good executor. Saya banyak sekali belajar pada saat itu tentang dinamika sebuah bisnis karena saya juga mengerjakan beberapa proyek di beberapa perusahaan yang ia miliki. Dan ada satu hal yang saya notice ketika bekerja sama dengan pak CEO tersebut. He is a reader.

Ketika ada pertemuan yang beberapa kali diadakan di rumahnya, terlihat banyak sekali tumpukan koran dan majalah (ada 3 – 5 koran dan sekitar 2 – 3 majalah) yang ia subscribe. Terlihat juga beberapa buku yang pernah ia baca yang pada saat itu nampak cukup banyak bagi saya (tapi kalau sekarang saya pede buku saya di rak lebih banyak =D joke dikit). Buku – buku, koran dan majalah tersebut terletak di pojok ruang keluarganya yang cukup besar. Dan dari kenampakannya, saya cukup yakin semua bacaan tersebut sudah dibacanya (mungkin dia paham betul istilah “leader is always a reader“.

Nah, lalu terlintas ide yang menurut saya sangat masuk akal sekali pada saat itu. Dikarenakan saya pada saat itu juga ingin jadi orang sukses seperti CEO tersebut, maka saya memutuskan untuk juga subscribe beberapa bacaan yang secara regular beliau baca, yang sebenarnya jika saya ingat – ingat lagi nominal harga beli totalnya cukup mahal juga buat saya pada saat itu, yang saya ingat saat itu adalah koran kompas, majalah SWA, dan Forbes yang tentu banyak membahas tentang bisnis.

Lalu bagaimana hasilnya? Apakah saya belajar banyak dari bacaan – bacaan tersebut?
Ternyata, tidak ….. (dapat knowledge tetapi tidak signifikan).

Koran harian, mingguan, tabloid bisnis setelah beberapa saat lalu saya renungkan lagi, hanyalah merupakan 1 dari 3 jenis bacaan yang esensial untuk dibaca jika kita ingin menjadi pebisnis atau investor yang sukses. Koran dan tabloid adalah kelompok bacaan “opportunity update” (nanti akan kita bahas lebih dalam di bawah).
Saya melewatkan beberapa (atau mungkin banyak sekali) jenis bacaan yang pertama dan kedua. Bacaan seperti apa itu? Mari kita bahas dengan lebih dalam pada thread ini.

================

Membaca banyak tidak selalu benar, tetapi kurang membaca pasti tidak benar

Setalah dalam beberapa tahun terakhir ini membaca (dan juga dengerin podcast dan seminar atau semacamnya), saya menyimpulkan bacaan sebenarnya ada 3 golongan :

1. Yang utama dan yang paling penting, bacaan tentang how to operate / how to think
2. Berikutnya, bacaan tentang benchmarking
3. Yang terakhir barulah, bacaan tentang scouting / opportunity update

Menitik beratkan bacaan kepada salah satu golongan saja tidak akan pernah membuat kita menjadi seorang pebisnis / investor yang baik, berapa banyakpun kita baca di salah satu golongan bacaan saja.

How to Operatereading

Saya selalu beranggapan, investasi (saham/bisnis) seharusnya adalah game yang simpel untuk dimainkan. Ibarat Playstation, yang tombolnya hanya 2, buy dan sell. Sudah 2 itu saja.
Jadi mudah dong? eh tunggu dulu, Charlie Munger, tangan kanan Warren Buffett sudah pernah memperingatkan sebelumnya …..

“Anyone who think investing easy is stup*d”

Meskipun investasi terlihat simpel tetapi sangat jauh dari kata mudah. Dan kesulitan yang terbesar adalah psychology, atau dapat dikatakan penyebab kesulitan yang terbesar adalah diri kita sendiri.

Oleh karena itu sangat penting mempelajari hal – hal seperti,
– bagaimana mengelola keuangan,
– pentingnya tidak ikut arus dalam berinvestasi,
– pemahaman tentang investasi bukan hanya tentang return tetapi juga pengelolaan resiko,
– investasi tidak sama dengan fisika dan matematika karena banyak hal yang seharusnya terjadi tidak terjadi dan sebaliknya,
– serta banyak hal lain yang berkaitan dengan pemahaman kita sebagai manusia, terutama mengenal diri kita sendiri (belum ngomongin tentang teknik sama sekali).

Contoh bacaan golongan pertama ini antara lain :
1. The most important things – Howard Marks (investor dengan kekayaan sekitar Rp 30 Triliun)
2. Principles – Ray Dalio (investor dengan kekayaan sekitar Rp 300 Triliun)
3. Poor Charlie’s Almanack – Charlie Munger (tangan kanan Warren Buffett – net worth sekitar Rp 30 Triliun)
4. Thinking Fast and Slow – Daniel Kahneman (psychologist economic behaviour, peraih nobel, yang bukunya terjual jutaan copy di tahun awal peluncurannya)

Oke, sekarang kita berajak kepada jenis bacaan kedua

Benchmarkingreading

Pak Lo Kheng Hong yang berhasil meraih puluhan bagger di saham UNTR, dapat meraih hasil tersebut, tentu bukan dikarenakan beruntung dan asal all in saja. Beliau tentu memiliki serangkaian cara berpikir yang logis dan kontrarian, sehingga dapat meraih profit ribuan persen di saat hampir semua orang berusaha lari dari saham perusahaan tersebut.

Beruntung, ada pak Lukas Setiaatmaja yang banyak menginisiasi sesi sharing dengan pak LKH sehingga runtutan berpikir pak LKH pada saat membeli UNTR sudah bukan misteri lagi.

Study case seperti contoh di atas adalah jenis bacaan yang kedua. Agar lebih mudah dan memahami sebelum mengambil keputusan investasi, kita perlu untuk belajar dari contoh kasus terbaik, inilah yang disebut dengan benchmarking. Semakin banyak kisah sukses (dan gagal) yang bisa kita pelajari dari orang lain yang telah menjalani keputusan investasinya pada saat itu, maka kita akan semakin mudah menemukan pola / pattern yang nantinya dapat kita gunakan sebagai semi-template untuk investasi kita sendiri di masa depan.

Contoh bacaan golongan kedua ini :
1. favorit saya, One up On Wallstreet dan Beating the Street – Peter Lynch (yang disebut sebagai salah satu manajer investasi tersukses yang pernah ada)
2. Security Analysis dan The Intelligent Investor – Ben Graham & David Dodd (benar 2 buku ini paling terkenal, tapi percayalah jangan baca buku ini sejak awal mulai berinvestasi. Mulailah membaca buku ini saat sudah mulai paham banyak istilah tentang investasi sebelumnya)
3. You Can Be A Stock Market Genius – Joel Greenblatt (manajer investasi dengan record 50% return per tahunnya)
4. Common Stock and Uncommon Profit – Philip Fisher (panutan Warren Buffett dalam menilai perusahaan)

Dan barulah kita sampai pada jenis bacaan ketiga,

Scouting – reading

Bacaan yang ketiga inilah yang paling banyak saya konsumsi di cerita awal artikel ini. Guess what, saya hampir tidak mendapatkan apa – apa yang cukup signifikan berpengaruh ke perjalanan karir bisnis dan investasi saya. Barulah ketika saya memperbanyak bacaan tentang biografi investor / pebisnis sukses (how to operate reading) dan cerita sukses berinvestasi pada saham tertentu (benchmarking reading), semua bacaan ketiga ini menjadi relevan.

Contoh bacaan ketiga ini antara lain :
1. Koran dan majalan mingguan bulanan
2. artikel di internet dan update dari newsletter
3. Update berita (atau gosip) dari rekan investor lain

keseimbangan akan membuat investor dan pebisnis menjadi lebih baik

Ibarat mau ujian akhir matematika,
1. How to operate-nya adalah buku rumus matematika,
2. Benchmarking-nya adalah buku tentang banyak soal latihan beserta cara mengerjakan dan jawabannya
3. Scouting-nya adalah buku ujian real-nya, yang kadang – kadang ujiannya mendadak.

Membaca atau update berita dari kontan atau bisnis.com setiap hari tidak akan membuat kita menjadi investor yang superior karena kita akan melewatkan banyak contoh soal yang serupa, yang sebenarnya dapat dikerjakan dengan rumus mudah yang terlah disediakan di buku rumus.

sehubungan dengan ini, biasanya ada beberapa pertanyaan lanjutan,

Bagaimana kalau sedang malas baca?
1. Mungkin bacaan kita terlalu banyak kepada 1 jenis bacaan, sehingga kita merasa suntuk karena tidak mendapatkan merasa puas dengan pemahaman yang kita miliki. Memang Buffett menyarankan kita banyak membaca annual report, tetapi annual report yang kita baca akan berguna jika kita sudah punya gambaran sebelumnya, bagaimana annual report yang baik dan kurang baik. Hal tersebut hanya akan kita dapatkan di 2 jenis bacaan pertama.
2. Membaca secara bebas, tidak harus sebagai kewajiban, lakukan kegiatan membaca jika memang kita ingin membacanya. There is always residual reading, bacaan yang tidak pernah kita gunakan informasinya. Perasaan rugi waktu, karena bacaan yang kita baca tidak digunakan, akan membuat kita malas membaca.

Start membacanya dari mana?
How to operate adalah bacaan yang paling penting menurut saya. Dan kemungkinan saya membaca terlalu banyak jenis bacaan pertama. Pada kasus saya, saya merasa itu adalah hal yang baik. Kecuali kamu sudah memiliki banyak pengalaman di banyak bisnis, membaca jenis bacaan no 3 saja hanya buang – buang waktu saja.

Berapa proporsi jenis bacaan yang sebaiknya saya baca?
Semakin pemula, semakin besar porsi yang harus kita berikan pada jenis bacaan no 1 dan no 2, semakin pengalaman bisnis dan investasi banyak, semakin titik beratkan pada bacaan no 3. Buffett sekarang ini menghabiskan banyak waktunya pada bacaan no 3.

Apa lagi yang harus diperhatikan dalam membaca?
Ini penting, meskipun menyebalkan,
Bacaanmu hanya berguna, hanya jika, memori tentang bacaan tersebut tersedia untuk kamu gunakan, alias kamu masih ingat apa saja yang pernah kamu baca. Dan salah satu alasan Buffett adalah investor terbaik abad ini adalah karena ia memiliki memori yang sangat baik, yang disebut dengan photographic memory.

Wah, kalau memory saya tidak terlalu baik tidak bisa dong menjadi investor?
Bisa, ada beberapa tips, tetapi kita bahas di artikel berikutnya ya

stay tuned
Sampurna,
16/8/23
01.43 am