Redwoodinvesting

Semua Investor & Pemilik Bisnis Sukses Adalah Penjudi yang Baik

Di sekitar akhir tahun 2019 lalu, diberitakan seorang berusia 30 tahun dengan inisial ES ditangkap oleh polisi karena menggadaikan motor temannya tanpa sepengetahuan pemilik. Setelah diselidiki ternyata pelaku menggadaikan barang yang bukan miliknya tersebut dikarenakan hobinya “berjudi” yang menjadi – jadi. Bahkan sebelumnya pelaku juga telah menjual seluruh warisan yang diberikan oleh orang tuanya yang bernilai ratusan juta dan bahkan menggadaikan motornya yang sebelumnya digunakan untuk ia bekerja. Telah diajarkan sejak kita semua bersekolah bahwa “berjudi” adalah perilaku yang buruk yang pada akhirnya akan merugikan siapapun pelakunya.

Namun penulis pada kesempatan ini ingin untuk mencoba melihat “judi” dari kacamata lain, pandangan yang menurut penulis lebih “general”. Mari kita lihat arti kata “judi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menurut KBBI “judi” adalah permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan. Dan pada kamus yang sama ini “berjudi” diartikan sebagai mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula.

Lalu pertanyaan yang muncul dalam pemikiran penulis adalah, lalu bagaimana judi di meja judi bisa dikatakan berbeda dengan seorang pengusaha yang menggunakan modal ( uang ) nya untuk memulai suatu usaha. Bukankah hal tersebut juga dikatakan sebagai “bertaruh” jika mengingat tidak ada jaminan bahwa uang yang dibelanjakan oleh sang pengusaha untuk sewa tempat kerja, membeli kendaraan operasional, membiayai karyawan dan belanja modal yang lain belum tentu balik modal. Dalam beberapa kondisi, usaha start up terkadang dibiayai pula oleh utang kepada pihak bank. Jika usaha tersebut gagal bagaimana pengusaha tersebut mengembalikan dana tersebut kepada pemberi modal?

Atas pemikiran di atas, penulis berusaha untuk mendefinisikan “judi” dalam artian yang lebih luas

Judi adalah kegiatan mempertaruhkan sesuatu untuk hal yang tidak pasti. Dengan definisi tersebut, kita dapat mengambil contoh menonton film di bioskop yang kita belum mengetahui plot ceritanya. Dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp 35.000,- ( atau 2 kali lipat kalau Anda membawa pasangan ) maka kita terekspos risiko bahwa ternyata film tersebut ternyata kurang cocok dengan selera Anda ( Peluang 50/50 – 50% cocok dan 50% tidak cocok ). Jika Anda menyukai film tersebut maka terjadilah good result, dan jika sebaliknya yang terjadi maka terjadilah bad result.

Tentunya hampir semua orang berusaha agar semua deal yang kita lakukan berujung pada good result. Berkaca pada contoh menonton film di atas, apa yang bisa Anda lakukan supaya kita mendapatkan good result ? Ya Benar, kita melakukan search terlebih dahulu melalui internet bagaimana sinopsis cerita tersebut, siapa saja aktornya, siapa production house nya dan apakah kita pernah mendengar cerita itu sebelumnya. Katakan Anda menyukai film action dan aktor Liam Neeson, maka peluang Anda menyukai film berjudul “TAKEN“, “NONSTOP“, ataupun “UNKNOWN” adalah berkisar 80/20 ( 80% kemungkinan menyukai film tersebut dan 20% kemungkinan tidak menyukainya )

Di sisi lain, contoh yang berkebalikan dengan “judi” adalah kegiatan jual beli kebutuhan yang sehari – hari kita lakukan, misalnya kita membeli 1 liter pertalite dimana kita pasti akan mendapatkan jumlah volume 1 liter dengan biaya yang pasti yaitu Rp 7.650,- ( 2020 ) dan tidak ada opsi lain selain kondisi tersebut. Maka kita mendapatkan hasil yang hampir mendekati 100/0. Namun berapa banyak hal di dunia ini yang memiliki probabilitas 100/0 seperti pada saat kita membeli pertalite ? Not so much

Oke, Lalu apa kaitannya penjelasan di atas dengan penjudi yang ditangkap oleh polisi di awal artikel ini dan juga apa kaitannya dengan berinvestasi?

Jika kita mencoba untuk merefleksikannya kembali, maka ada persamaan antara judi kartu di meja casino dengan menyekolahkan anak kita di sekolah terbaik dengan biaya yang tidak murah, yaitu adanya ketidakpastian. Apakah ada yang bisa menjamin 100% bahwa dengan bersekolah di sekolah X akan membuat anak pasti sukes? Sebaliknya judi negatif dengan bermain kartu ( yang sering membuat orang bangkrut ) juga tidak selalu berujung kekalahan.

Namun ada satu perbedaan yang mendasar antara judi yang baik dan judi yang buruk, yaitu ada di Disparitas Peluang antara kemungkinan good result dengan bad result. Yang dimaksud dengan disparitas peluang di sini adalah perbedaan kemungkinan berhasil dibandingkan dengan kemungkinan gagalnya. Kita asumsikan saja peluang yang baik adalah 70/30 dan semakin tinggi dari 70% adalah semakin baik. Dan hal ini kemudian menjawab mengapa seorang yang punya kebiasaan berjudi kartu di meja judi umumnya berakhir dengan kebangkrutan.

  1. Dikarenakan orang tersebut bermain di permainan di mana peluang menang lebih kecil daripada peluang kalah, contoh permainan Roullette ( 49/51 ), permainan dadu ( 17/83 ), dan tipikal permainan di casino lainnya. Pengelola Casino tidak akan membuka usaha dan terus menawarkan makanan dan entertainment gratis jika mereka tidak menghasilkan keuntungan bukan?
  2. Faktor psikologis, manusia banyak sekali memiliki bias ketika berhadapan dengan keadaan yang tidak pasti. Sebagai contoh, ketika seseorang yang sudah kecanduan judi dadu, hampir tidak ada pemain yang berhenti bermain kecuali ketika uangnya sudah habis ( sangat jarang ada orang yang berhenti bermain ketika menang, kenapa harus berhenti jika menang? ). Ketika telah menang berturut turut dan kemudian mengalami kekalahan, seseorang biasanya juga merasa penasaran dan tetap mencoba terus.

Di sisi lain yang jarang disebutkan sebagai judi, sebenarnya ada “judi” yang baik jika kita mengambil keputusan berdasarkan kemungkinan probabilitas dan pengelolaan emosi yang baik. Bersekolah ( atau kuliah ) di tempat yang baik adalah salah satunya. Peluang diterima bekerja di perusahaan yang baik akan meningkat semakin besar ( asumsi 70/30 ) jika dibandingkan dengan kita hanya bersekolah di tempat yang kualitasnya kurang baik atau malah tidak bersekolah ( asumsi 10/90 ). Bukan berarti dengan bersekolah di tempat terbaik maka kita pasti akan bekerja di tempat yang kita inginkan, namun kita dapat berusaha dan memperbesar peluang kita.

Juga kita dapat ambil contoh ketika kita keluar rumah dengan menggunakan motor atau mobil untuk bekerja atau bersekolah. Secara teori, selalu ada peluang terjadi kejadian yang tidak diinginkan terjadi di perjalanan ( asumsi 99,9/0,1 ). Selalu ada risiko meskipun peluang tersebut sangat kecil sekali ( karena nasib tidak bisa ditebak 100% ), tetapi bukan berarti kita kemudian memutuskan untuk tidak keluar rumah kan?

Hubungan Judi dengan Berinvestasi

Pahamilah bahwa dengan menggunakan strategi apapun dalam berinvestasi di kelas aset manapun baik itu deposito yang paling aman sekalipun pasti ada risiko kehilangan semisal terjadinya kerusuhan atau adanya kecurangan oleh pihak orang dalam bank ( asumsi 99/1 ). Karena itu segeralah menjauh apabila ada pihak yang mengklaim bahwa investasi apapun yang ia tawarkan adalah 100% aman apalagi ditawarkan dengan imbalan yang cukup tinggi ( fixed > 10% / tahun ), justru pada investasi seperti demikian risiko biasanya paling besar karena adannya kecurangan dengan menggunakan greed pada psikologi seseorang.

Lalu bagaimana dengan berinvestasi pada saham ?

Penulis kurang setuju apabila ada pihak yang mengatakan bahwa investasi saham itu bukanlah judi apalagi dikatakan pasti aman 100%. Pada sebelum tahun 1980 an, Eastman Kodak adalah perusahaan besar di Amerika yang produknya dapat ditemukan di hampir semua negara di dunia. Tetapi setelah era 1980 an kondisi perusahaan terus saja menurun dikarenakan kurang kompetitifnya perusahaan dalam mengantisipasi perubahan jaman. Kekuatan perusahaan menghasilkan keuntungan dari penjualan roll film kamera justru menjadi penghalang perusahaan untuk benar – benar serius berinvestasi dan mengembangkan usaha kamera digital yang justru digunakan oleh orang – orang saat ini. Namun pada tahun 1970 an kemungkinan semua orang yang ada di pasar modal menganggap berinvestasi pada perusahaan Kodak adalah salah satu investasi yang paling aman di dunia ini. Jangan tanya harga sahamnya sekarang ada di mana.

Lalu jika memang berinvestasi pada saham begitu inkonsisten bagaimana kita sebagai investor individu bertahan dan menghasilkan pertumbuhan aset yang baik dari pasar modal ?

BERJUDILAH DENGAN BAIK

Berinvestasilah pada saham perusahaan di mana kita memiliki pengetahuan yang cukup tentang produk, kualitas manajemen, keungguan kompetitif perusahaan dibandngkan dengan kompetitor, dan kondisi keuangan perusahaan yang bisa kita lihat dari laporan – laporan keuangan perusahaan tersebut. Dengan memiliki informasi yang cukup sebelum membeli sebuah saham, sehingga kita memiliki kemungkinan yang lebih besar dalam menumbuhkan aset investasi kita di saham. Lakukan lah keputusan investasi jika kita merasa kita memiliki peluang paling tidak 80/20 atau lebih baik dari angka tersebut. Lakukanlah tracking hasil investasi kita pada setiap tahunnya paling tidak untuk 5 tahun performa, sehingga kita bisa melakukan judgement, apakah kita melakukan judi yang baik atau judi yang buruk.

Keberhasilan melakukan investasi di pasar modal ( ataupun investasi yang lain ) adalah dilihat dari konsistensi keberhasilan seseorang dari sekian banyak hasil investasi yang ia lakukan. Keberhasilan 1 – 2 kali apalagi di saat pasar memang sedang euforia tidak akan memberikan informasi apa – apa kepada kita mengenai kualitas dari keputusan yang dibuat oleh sang investor. Bahkan penulis dapat mengatakan bahwa menjadi seorang pemain poker profesional dengan winning rate baik dalam jangka waktu panjang, adalah lebih baik dibandingkan dengan seorang pekerja kantoran yang telah puluhan tahun kerap masuk dan keluar perusahaan karena ia merasa tidak pernah puas dengan kondisi internal perusahaan – perusahaan tempat ia bekerja. Pekerja tersebut adalah penjudi yang buruk, dikarenakan jika ia bekerja dengan baik di sedikit perusahaan, maka ia tentu akan mendapatkan kompensasi yang lebih layak dibandingkan dengan kerap berganti tempat kerja. Pesan utama yang ingin penulis sampaikan pada artikel ini adalah bahwa benar investasi di saham adalah judi, namun begitu pula dengan kita bersekolah lalu bekerja pada suatu perusahaan. Ketika kita bekerja di suatu perusahaan dan tiba – tiba perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan. Jika, hampir semua aspek yang kita lakukan dalam hidup kita sangat dekat dengan ketidakpastian, maka cara terbaik adalah dengan mengantisipasinya. Pastikan kita tidak hanya memiliki 1 sumber penghasilan saja, pastikan kita memiliki dana darurat yang dapat digunakan bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Dalam investasi saham, pastikan bahwa kita sebaiknya hanya membeli saham yang kita punya pengetahuan lebih dan cukup pada perusahaan tersebut, pastikan kita tidak menggunakan uang yang akan kita gunakan dalam jangka waktu dekat karena pasar dapat berfluktuasi tanpa diduga sebelumnya, dan pastikan kita juga memiliki kondisi psikologi yang cukup mandiri sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain. Hal – hal tersebut akan membantu kita untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, make a bet only when you have the edge.

Investasi Akan Jauh Lebih Sukses Jika 97% Ide Berakhir dengan “No Thanks”

Berkshire Hathaway adalah salah satu perusahaan terbesar di dunia. Perusahaan tersebut memiliki puluhan perusahaan yang dimiliki 100% seperti BNSF, See’s Candies, Dairy Queen dan Duracell. Selain Itu ( Berkshire Hathaway ) BRK juga memiliki sebagian kepemilikan dari beberapa perusahaan besar seperti Apple, Coca Cola, Kraft Heinz dan American Express. Dan orang yang ada di balik keberhasilan perusahaan tersebut bertransformasi dari perusahaan tekstil yang buruk menjadi holding perusahaan asuransi yang sukses adalah Warren Buffett dan Charlie Munger.

Hebatnya BRK, secara size adalah perusahaan yang sangat mini, di mana perusahaan tersebut hanya memiliki 25 karyawan saja. Yang lebih hebat lagi perusahaan tersebut hanya memiliki 2 orang analis saja yaitu 2 nama yang disebutkan di atas. Jika kita menilik kepada cerita – cerita awal ketika Warren Buffett mengendalikan BRK, kita akan dapat melihat salah satu hal yang membuat perusahaan tersebut begitu sukses adalah dikarenakan kelihaian Buffett mendelegasikan perusahaan – perusahaan di bawah BRK kepada manager – manager yang kompeten, jujur, berintegritas dan memiliki passion yang tinggi terhadap pekerjaannya. Mulai dari Ken Chase di Berkshire Hataway ( Buffett tidak langsung mengelola divisi tekstil BRK ), Jack Ringwalt di National Indemnity ( perusahaan asuransi pertama BRK ), Chuck Higgins di See’s Candies ( perusahaan penjual permen yang sangat terkenal di California Amerika Serikat ) dan Ben Rosner di Diversified Retailing.

Buffett terus menambahkan orang – orang terbaik dari tahun ke tahun untuk menjadi manager di perusahaan – perusahaan BRK sampai dengan saat ini, sehingga ia tidak harus berurusan dengan operasional perusahaan ( yang mungkin justru akan lebih baik jika dilakukan oleh para managernya ).

Lalu suatu hari seorang relasi Buffett bertanya kepada Buffett, bagaimana kamu bisa sehebat itu dalam memilih orang, kamu pasti adalah seorang yang sangat berbakat dalam menilai orang. Dan menurut penulis, jawaban Buffett atas pertanyaan tersebut sangat mind opening.
“Look I’m no good at choosing people, I try to be very good at saying NO. If you put me in a room with 100 people and you ask me to judge which one is a good guy and which one is the bad one, maybe I’ll find 4 persons are very good quality people and 4 persons is very bad people, I have no opinion about the other 92“.

Buffett is not trying to be smart, ia tidak berusaha untuk menebak secara keseluruhan dari 100 orang tersebut. Buffett hanya “berani” untuk judge 8 dari 100 orang yang benar – benar ia yakini kualitasnya. Ia selalu berusaha untuk melakukan “action” ketika ia benar – benar memahami suatu hal, termasuk ketika ia membeli saham.

Dari cerita tersebut kita dapat mengetahui bahwa kriteria Buffett dalam membeli perusahaan sangatlah ketat. Dari sekian banyak penawaran yang diberikan kepadanya, hanya sedikit yang benar – benar sesuai dengan kriterianya. Hal tentang analisa manajemen di atas menunjukkan kepada kita seberapa ketatnya penilaian tersebut. Belum lagi analisa yang ia lakukan mengenai prospek perusahaan, keunggulan kompetitif perusahaan, circle of competence di bisnis tersebut, kondisi pasar dan banyak lagi. Sehingga dapat kita katakan kemungkinan besar dari 100 penawaran saham ( baik ditawarkan di pasar modal maupun yang ditawarkan langsung kepadanya ) hanya ada 1 yang benar – benar memenuhi kriteria Buffett sebelum membeli perusahaan tersebut.

Oke, lalu apa hubungannya dengan kita sebagai investor individu dengan cerita di atas?

Setiap investor yang baik, memiliki ” kemampuan mengatakan TIDAK ” yang efektif.

Dalam satu tahun terkadang Buffett hanya membeli 1 saham dan tidak melakukan penjualan apapun. Lalu, pada tahun akhir tahun 1960 an, Buffett bahkan tidak membeli saham apapun dikarenakan ia tidak nyaman dengan kondisi market yang sedang sangat euforia ( yang kemudian terjadi crash pada tahun 1972 – 1974 ).

Berkaca pada pemikiran di atas, maka di tahun awal – awal saya berinvestasi di pasar modal yang seringkali ” mudah ” tertarik dengan suatu saham karena kelebihan kasat mata perusahaan mulai bertanya – tanya, ” Kenapa banyak sekali saham yang terlihat menarik ? It doesn’t feel right “. Mengapa seorang Buffett, investor terbaik abad 21 terlihat sangat sulit menemukan saham yang baik, sedangkan saya yang masih pemula pada saat itu memiliki banyak sekali pilihan saham yang terlihat baik.

Tidak seharusnya saham yang baik semudah ini untuk ditemukan, 90% orang yang ada di pasar modal mengalami kerugian, penulis pada saat itu cukup meyakini bahwa analisa yang telah dilakukan tidak cukup dalam atau efektif dalam menilai suatu perusahaan. Setelah itu penulis memutuskan untuk tetap belajar, tetap membeli saham, tetapi ( ini penting ) dengan uang kecil saja. Tujuan utama adalah untuk mengenal dan belajar dinamika berinvestasi langsung di pasar modal ( 3 – 4 tahun sebelum membeli saham pertama, hanya berinvestasi di reksa dana ).

Dan ternyata keputusan tersebut ( untuk tidak terburu – buru menempatkan dana besar di saham ) cukup memuaskan penulis. Banyak sekali kesalahan mendasar di tahun – tahun awal seperti membeli perusahaan dengan manajemen yang kurang baik, membeli perusahaan yang terlihat murah tetapi memiliki banyak masalah, atau merasa mengenal bisnis di suatu sektor yang ternyata jauh lebih kompleks daripada yang dibayangkan sebelumnya

“Be very good at saying NO”

Kata – kata tersebut sekarang selalu penulis gunakan dalam melakukan keputusan investasi saham ( dan bahkan keputusan lain dalam kehidupan sehari – hari, terutama untuk saying NO kepada sesuatu tidak berkorelasi langsung dengan long term goals kita ). Dengan memiliki pola pikir tersebut sedikitnya kita memiliki 3 keuntungan dalam berinvestasi saham :

1. Kita dapat berfokus untuk mempelajari sektor yang kita ingin pahami, yang pada akhirnya mempermudah keputusan investasi ( belajar saham = belajar bisnis, keinginan untuk bisa memahami semua bisnis di Indonesia kurang rasional, kalau tidak boleh dibilang tidak mungkin ).

2. Kita memiliki alat screening terbaik dalam memilih saham, yaitu memilih saham hanya di sektor yang kita pahami. Kita tidak perlu repot lagi untuk ragu – ragu, apakah kita harus membeli saham ANTM atau INCO dengan nikelnya, jika kita memang tidak memahami risiko bisnis di sektor tersebut. Secara otomatis kita dapat melakukan discard kepada 80% emiten yang ada di bursa efek.

3. Kita terhindar dari musuh terbesar, yaitu diri kita sendiri. Dengan secara cepat memutuskan untuk tidak membeli saham yang kita tidak benar – benar pahami, membuat kita aman dari bias psikologi yang membuat kita keluar dari rencana investasi kita. Jika kita memang sejak awal hanya bersedia berinvestasi di sektor banking atau consumer, maka kita tidak akan mudah tergoda untuk membeli saham yang sedang panas di awal tahun 2021 semisal di sektor farmasi dan konstruksi, di mana banyak sekali orang terutama investor saham pemula yang kehilangan banyak uang karena ” tidak ” tahu apa yang sebenarnya mereka beli.

Berkebalikan dari saying NO adalah saying YES easily,

“Saham KAEF menarik mas lagi bullish, ndang tuku!
Hajar Kanan !!!!!”

# 21 Januari 2021
# 6.975 / lembar saham
# Market Cap 37 Triliun
# Nilai Buku 7 Triliun
# P/E Ratio 700+ ( butuh 700 tahun untuk balik modal )i’d rather saying NO

80% keberhasilan investasi saham ditentukan saat kita menemukan hal ini

Sebagai salah seorang yang sangat suka untuk mempelajari hal baru ( beberapa hal, tidak hanya investasi ), penulis menyadari dengan jelas bahwa ada 2 hal yang mempengaruhi secara signifikan keberhasilan kita dalam menguasai sesuatu adalah ada / tidak nya role model ( panutan ) dan apakah role model yang kita pelajari capable dan sejalan dengan tujuan pembelajaran kita.

Contohnya, penulis memiliki hobi olahraga tenis, dan karena pelatih tenis ( role model ) itu feenya tidak murah dan penulis memang benar – benar mulai dari 0 ketika mulai belajar bermain tenis, maka penulis dengan 2 orang temannya memilih untuk berlatih sendiri. Kita sewa lapangan sendiri, membeli 6 bola baru dan raket tenis baru ( tanpa mengetahui raket ternyata ada jenisnya ) dan mulailah kita bermain.

Hal yang tidak terpikir adalah, berbeda dengan olahraga bulu tangkis di mana seburuk – buruknya kita sebagai pemula kita pasti bisa memainkan olahraga bulu tangkis, pada olahraga tenis sekali kita salah memukul bola maka bola tersebut akan terlempar jauh dan untuk hanya mengambil kembali bolanya saja membutuhkan waktu yang banyak ( malah gak jadi latihan tenis )

Belum lagi ternyata permainan tenis ternyata sama sekali tidak mirip dengan bulu tangkis ( asumsi awal penulis karena sama – sama menggunakan raket, not so smart assumption ), tenis ternyata lebih mirip golf atau baseball yang menggunakan _swing_ lebih daripada _slap_ ( memukul shuttlecock bulu tangkis tidak membutuhkan awalan posisi raket ). Intinya adalah karena kita tidak memiliki role model sebagai contoh, maka pembelajaran yang kita lakukan sangat tidak efektif, dan juga menghabiskan waktu, tenaga dan biaya

Lalu pertanyaan kedua yang harus dijawab mengenai role model adalah apakah role model tersebut punya kemampuan yang kita butuhkan dan apakah kemampuan tersebut sesuai dengan apa yang ingin kita pelajari. Contohnya, penulis tidak akan mendapatkan hasil yang memuaskan jika menggunakan jasa pelatih terbaik tetapi di olahraga bulu tangis, padahal skill yang ingin dikuasai adalah tenis. Oleh karena itu, kecocokan antara kapabilitas role model dengan kebutuhan kita adalah krusial.

Oke lalu apa hubungannya dengan berinvestasi ?

Keberadaan role model ( tidak harus mentor riil, Benjamin Franklin pun bisa kita jadikan role model  ) adalah krusial pada saat kita ingin mempelajari apapun, termasuk dalam investasi saham. Kecuali kita adalah orang yang berbakat sejak lahir, adanya role model akan sangat membantu kita dalam mempelajari bagamana proses untuk menghasilkan suatu keputusan yang baik.

Kemudian, role model yang kita amati harus memiliki prinsip yang senilai dengan kita. Contohnya, tujuan utama penulis mempelajari investasi adalah untuk melawan inflasi dan mencapai kebebasan finansial dalam jangka panjang. Oleh karena itu, semua role model yang memiliki idea untuk quick profit dari investasi jangka pendek namun dengan risiko yang tidak dikontrol akan tidak cocok dengan value yang penulis cari

dan yang terakhir dan sangat penting adalah kita mengerti bagaimana melakukan cara untuk mengenali keberhasilan investasi yang dimiliki seseorang, sehingga kita bisa membedakan manakah yang merupakan real “role model” dan yang mana “fake guru” ( yang pasti di sini adalah penulis tidak memposisikan diri sebagai role model, penulis di sini adalah sama dengan posisi para pembaca yaitu sebagai pembelajar yang ingin terus menjadi pengusaha dan investor yang lebih baik ). Hasil amatan penulis dalam menemukan real investor role model adalah sebagai berikut :

  1. Role model yang ideal tidak memamerkan keberhasilan 1 atau 2 kali saja, karena informasi sebagian tidak memberitahukan kepada kita apakah hasil dari keputusan tersebut berasal dari proses yang baik atau hanya merupakan kebetulan. Apalagi orang tersebut “berusaha” untuk mempengaruhi kita untuk hanya melihat keberhasilannya saja. Role model yang baik memberikan informasi kepada kita secara keseluruhan, bukan hanya memberikan stockpick saja. Bahkan, menurut penulis investor – investor terbaik di dunia tidak pernah memberikan rekomendasi saham.

    Jika kita pikirkan baik – baik, mengapa seorang Warren Buffett dan investor – investor terbaik di dunia tidak pernah memamerkan ( bragging ) keberhasilan mereka? Sebaliknya mengapa banyak fake guru yang kerap kali mempertontonkan prestasi mereka sendiri? Hal tersebut dikarenakan seorang Buffett cukup jarang melakukan kesalahan dibandingkan dengan keberhasilan yang dicapainya, sehingga jika ia melakukan kesalahan maka orang tersebut akan lebih mudah mengingatnya.

    Sebaliknya ketika orang lebih sering mengalami kegagalan dibandingkan dengan keberhasilan, maka tentu ia dengan mudah untuk ingat dengan keberhasilan dibanding dengan kegagalannya.
  2. Role model yang baik tidak memberikan target kepada performansi investasi diri mereka sendiri atau institusi yang mereka kelola. Mereka tidak terlalu memberikan perhatian kepada performansi bulanan atau bahkan tahunan. Hal ini disebabkan, jika seorang fund manager terlalu memperhatikan keberhasilan jangka “pendek”, tentu mereka akan sulit untuk memanfaatkan peluang jangka panjang yang tersedia. Mereka tidak terlalu mempedulikan relative return tahunan ( IHSG, LQ45, S&P500, IDX30 atau indeks lain ).
  3. Fokus utama role model yang baik adalah kepada absolute return, di mana satu – satunya yang diperhatikan oleh orang tersebut adalah capaian performansi rata – rata tahunan mereka dalam jangka panjang. Role model tersebut tidak akan mempermasalahkan apabila pencapaian mereka tertinggal dibandingkan dengan rata – rata tahunan investor atau fund manager lain dan tentu saja, mereka juga tidak mempermasalahkan apabila banyak sekali orang atau pihak yang mempertanyakan keputusan mereka.

    Seperti pada tahun 2020 ini banyak orang yang mengatakan bahwa Buffett sudah kehilangan kemampuan investasinya karena tidak mau berinvestasi di sektor yang sedang naik daun. Tetapi jika melihat lebih panjang ke belakang, anggapan seperti ini sudah terjadi berulang kali, pada tahun 2008, 2000, 1987 dan pada tahun 1972.

Ketiga hal di atas inilah yang menurut penulis membedakan mana role model yang baik untuk kita pelajari dan sebaliknya. Role model yang baik ingin kita agar bertumbuh menjadi investor yang lebih baik, sedangkan fake guru selalu menginginkan kita untuk envy, ingin kita supaya mengikuti mereka, melebihi keinginan mereka untuk membuat kita menjadi lebih baik.

Mengapa penulis menulis artikel ini? yahh, mungkin karena sudah mulai jenuh dengan semakin banyaknya orang yang terjerumus dan kehilangan banyak uang, dikarenakan banyaknya aksi dari para pemain pencak silat di dunia investasi, yang di mana mereka sendiri mungkin tidak berinvestasi dengan cara yang mereka pakai

Pernah dengar influencer saham yang 90% investasinya di property bukannya di saham?

Ya, ada!

Sampurna Tanzil
28 Feb 2021
1.49 pm