Handy menyeruput secangkir kopi panas yang tersedia di atas meja teras. Kopi itu baru saja dibuat dengan sedikit campuran susu yang ditakar dengan pas sehingga cocok dinikmati di siang hari yang sejuk. Udara di Interlaken, Swiss memang cukup sejuk meskipun jam menunjukkan pukul 12.00, yang berkisar di antara 9 hingga 16 derajat Celsius.
Sambil membaca buku dan membawa beberapa laporan tahunan perusahaan yang ingin dibacanya, notifikasi masuk di smartphone-nya yang memberikan informasi bahwa minggu depan ia akan menerima dividen dari investasinya di saham LPPF senilai lebih dari 300 juta rupiah, yang kemudian disusul dengan notifikasi dari istri dan anak – anaknya yang mengirimkan foto dari tempat wisata Jungfraujoch, puncak dari daerah Interlaken yang disebut sebagai “Top of Europe”, yang berlokasi sekitar 2 jam perjalanan dari penginapan Handy.
LPPF hanyalah satu dari beberapa investasi saham yang dimiliki oleh Handy. Meskipun tidak lagi bekerja secara aktif, Handy tetap mendapatkan pendapatan yang jauh lebih besar dari kebutuhan sehari – harinya. Sambil tersenyum ia bergumam “enak sekali ya jika sudah mencapai financial freedom, untung saya sudah mulai berinvestasi sejak 25 tahun lalu”.
Nama bapak di atas adalah rekayasa, tetapi storynya adalah nyata. Banyak cara untuk memiliki banyak uang. Tetapi hanya ada 1 cara untuk mencapai kebebasan finansial, yaitu dengan berinvestasi.
Tujuan investasi setiap orang tidak sama. Ada yang berinvestasi sebagai hobi, bahkan ada yang saking hobinya, hasil investasinya nanti, tidak ia gunakan sendiri, tetapi akan disumbangkan seluruhnya ke yayasan sosial seperti Warren Buffett dan Mohnish Pabrai saat mereka berpulang nanti.
Tetapi ada juga yang tujuan investasinya karena mereka tidak ingin hidup mereka hanya bekerja karena membutuhkan uang dan terpaksa menghabiskan lebih dari 70% hidupnya hanya untuk memenuhi basic needs-nya, pada pekerjaan yang sebenarnya tidak disukainya. Tujuan yang menurut saya bagus untuk menjadi cita – cita semua orang. Keluar dari rat – race, kerja – dapat uang – dipakai sampai tak bersisa – kerja lagi – sampai mati.
Lebih masuk akal bekerja untuk mendapatkan kebebasan, daripada bekerja untuk mendapatkan uang banyak
Sebelum melanjutkan saya rasa perlu ada poin yang perlu saya angkat. Di dunia ini ada 2 resource (sumber daya) yang menurut saya cukup penting yaitu mendapatkan kebebasan.
yang pertama adalah uang
yang kedua adalah waktu
Kita bahas …
Orang yang memiliki terlalu banyak waktu, ada kemungkinan ia tidak memiliki uang, biasanya anak yang memang masih belum bekerja, atau memang skillnya kurang dibutuhkan oleh pasar pencari kerja. Dan sebaliknya, seseorang yang memiliki banyak sekali uang, ternyata tidak semuanya memiliki waktu. Bahkan anak – anaknya ada yang hampir tidak pernah melihat orang tuanya dalam 1 tahun.
Untuk seseorang dapat benar – benar merasa bebas (freedom) dalam hidup mereka, keduanya harus dimiliki dengan cukup. Jika kamu memiliki banyak sekali uang, tetapi hari – harimu habis di kantor / tempat kerjamu maka kamu sebenarnya belum mencapai freedom, karena begitu kamu mulai berhenti bekerja, maka uangmu akan berkurang dan pada akhirnya habis. Dan kalau uang mu habis, kamu harus bekerja kembali. Kita hanya akan benar – benar mencapai freedom jika kita hanya memiliki banyak uang, dan juga waktu.
lalu, bagaimana cara untuk (benar – benar) mencapai kebebasan finansial ?
Cukup simpel, urutannya
1. Punya uang banyak
2. Uang banyak di atas, bisa “ditempatkan” di aset (kita sebut saja ini “mesin uang“) yang menghasilkan uang turunan
3. Uang turunan ini, yang digunakan untuk membiayai 2 hal, yaitu
a. Kebutuhan hidup tahunanmu
b. Re-investasi mesin uang agar uang banyakmu di poin no 1, tetap cukup meskipun ada yang namanya inflasi
4. Selesai, sekarang kamu boleh bekerja secara aktif kalau kamu mau, kalau tidak pun, yang penting pastikan mesin uangmu dikelola dengan baik (dengan melakukan proses investasi yang baik, jangan dikit – dikit sok all an, all in)
Untuk artikel ini, pembahasan akan fokus di poin no 1.
Uang banyak itu seberapa banyak?
Jumlah uang (aset produktif) yang dibutuhkan adalah sejumlah nilai aset yang cukup untuk membiayai kebutuhan hidup tanpa aset tersebut kehilangan valuenya, angka ini sering disebut dengan FI/RE number (Financial Freedom / Retire Early Number). Simpelnya, cari uang sebanyak mungkin selama dengan cara yang halal supaya FIRE Number mu cepat tercapai.
Mengapa FIRE Number itu penting?
30 tahun lalu, di mana masyarakat belum hidup di jaman kemajuan teknologi seperti sekarang, sangat sedikit informasi yang bisa didapatkan jika kita mencari tentang sesuatu (jaman pra google), sehingga munculnya internet dan google sangat membantu manusia untuk untuk menemukan informasi yang dibutuhkan. Tetapi di abad ke-21 ini, kemajuan teknologi begitu cepatnya terjadi, kekurangan informasi bukan lagi masalah, masalah sekarang berbalik kepada terlalu banyaknya informasi yang “memaksa” masuk ke perhatian setiap orang, di sosial medianya misalnya.
Tanpa kita memiliki angka yang tangible untuk dijadikan target utama dalam kehidupan finansial, akan sangat mudah kita terdistraksi dengan apa yang ada di lingkungan kita, baik dunia nyata dan terutama di dunia maya. FIRE Number yang jelas membantu kita stay on track.
Bisa kasih contoh FIRE Number?
Adi, usia 30 tahun, memiliki pengeluaran per bulan Rp 20 juta.
Berarti pengeluaran tahunannya adalah Rp 20 juta x 12 = Rp 240 juta.
FIRE Number Adi adalah Rp 6 Miliar.
Dengan memiliki Rp 6 Miliar, Adi akan dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari nya dengan hasil investasinya saja yang mencapai angka Rp 20 juta, tanpa ia harus bekerja lagi secara aktif.
Bagaimana cara menghitung FIRE Number kita, kan setiap orang berbeda angkanya?
Kalau kamu orang matematika, kamu dapat menggunakan rumus geometri untuk mendapatkan jumlah deret nya.
Kalau kamu orang manajemen keuangan, kamu dapat menggunakan rumus Present dan Future Value dengan menggunakan rumus excel / google sheet.
Kalau kamu adalah profesional atau pemilik usaha yang sudah sibuk tetapi tetap ingin mencapai Financial Freedom tanpa ribet membuat rumus dan kalkulatornya, silahkan langsung download kalkulatornya di sini.
Yang sudah download kalkulatornya dan masih merasa kurang paham penggunaan atau interpretasinya, silahkan komen di kolom komentar di bawah ini ya.
CONCLUSION
FInancial Freedom is real.
Saya sudah mengenal sudah cukup banyak orang yang telah mencapai posisi ini, untuk membuktikan kepada saya sendiri bahwa konsep ini proven.
But, please be sceptical enough, there are too much people telling BS about something like – “How to be Financial Free without any effort or any pain”.
Jalan untuk menuju Financial Freedom yang terbaik, dirancang oleh diri sendiri, tidak bisa didapat langsung hanya dengan mengikuti 1 kelas, apalagi hanya modal bot (yang financial freedom yang bikin bot). Start with knowing your FIRE Number, just click here to know your number.
Hope it helps, cheers!
Sampurna,
May 23
02.10 pm
Author: Sampurna
Dividen Yield TOTL yang Sebesar 25% Adalah Bukan Hal yang Perlu Dirayakan, Mengapa?!
Mendapatkan dividen besar karena memegang salah satu saham, umumnya adalah hal bagus yang membuat kita bersemangat, wong diam diam dikasih duit, besar lagi seharusnya senang dong
Apalagi kalau belinya di harga 300 maka dengan dividen 100 per lembarnya kan dapat pendapatan pasif 33%, di mana lagi memangnya kita bisa menemukan instrumen investasi yang bisa kasih kita sebesar itu yield nya, surat utang negara yang kasih 8% per tahun aja sudah tinggi banget. Inilah hal yang terjadi pada pemegang saham TOTL jika memegangnya sebelum bulan Mei 2023.
Tetapi besarnya dividen yield tadi sebenarnya malah menurunkan keyakinan untuk tetap hold TOTL, apa alasannya?
TOTL / Total Bangun Persada, secara singkat adalah perusahaan yang memiliki track record panjang sebagai kontraktor bangunan gedung tinggi seperti apartemen dan perkantoran dengan kualitas High end. Dalam beberapa tahun terakhir, saham perusahaan ini mengalami penurunan yang lumayan signifikan dari sekitar Rp 600 menjadi Rp 300 per lembar sahamnya (dari market cap sekitar 2 Triliun menjadi 1 Triliun)
Seperti kita tahu, jika ingin turut menjadi pemilik suatu perusahaan, kita dapat membeli perusahaan tersebut sehingga kita turut memiliki kepemilikan perusahaan tersebut, tanpa harus memiliki uang triliunan membelinya, dan itu memang adalah tujuan utama kenapa pasar saham itu ada.
Oke, lalu dengan membeli saham TOTL pada sekitar tahun 2020 – April 2023 yang berkisar di market cap 1 Triliun apa yang akan kamu dapatkan?
Di dalam perusahaan Total Bangun Persada, ada salah satu aset likuid yaitu uang kas yang jumlahnya berkisar di antara Rp 800 – Rp 900 Miliar, di mana perusahaan hampir tidak memiliki utang berbunga. Jadi dapat dikatakan secara garis besar, kita dapat membeli barang seharga Rp 1 Triliun lalu mendapatkan cash back sebesar Rp 900 Miliar dalam bentuk kas dan setara kas tadi.
Harga bersih yang kita beli tadi, dapat kita namakan dengan Enterprise Value (EV). Singkatnya, dengan EV yang hanya 100 – 200 Miliaran ( EV = harga beli bersih tadi ), kita akan balik modal hanya dalam waktu 1 – 2 tahun, mengingat kisaran net profit TOTL dalam beberapa tahun terakhir adalah juga berkisar Rp 100 – Rp 200 Miliar per tahunnya.
Hal ini membuat TOTL secara valuasi sangat menarik pada saat itu. Namun pembagian dividen tahun 2023 merubah tesis di atas.
Pada pertengahan Mei 2023, manajemen TOTL mengumumkan
– akan membagian dividen senilai Rp 340 Miliar,
– yang berarti setiap pemegang sahamnya akan menerima dividen Rp 100 per sahamnya, dan
– jika membeli saham TOTL di harga Rp 300, maka setiap uang Rp 10 juta akan “menghasilkan” Rp 3 juta setelah pajak ke kantong masing – masing pemegang sahamnya.
Hanya saja ….
Uang kas yang sebelum pembagian dividen Rp 890 Miliar akan menurun jumlahnya menjadi Rp 540 Miliar saja. Sedangkan bagaimana dengan market cap nya ?
(market cap = nilai perusahaan jika dijual seluruhnya berdasarkan harga saham per lembar terakhir)
Market Cap perusahaan yang dulunya hanya Rp 1 Triliun akan menjadi sekitar Rp 1,5 Triliun, justru karena adanya dividen jumbo tadi membuat harga sahamnya naik menjadi sekitar Rp 420 atau naik sekitar 30% – 40% an.
Dengan adanya perubahan kedua hal di atas, yaitu
– Market cap yang naik menjadi Rp 1,5 Triliun dan
– Cash yang turun menjadi sekitar Rp 550 Miliar, maka
– EV perusahaan naik drastis menjadi sekitar Rp 900 Miliar
– Hal ini menyebabkan perkiraan waktu balik modal dengan angka EV yang baru berubah dari 1 – 2 tahun menjadi berkisar antara 4 – 9 tahun.
Kejadian ini membuat “murah” nya valuasi perusahaan yang terlihat pada saat sebelum membagikan dividen jumbo, tidak terlihat lagi dengan jelas (murahnya).
Apakah kalau yang sudah beli TOTL sebaiknya sell?
Dalam pendekatan value investing ada 2 jalur utama yang dapat kita adopsi. Yang pertama adalah jalur value investing 1.0 yang dipopulerkan oleh Ben Graham. Sedangkan yang kedua adalah jalur value investing 2.0 yang dipopulerkan oleh Philip Fisher.
Jika pendekatan kita pada saat membeli TOTL adalah value investing 1.0, di mana kita merasa TOTL menarik karena valuasinya tadi, di mana EV/EBIT yang hanya berada di angka 1 – 2 tahun menjadi 4 – 9 tahun, maka investor tipe ini mungkin dapat mempertimbangkan untuk menjual saham dalam kondisi seperti ini karena adanya penurunan signifikan di margin of safety di saham tersebut.
Namun jika pendekatan value investing 2.0 adalah yang digunakan ketika membeli TOTL (misalnya meyakini ada alasan yang kuat bahwa net profit TOTL akan naik 300% dalam waktu tidak terlalu lama), maka investor tersebut tidak terlalu perlu mempertimbangkan kenaikan EV di atas sebagai alasan untuk menjual saham TOTL. Margin of safety pendekatan ini bukan didapatkan dari valuasi, melainkan prospek perusahaan di masa depan.
Mengenali pendekatan apa yang kita gunakan pada saat kita membeli sahamnya sejak awal, akan sangat membantu kita untuk mengambil keputusan yang lebih baik, pada saat terjadi suatu perubahan signifikan yang terjadi pada perusahaan (di TOTL perubahan signifikannya dividen yield naik dari rata – rata 6% menjadi 33%), karena mengambil keputusan investasi tanpa kita mengingat apa alasan beli kita akan sangat membingungkan, membuat kita menjadi ragu – ragu, dan membuat kita terlalu mudah untuk menyesal atas hasil yang terjadi.
Hope it helps you make a better decision ahead
Cheers!
20/5/23
01.55
Mengapa Long Term Investing Tidak Mudah untuk Dilakukan ?
Katakanlah ada sebuah seminar tentang investasi diadakan dan pembicara seminar tersebut menanyakan kepada para peserta yang hadir, siapa saja yang di sini adalah seorang investor jangka panjang?
Hampir semua menjawab ( atau katakanlah paling tidak lebih dari setengahnya ) akan mengangkat tangan mereka.
Siapa yang tidak ingin menjadi long term value investor? Sudah sangat banyak bukti hidup seberapa powerfulnya investasi jangka panjang seperti yang ditunjukkan oleh Warren Buffett, Charlie Munger, Li Ka Shing, Lo Kheng Hong, Sandiaga Uno dan banyak sekali contoh lainnya yang mungkin tidak terdengar akrab di telinga sebagian besar orang seperti Chuck Acre, Tom Russo, Tom Gayner. Sedangkan dari short term minded investor, saya sendiri pribadi belum pernah mengingat ada 1 nama yang benar – benar menjadi kaya raya dengan menggunakan strategi jangka pendek ( bukan tidak ada, mungkin saja saya yang memang tidak tahu ).
Kenyataanya ada sebuah studi yang dilakukan oleh salah satu universitas di Taiwan, yang menyebutkan bahwa lebih dari 90% peserta pasar saham, adalah short term minded participant ( kalau dibilang short term investor juga kurang pas soalnya ). Saya tidak langsung percaya. Saya coba survei ke circle saya sendiri, kepada family, sahabat dekat, teman dan juga beberapa klien di usaha saya. Dan ternyata memang hampir tidak ada yang benar – benar menerapkan apa yang disebut dengan “long term investing”, karena hampir tidak ada dari mereka yang setelah saya tanyai, pernah pegang saham lebih dari 1 tahun. Sejauh ini saya hanya mengenal dua orang yang benar – benar menerapkan long term investor minded ( seperti layaknya investasi properti yang di sewakan tanpa ada rencana dijual oleh pemiliknya ).
Beberapa influencer yang saya ketahui ( dan ada yang saya kenal ) meskipun mereka pengagum Warren Buffett dan Lo Kheng Hong, beberapa dari mereka juga tidak benar – benar long term investor karena beberapa dari mereka juga masih menggunakan strategi trading. Saya tidak mengatakan bahwa trading tidak bagus, karena memang saya tidak benar – benar memiliki pemahaman akan proses berpikir, analisa, pengambilan keputusan, alokasi dana para pelaku trader. Poin saya adalah, dengan begitu banyaknya bukti bahwa investasi jangka panjang begitu menjanjikan, mengapa tidak banyak orang yang mengadopsi strategi ini secara menyeluruh? Mengapa long term investing tidak mudah untuk dilakukan ?
3 poin yang menjadi faktor utama, mengapa long term investing tidak mudah untuk dilakukan :
- Long term Investing itu lama, kelamaan atau bahasa inggrisnya, kesuwen.
Benar bahwa long term investing memiliki prediktabilitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan short term ( laporan keuangan kuartal bagus belum tentu membuat harga saham naik, tetapi laporan keuangan konsisten bagus dalam 10 tahun hampir pasti harga sahamnya mengikuti ).
Buat seseorang yang memiliki pemahaman sedikit tentang pembangkit tenaga listrik, hampir dipastikan ia juga mengetahui harga batubara $50 per ton di tahun 2020 adalah terlalu murah, sehingga ia bisa untuk membeli saham ADRO, INDY, ITMG, PTBA atau kawan – kawannya. Dan memang benar rata – rata dari saham – saham perusahaan tersebut telah mengalami kenaikan harga saham 200% atau lebih. Tapi, kenaikan itu membutuhkan waktu rata – rata sekitar 2 tahun. Mayoritas orang tidak mau menunggu 2 tahun di pasar modal. Slogannya biasanya “kalau bisa cepat buat apa pilih yang lama”. - Andai kita sudah menerima kenyataan bahwa realisasi dari tesis kita akan terbuktikan paling tidak membutuhkan waktu yang cukup lama, tetapi, analisa yang kita telah buat belum tentu benar.
Kalau sudah menunggu lama, kan capek juga kalau ternyata tidak profit, atau lebih buruk, sudah menunggu 2 tahun tapi malah rugi. Rugi 2 hal, uang dan waktu, yang kedua biasanya lebih mahal. Ketakutan semacam ini yang membuat cukup banyak orang menghindari time frame lama / long term ( which is a good opportunity for people like us ). Baik hasilnya untung atau rugi, kebanyakan orang ingin sesegera mungkin hasil tersebut. Kan nggak enak kalau digantung, ya nggak? - Sudah mau menunggu lama, analisa sudah benar terealisasi, ada satu poin penting lagi. beli nya berapa banyak? Saham adalah “heavy lifter” di mana alat investasi yang satu ini bisa “mengangkat” berapapun uang yang kamu miliki. ADRO naik 300% misalnya dalam waktu 2 tahun, kalau belinya cuman 100 ribu, ya ngga ada impact nya. kita bisa kerja harian apapun dan mendapatkan jumlah uang yang sama dalam hitungan hari. Kelebihan saham inilah yang menarik orang super kaya untuk fokus kepada investasi, daripada bisnis aktif mereka.
Hal ini sekaligus menjadi kelemahan investasi saham yaitu, membutuhkan dana yang besar ( jika ingin profit signifikan ). Investor yang mendapatkan 10 baggers pun ( untung 1000% ) tidak akan memberikan dampak yang signifikan jika ia hanya membeli saham dalam jumlah kecil dan akan lebih baik jika mendapatkan profit hanya 1 bagger ( 100 % ) asalkan menggunakan dana alokasi yang cukup besar.
3 alasan di atas inilah yang “memaksa” kebanyakan orang memilih cara investasi yang lebih mengarah kepada jangka pendek daripada investasi jangka panjang. Pernah punya pengalaman dengan 3 kesulitan di atas? share pengalamanmu di kolom komentar ya
Cheers,
Sampurna
7 Hal yang Harus Kamu Perhatikan Untuk Alokasi Dana Sebelum Membeli Saham
“Saya ingin beli ASII nih min? Berapa ya jumlah uang yang sebaiknya saya investasikan di saham ini ?”
Pertanyaan ini adalah salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh banyak orang (saya juga sih) sebagai investor. Jawaban paling umum yang paling banyak saya dengar adalah berkisar 5% sampai dengan 35% untuk 1 saham. Tetapi pertanyaan berikutnya juga penting tetapi jarang terpikirkan
5% dari angka apa?
dan jika jawabannya adalah 5% dari total dana untuk saham, lalu bagaimana menentukan jumlah alokasi dana maksimal khusus untuk investasi saham?
lalu, apa benar semua orang ideal untuk mulai mengalokasikan dana untuk investasi saham?
kita coba diskusikan pada artikel ini ya, let’s roll …
Investasi saham hanya 1 dari 7 aspek penting personal finance dan dalam personal finance, ada 7 aspek penting yang harus dipenuhi oleh masing masing dari kita, apa saja itu?
Breakdown Personal Finance
1. Pendapatan / Income
2. Pengeluaran Rutin
3. Tabungan untuk Kebutuhan Jangka Pendek
4. Tabungan untuk Dana Darurat
5. Asuransi Jiwa dan Kesehatan
6. Investasi Jangka Panjang
7. Tax Planning
Kita utak – atik satu per satu dengan singkat
Yang pertama income,
ini adalah ibarat darah dalam tubuhmu. Income adalah yang utama dalam personal finance mu. Tidak ada kompromi untuk aspek yang satu ini, dan otomatis harus difokuskan terlebih dahulu sebelum berangkat ke 6 aspek yang lain. Sebegitu pentingnya aspek ini, sampai – sampai sebagian besar orang hanya merasa income mereka sajalah yang paling penting untuk urusan personal finance mereka.
Betul ini penting sekali, hanya saja kenapa Mike Tyson atau banyak artis berkekurangan secara finansial di masa tua mereka, padahal Income mereka besaarr sekali selama masa jaya mereka. Income penting, tetapi income besar biasanya dirusak oleh aspek kedua.
Pengeluaran rutin,
Pengeluaran untuk kebutuhan makan sehari – hari, listrik, air, PBB, pajak kendaraan bermotor adalah beberapa contoh pengeluaran rutin. Umumnya orang bermasalah dengan aspek ini karena satu jenis pengeluaran rutin yaitu Gaya Hidup. Ngemall dan Starbucks, Ganti Mobil dan HP terbaru, dompet dan tas bermerk atau liburan mewah, adalah contoh pengeluaran gaya hidup yang biasanya “bikin masalah”
Pendapatan sebesar apapun akan bermasalah jika aspek kedua ini tidak dikelola dengan baik.
Aspek ketiga,
tabungan untuk kebutuhan jangka pendek
yang termasuk kategori ini adalah sejumlah uang yang sengaja kita sisihkan setiap bulannya untuk membayar kebutuhan yang akan muncul maksimal 3 tahun dari sekarang. Dana untuk masuk sekolah anak, untuk menikahkan anak, atau untuk membeli / DP rumah sebelum menikah termasuk ke dalam golongan ini.
Alokasi dana ini dilarang masuk ke dalam investasi ke dalam saham. Bayangkan kalau dana ini kita butuhkan sesaat setelah covid breakout dan dana tersebut ada dalam bentuk saham hampir dipastikan kita kehilangan lebih dari 30% nilai dari tabungan tersebut (ya kalau ada 1 M, tinggal 700 juta)
Dana jangka pendek ini sebaiknya disimpan dalam bentuk tabungan yang rendah fluktuasi seperti reksa dana pasar uang / deposito (obligasi negara pun cukup beresiko menurut saya, apalagi kalau dananya gede)
Aspek keempat dan kelima,
dana darurat & asuransi
Beberapa kali dalam hidup saya terjadi hal tidak diduga yang cukup membuat stres pikiran saya. Tetapi paling tidak, secara finansial beban itu tidak terlalu dirasa berat karena pengelolaan kedua aspek ini dengan benar. Dana darurat membantu kita lolos dari masalah no income beberapa saat di awal pandemi, dan asuransi membantu kita ketika dapat jackpot sakit yang harus ngamar di rumah sakit, yang kalau di akumulasi mencapai ratusan juta rupiah
Dana darurat dan asuransi memiliki karakteristik yang sama, yaitu perasaan ketidakbergunaan untuk jangka waktu yang lama, dan kelegaan yang signifikan ketika “jackpot” kebetulan mampir. Setiap orang perlu memiliki keduanya. Dana darurat bisa ditempatkan di reksa dana pasar uang. Dana darurat juga dilarang dimasukkan ke dalam saham. Coba dibaca lagi kalimat terakhir.
Aspek ketujuh, tax planning (aspek investasi belakangan deh sekalian)
Pajak menjadi kompleks sebenarnya karena kebanyakan orang menunda – nunda untuk melaporkan pajak dengan benar (seperti saya sebelumnya), dan saya harus menghabiskan dana yang jauh lebih besar ketika terlalu lama menunda memperbaiki aspek yang satu ini.
Saya tidak akan terlalu dalam membahas aspek ini karena bukan ahli dalam perpajakan juga, tetapi satu hal yang pasti benar, jika kamu berencana untuk menjadi kaya, benerin deh pajakmu sejak awal.
Dan baru akhirnya kita sampai pada
Aspek keenam yaitu investasi,
Sebenarnya buat apa berputar – putar toh ke aspek personal finance lain kalau sebenarnya pertanyaan nya cuma
“Berapa ya bagusnya jumlah uang yang saya mau belikan ASII?”
Berhubungan kok, karena pertanyaan di atas akan baru bisa dijawab dengan menjawab pertanyaan berikut terlebih dahulu :
• Apakah dana darurat sudah terbentuk?
• Apakah sudah punya asuransi yang sesuai dengan kebutuhan?
• Apakah semua utang konsumsi sudah terlunasi?
• Apakah sudah menentukan profil toleransi resiko investasi?
Apabila dana darurat sudah terbentuk, asuransi yang dibutuhkan sudah dimiliki dan tidak punya utang konsumsi (kalau 3 aspek ini belum beres udah jangan “main – main” dengan saham karena resiko yang kamu tanggung akan menjadi besar) baru kita mulai berinvestasi dan bisa menentukan angka
Profil resiko saya kategorikan menjadi 3 :
1. Saya kurang sanggup melihat fluktuasi
2. Saya sanggup melihat fluktuasi selama tidak terlalu ekstrim
3. Apa itu fluktuasi? Saya sanggup melihat saham saya menjadi nol kok bang.
Orang tipe pertama sebaiknya mengalokasikan paling tidak memiliki 10 saham (maksimal 10% setiap saham). Jadi ASII dibeli hanya menggunakan maksimal 10% dari dan untuk investasi saham saja sedangkan,
Orang tipe kedua dapat memiliki 5 – 10 saham dalam portofolionya (maksimal 20% alokasi dari seluruh total alokasi investasi saham untuk membeli ASII tadi) dan kalau kamu orang tipe berikutnya,
Orang tipe ketiga dapat membeli minimal 3 tipe saham (tetap harus ada diversifikasi kalau menurut saya), di kasus ASII, saham tersebut bisa dibeli dengan maksimal alokasi 35% – 40%
Dan seluruh pembelian saham di atas tidak menggunakan dana dari kategori lain selain dana dari alokasi kategori investasi.
Kalimat ini penting sekali. Karena akan selalu ada orang yang “panas” untuk all in sekalian memasukkan dana darurat dan uang untuk DP rumah. Percaya deh, resikonya tidak sebanding jika ternyata “analisamu” salah.
Inilah workframe untuk menentukan berapa jumlah investasi saham yang lebih sistematis, menyesuaikan dengan kondisi personal finance tiap masing – masing investor.
Conclusion
Kenapa min tidak langsung saja membeli ASII tadi dengan metode perkiraan saja?
Karena akan ada manusia yang membeli 1 saham saja dengan menggunakan seluruh uang yang dia punya karena merasa yakin sekali akan keputusan tersebut, menggunakan dana yang seharusnya beresiko jika dimasukkan ke dalam investasi saham.
Investasi berbeda dengan menabung, karena dalam kegiatan menabung tidak perlu memasukkan faktor resiko fluktuasi sehingga dana bisa dicairkan kapanpun ketika dibutuhkan.
Sedangkan dalam investasi, faktor fluktuasi sangat penting dipertimbangkan dengan cara hanya memasukkan dana yang hampir dipastikan tidak digunakan dalam minimal 3 – 5 tahun ke depan
Atas alasan ini juga kampanye “mari menabung saham” kurang (atau bisa dikatakan tidak) masuk akal
Okay, hope all these help, cheers!
Mulai Investasi Saham Tanpa Memiliki Minimal 1 Dari 5 Kelebihan Ini – Adalah Sama dengan Berencana Untuk Merugi
“Ok, kalau begitu saya mau deh mulai beli saham”
“Saham apa ya yang bagus buat dibeli? Yang bisa cuan banyak begitu …”
Terlalu banyak orang yang memulai investasi saham, dengan tujuan untuk mendapatkan profit maksimal, tanpa mengetahui kelebihan apa yang dia miliki. Kalau kita coba pikir – pikir, jika kamu mau mencoba melamar pekerjaan ( atau melamar pasanganmu ) atau mencoba menarik pelanggan di bisnismu sendiri, hal apa yang kamu lakukan untuk memastikan lawan bicara kita merasa yakin untuk “berinvestasi’ pada ide kita?
Ya tentu saja, memastikan apa yang menjadi “kelebihan” kita dikenalin oleh mereka. Dan, bahkan, keyakinan itu sebenarnya adalah hal yang paling dibutuhkan oleh kita sendiri karena jika kita tidak yakin dengan “apa” kelebihan kita, tentu orang lain akan bisa merasakan bahwa kita tidak benar – benar yakin dengan produk kita.
Dalam kita berinvestasi, sebenarnya usaha yang sama juga harus kamu lakukan. Memulai investasi tanpa mengetahui kelebihan kita sama saja dengan memulai suatu bisnis tanpa mengetahui kelebihan produk yang kita jual. Bukan tidak bisa, hanya saja kamu akan melewatkan banyak peluang.
Hmm oke, lalu bagaimana dong?
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kelebihan dalam investasi saham?
Jangan – jangan saya tidak punya kelebihannya?
Bagaimana cara mendeteksi dan menggunakannya dalam berinvestasi?
Artikel ini akan membahas lebih mendalam tentang kelebihan tersebut, lets discuss more about it.
5 Kelebihan ( edge ) dalam Investasi Saham
Berbeda dengan hampir dengan semua aspek kehidupan lain, dalam berinvestasi tidak selalu hal yang lebih sulit menghasilkan reward yang lebih besar. Malah dalam banyak situasi hal “mudah” memberikan reward yang lebih bagus dibandingkan dengan ide kompleks. Ide investasi level 1 bisa saja memberikan reward yang lebih baik daripada ide investasi level 3. Terus, apa saja kelima levelnya?
Edge dalam investasi :
- Kelebihan Waktu ( Time Edge )
- Kelebihan Psikologi ( Psychological Edge )
- Kelebihan Pengetahuan ( Knowledge Edge )
- Kelebihan Analisa ( Analitic Edge )
- Kelebihan Informasi Eksklusif ( Internal Edge )
Kita akan bahas secara singkat satu per satu
Time Edge – level 1
contoh :
membeli reksa dana pasar uang dengan estimasi growth 4% / tahun
dengan hanya Rp 5 juta setiap bulan
dalam 30 tahun total dana investasinya akan menjadi Rp 3,5 miliar
Tanggapan pertama biasanya adalah wah lama sekali ya 30 tahun. Tetapi pertimbangkan juga 2 hal ini,
pertama, angka tersebut hampir pasti terjadi, tidak seperti bisnis atau bekerja di suatu perusahaan yang sangat jarang sekali bertahan lebih dari 30 tahun
kedua, kamu tidak perlu melakukan apapun dalam jangka waktu tersebut, uang yang bekerja untuk kita dan bukan sebaliknya
Orang dengan kelebihan ini adalah orang yang relatif masih muda dan punya karakteristik ( mau ) bersabar. Kita tidak punya kecepatan di sini, tetapi hal itu terkompensasi dengan baik pada tingkat kepastian hasilnya.
Psychological Edge – level 2
Tingkat kedua ini sedikit lebih “menantang”, tetapi menurut saya sebenarnya sangat mungkin untuk dilakukan. Psychological Edge adalah kelebihan dalam berinvestasi karena kita lebih mampu untuk tidak melibatkan emosi dibandingkan dengan orang lain
contoh :
( tanpa membahas masalah teknis dulu deh sementara, gak susah kok sebenarnya untuk edge yang ini analisanya )
Hampir semua orang tahu bahwa BBCA adalah perusahaan yang bagus dan di pertengahan 2020 harga sahamnya berada di angka Rp 4.500 dan itu adalah murah sekali. Tetapi karena hampir semua orang takut untuk membeli sahamnya akibat gonjang – ganjing pandemi yang tidak menentu. Padahal hampir semua orang yang takut tersebut sebenarnya juga mengetahui kalau peluang perusahaan Bank Central Asia akan bangkrut adalah sangat kecil sekali. Harga sahamnya per artikel ini ditulis adalah sekitar Rp 8.500
Solid return 80%+ dan sebagai pembanding deposito BBCA sendiri hanya memberikan return 6% dalam periode waktu yang sama
Knowledge Edge – level 3
Memiliki pengetahuan lebih banyak, berarti kita lebih mudah untuk memilih saham perusahaan untuk berinvestasi. Tanpa kita perlu terlalu banyak melakukan analisa, kamu bisa mengetahui banyak informasi yang orang lain tidak miliki.
Contoh :
Salah satu investor terbaik abad – 21 adalah Peter Lynch. Lynch memiliki rekor investasi 29% / tahun sealama 13 tahun karirnya di salah satu perusahaan investasi di Amerika. Dan untuk memberikan konteks, 29% / tahun itu besaaarrrr sekali. Sepengetahun saya dari sekitar 500 an lebih manajer investasi di reksa dana Indonesia, tidak ada yang dapat mencapai hasil lebih dari 20% dalam waktu 5 tahun ( saja ) berturut – turut. Jadi orang ini hebat banget.
Lynch pernah memberikan ide di bukunya, bahwa setiap saham dapat digolongkan ke dalam 6 kategori yaitu saham slow grower, stalwarts, fast grower, cyclical, asset play, dan turnaround. Saya tidak akan terlalu dalam membahas kesemuanya di artikel ini, tetapi kita bisa ambil 1 sebagai contoh untuk menggambarkan bagaimana knowledge edge dapat berguna dalam investasi saham.
Saham tipe keempat adalah cyclical, yang berarti saham dari perusahaan yang memiliki karakteristik usaha yang bersiklus, seperti pada perusahaan pertambangan, konstruksi atau properti. Ada kalanya ketiga sektor usaha tersebut sangat depressed ( nggak ada yang beli atau jualan nggak ada untungnya ) tetapi di waktu lain ada waktunya jualan di 3 sektor tadi untungnya luar biasa besar. Untuk perlu diketahui sebelumnya, bahwa harga saham perusahaan – perusahaan tadi pada umumnya akan mengikuti kinerja perusahaan ( terutama laba dan dividen perusahaan ).
Kalau perusahaan sedang cuan banyak, maka harga sahamnya naik banyak dan sebaliknya, kalau perusahaan sedang ada di masa sulit maka harga sahamnya akan tertekan / tidak naik – naik. Seperti di Jakarta sekarang yang sedang dalam kondisi oversupply properti gedung perkantoran, ya harga saham konstruksi gedung seperti TOTL, NRCA dan WEGE juga akan ikut susah naik.
Nah sekarang, dengan mengetahui bahwa kinerja perusahaan ( beserta dengan harga sahamnya ) bisa naik dan turun mengikuti kondisi bisnis sektornya, apakah ideal kalau kita berencana investasi jangka panjang ( di atas 10 tahun ) pada saham perusahaan bertipe cyclical?
Meskipun tidak bisa dikatakan 100%, tetapi sebagian besar emiten bersiklus harga sahamnya dalam jangka panjang relatif “tidak ke mana – mana”, bahkan meskipun emiten tersebut adalah emiten dengan nama besar seperti ASII ( coba lihat harga saat ini dibandingkan dengan 10 tahun lalu di 2013, return capital gainnya = 0% ).
Hanya dengan mengetahui sedikit informasi tambahan dari pak Peter di atas, kita sudah mendapatkan pilihan strategi yang bagus yaitu jika kamu ingin berinvestasi jangka panjang, pokoknya jangan pilih emiten dengan karakter bersiklus. Inilah yang saya maksud dengan knowledge edge.
Analitic Edge – Level 4
“Kok bisa pak Lo Kheng Hong cuan ribuan persen dari saham UNTR dan INKP? Gimana caranya?”
Berikut logika berpikir pak LKH pada saat itu ( dengan ilustrasi sesimpel mungkin ) …
Pak LKH membeli saham UNTR pada sekitar tahun 1997 / 1998, di mana pada saat itu bidang usaha UNTR adalah bisnis alat berat saja yang utama ( kalau sekarang sudah ada tambang dan kontraktor tambang batubara, tambang emas, konstruksi dan yang terakhir di 2022 mulai masuk ke bisnis tambang nikel ), perusahaannya dikelola dengan baik dan profesional dalam artian perusahaannya tidak pernah tampak melakukan transaksi yang merugikan pemegang saham kecil dan manajemen mampu untuk membawa perusahaan United Tractor untuk mencapai kinerja yang semakin hari semakin baik sebelum tahun 1998 (1)
Untuk diketahui sebelumnya untuk usaha tambang di Indonesia rata – rata mata uang yang digunakan untuk bertransaksi adalah $USD ( dolar Amerika ) (2), termasuk untuk kebutuhan meminjam uang dari bank. Untuk beberapa lama usaha berjalan dengan baik dan normal, dan tentu saja tidak ada fluktuasi signifikan di harga sahamnya sebelum tahun 1997 / 1998. Sampai terjadi krisis finansial di Asia pada 1997 yang kemudian berlanjut pada krisis ekonomi di Indonesia, yang kemudian berlanjut menjadi krisis politik pada 1998 (3).
Krisis politik yang terjadi pada saat itu benar – benar adalah kejadian yang sangat sulit buat Indonesia pada saat itu. Terjadi kerusuhan di mana – mana dan banyak orang yang mau bekerja pun tidak bisa, oleh karena itu kepercayaan dunia Internasional kepada negara Indonesia untuk berinvestasi menjadi turun tajam, beserta juga dengan nilai rupiah pada saat itu. $1 berubah dari Rp 2.000 menjadi Rp 15.000 hanya dalam jangka waktu yang sangat singkat (4). UNTR mendapatkan 2 masalah besar bersamaan, perusahaan kesulitan beroperasi dan utang UNTR tiba – tiba berlipat berkali lipat ( beserta dengan bunga yang harus dibayar ) (5).
Sebagai informasi, kondisi perusahaan yang seperti demikian di banyak kasus adalah sama saja dengan pasti bangkrut. Masalah di waktu itu sangat pelik sehingga harga saham UNTR turun ekstrim hingga menjadi Rp 25 dari Rp 400 an di tahun sebelumnya (6). Kemudian laporan keuangan dari UNTR pada tahun 1998 melaporkan kerugian besar senilai 1 Triliun pada saat itu ( waktu itu harga bakso cuma Rp 500 an semangkok jadi nilai kerugiannya besar sekali jika dinilai di tahun 2023 ), tetapi pak LKH mengetahui kerugian tersebut bukan kerugian operasional melainkan kerugian dari nilai tukar kurs (7).
Karena perusahaan memiliki tata kelola yang baik (1), dan bidang usaha perusahaan sebenarnya dalam jangka panjang kecil peluangnya tidak dibutuhkan lagi ( Indonesia adalah sumber penghasil SDA yang cukup besar dibutuhkan oleh dunia ) (8), maka pak LKH akhirnya memutuskan untuk membeli banyak saham UNTR di harga Rp 250 dengan total pembelian Rp 1,5 Miliar.
Jangan tanya cuannya deh, banyak, harga UNTR pas pak LKH jual Rp 15.000, dan ini adalah cerita sukses yang akhirnya banyak menjadi motivasi banyak orang.
Tetapi sekarang pertanyaan pentingnya, apakah ini bisa / memungkinkan untuk direplikasi?
Apakah notice ada angka – angka di cerita pak LKH tadi dari (1) sampai dengan (8)?
Setiap poin adalah potongan informasi / puzzle yang tidak terlalu berarti jika hanya diketahui satu per satu. Tetapi ketika informasi – informasi tersebut digabungkan ke dalam 1 story ( connecting the dots ) maka akan memberikan “insight” yang very profitable. Inilah yang dimaksud dengan Analitic Edge.
Bagaimana dengan INKP? serupa, connecting the dots style, tapi kita bahas di lain hari deh ya
Edge yang keempat ini yang sering disebut orang – orang sebagai analisis fundamental, menggabung – gabungkan banyak informasi baik dari koran, pekerja, supplier, laporan keuangan perusahaan, laporan tahunan dan sebagainya. Padahal, menurut saya tidak harus investasi saham berbasis fundamental berada pada level analitic edge ini. Seperti pada edge kedua, analisanya hanya BBCA bagus, beli. Tetapi pastikan, kondisi market harus benar – benar depressed pada saat itu.
Internal Edge – level 5
Internal Edge tidak lebih sulit dilakukan daripada Analitic Edge, tetapi saya merasa ini lebih sulit untuk didapatkan. Oh kalau begitu ini semacam Insider trading dong? Tidak harus, ini contohnya …
Jika kamu bekerja di UNTR misalnya, kamu akan mengenal dengan baik budaya perusahaan, kredibilitas direksi dan dewan komisarisnya, peluang usaha dari bisnis yang dijalankan dan banyak informasi yang tidak mudah untuk di akses oleh banyak orang ( terutama analis saham umumnya yang menganalisa segalanya mayoritas hanya dari angka di laporan keuangan ), inilah yang disebut dengan Internal Edge.
Fakta bahwa kamu bekerja di UNTR dan membeli saham UNTR sama sekali tidak melanggar hukum atau kode etik ( malah didukung biasanya oleh jajaran direksi dan komisaris ). Terus kenapa level 5? Apa susahnya?
Yang susah kerja di UNTR-nya! =D
Sangat sedikit orang yang bisa memiliki internal edge. Meskipun tidak harus bekerja di perusahaan tersebut, seperti menjadi supplier atau kontributor di perusahaan tersebut juga memungkinkan untuk mendapatkan internal edge, tetapi tetap tidak mudah untuk menjadi pihak tersebut. Karena itu, saya merasa adalah kelebihan yang sangat berguna, jika kita memiliki internal edge.
Meskipun tidak sering, tetapi saya pernah juga ( cuma modal beruntung ) merasakan ampuhnya internal edge. Ada salah satu emiten yang secara laporan keuangan dari beberapa tahun terakhir saya berasumsi itu adalah perusahaan bagus, sektornya juga defensif dan harga sahamnya murah. Problemnya? Saya tidak punya data sama sekali tentang perilaku manajemen, karena perusahaannya tidak terlalu besar meskipun tbk dan tidak pernah muncul di konfrensi pers atau semacamnya. Tetapi ternyata dalam proses saya membaca beberapa laporan tahunan perusahaan, saya merasa pernah melihat dan mengenali wajah direktur utamanya.
Setelah beberapa saat berusaha mengingat – ingat akhirnya saya menemukan siapa beliau. Ia adalah ayah dari salah satu teman saya ketika berkuliah dahulu. Bingo puzzle terpenting bisa beruntung saya temukan. Singkat kata, beliau adalah orang yang sangat punya integritas. Kok bisa tahu? lah wong saya kenal anaknya, meskipun ( dari anak kita bisa tahu banyak tentang orang tua, but lets discuss another day about this ). Dan saya profit sekitar 50% – 60% dari saham ini dalam 1 tahun lebih.
Poinnya adalah internal edge tidak bisa terlalu bisa diandalkan karena belum tentu kita menemukan informasi semacam ini. Dan internal edge sama sekali bukan informasi bisikan semacam “bentar lagi saham ini bakal ditebangin” atau “psp nya lagi mau buang barang nih”. Internal edge umumnya lebih sulit untuk diketahui dibandingkan dengan informasi tentang UNTR dari pak LKH, hanya saja analisanya yang sulit di kasus UNTR di atas.
======== Conclusion ========
Sekarang, kamu bisa memilih di mana kamu sebagai investor mau mengembangkan kelebihanmu. Masing – masing punya kekuatan tersendiri.
Time edge cocok untuk diaplikasikan orang yang benar – benar sibuk tetapi ingin berinvestasi
Psychological edge cocok untuk diaplikasikan orang yang mampu mengenali dan mengontrol emosi dirinya sendiri
Knowledge edge cocok untuk diaplikasikan orang yang suka baca dan belajar
Analitic edge cocok untuk diaplikasikan orang yang suka baca, belajar, main game probability ( judi, pengartian kata ini tidak selalu negatif ), dan suka analisa hubungan sebab akibat ( intinya suka mikir lah )
Hanya Internal edge yang tidak bisa diaplikasikan kalau memang tidak punya akses / koneksinya.
Nah, sekarang, jika memang kamu berminat untuk menjadi investor, minimal kembangkan salah satu dari kelebiha di atas ya guys, semoga artikel ini membantumu yang ingin mulai berinvestasi saham. Cheers!
Semua Investor & Pemilik Bisnis Sukses Adalah Penjudi yang Baik
Di sekitar akhir tahun 2019 lalu, diberitakan seorang berusia 30 tahun dengan inisial ES ditangkap oleh polisi karena menggadaikan motor temannya tanpa sepengetahuan pemilik. Setelah diselidiki ternyata pelaku menggadaikan barang yang bukan miliknya tersebut dikarenakan hobinya “berjudi” yang menjadi – jadi. Bahkan sebelumnya pelaku juga telah menjual seluruh warisan yang diberikan oleh orang tuanya yang bernilai ratusan juta dan bahkan menggadaikan motornya yang sebelumnya digunakan untuk ia bekerja. Telah diajarkan sejak kita semua bersekolah bahwa “berjudi” adalah perilaku yang buruk yang pada akhirnya akan merugikan siapapun pelakunya.
Namun penulis pada kesempatan ini ingin untuk mencoba melihat “judi” dari kacamata lain, pandangan yang menurut penulis lebih “general”. Mari kita lihat arti kata “judi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menurut KBBI “judi” adalah permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan. Dan pada kamus yang sama ini “berjudi” diartikan sebagai mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula.
Lalu pertanyaan yang muncul dalam pemikiran penulis adalah, lalu bagaimana judi di meja judi bisa dikatakan berbeda dengan seorang pengusaha yang menggunakan modal ( uang ) nya untuk memulai suatu usaha. Bukankah hal tersebut juga dikatakan sebagai “bertaruh” jika mengingat tidak ada jaminan bahwa uang yang dibelanjakan oleh sang pengusaha untuk sewa tempat kerja, membeli kendaraan operasional, membiayai karyawan dan belanja modal yang lain belum tentu balik modal. Dalam beberapa kondisi, usaha start up terkadang dibiayai pula oleh utang kepada pihak bank. Jika usaha tersebut gagal bagaimana pengusaha tersebut mengembalikan dana tersebut kepada pemberi modal?
Atas pemikiran di atas, penulis berusaha untuk mendefinisikan “judi” dalam artian yang lebih luas
Judi adalah kegiatan mempertaruhkan sesuatu untuk hal yang tidak pasti. Dengan definisi tersebut, kita dapat mengambil contoh menonton film di bioskop yang kita belum mengetahui plot ceritanya. Dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp 35.000,- ( atau 2 kali lipat kalau Anda membawa pasangan ) maka kita terekspos risiko bahwa ternyata film tersebut ternyata kurang cocok dengan selera Anda ( Peluang 50/50 – 50% cocok dan 50% tidak cocok ). Jika Anda menyukai film tersebut maka terjadilah good result, dan jika sebaliknya yang terjadi maka terjadilah bad result.
Tentunya hampir semua orang berusaha agar semua deal yang kita lakukan berujung pada good result. Berkaca pada contoh menonton film di atas, apa yang bisa Anda lakukan supaya kita mendapatkan good result ? Ya Benar, kita melakukan search terlebih dahulu melalui internet bagaimana sinopsis cerita tersebut, siapa saja aktornya, siapa production house nya dan apakah kita pernah mendengar cerita itu sebelumnya. Katakan Anda menyukai film action dan aktor Liam Neeson, maka peluang Anda menyukai film berjudul “TAKEN“, “NON–STOP“, ataupun “UNKNOWN” adalah berkisar 80/20 ( 80% kemungkinan menyukai film tersebut dan 20% kemungkinan tidak menyukainya )
Di sisi lain, contoh yang berkebalikan dengan “judi” adalah kegiatan jual beli kebutuhan yang sehari – hari kita lakukan, misalnya kita membeli 1 liter pertalite dimana kita pasti akan mendapatkan jumlah volume 1 liter dengan biaya yang pasti yaitu Rp 7.650,- ( 2020 ) dan tidak ada opsi lain selain kondisi tersebut. Maka kita mendapatkan hasil yang hampir mendekati 100/0. Namun berapa banyak hal di dunia ini yang memiliki probabilitas 100/0 seperti pada saat kita membeli pertalite ? Not so much
Oke, Lalu apa kaitannya penjelasan di atas dengan penjudi yang ditangkap oleh polisi di awal artikel ini dan juga apa kaitannya dengan berinvestasi?
Jika kita mencoba untuk merefleksikannya kembali, maka ada persamaan antara judi kartu di meja casino dengan menyekolahkan anak kita di sekolah terbaik dengan biaya yang tidak murah, yaitu adanya ketidakpastian. Apakah ada yang bisa menjamin 100% bahwa dengan bersekolah di sekolah X akan membuat anak pasti sukes? Sebaliknya judi negatif dengan bermain kartu ( yang sering membuat orang bangkrut ) juga tidak selalu berujung kekalahan.
Namun ada satu perbedaan yang mendasar antara judi yang baik dan judi yang buruk, yaitu ada di Disparitas Peluang antara kemungkinan good result dengan bad result. Yang dimaksud dengan disparitas peluang di sini adalah perbedaan kemungkinan berhasil dibandingkan dengan kemungkinan gagalnya. Kita asumsikan saja peluang yang baik adalah 70/30 dan semakin tinggi dari 70% adalah semakin baik. Dan hal ini kemudian menjawab mengapa seorang yang punya kebiasaan berjudi kartu di meja judi umumnya berakhir dengan kebangkrutan.
- Dikarenakan orang tersebut bermain di permainan di mana peluang menang lebih kecil daripada peluang kalah, contoh permainan Roullette ( 49/51 ), permainan dadu ( 17/83 ), dan tipikal permainan di casino lainnya. Pengelola Casino tidak akan membuka usaha dan terus menawarkan makanan dan entertainment gratis jika mereka tidak menghasilkan keuntungan bukan?
- Faktor psikologis, manusia banyak sekali memiliki bias ketika berhadapan dengan keadaan yang tidak pasti. Sebagai contoh, ketika seseorang yang sudah kecanduan judi dadu, hampir tidak ada pemain yang berhenti bermain kecuali ketika uangnya sudah habis ( sangat jarang ada orang yang berhenti bermain ketika menang, kenapa harus berhenti jika menang? ). Ketika telah menang berturut turut dan kemudian mengalami kekalahan, seseorang biasanya juga merasa penasaran dan tetap mencoba terus.
Di sisi lain yang jarang disebutkan sebagai judi, sebenarnya ada “judi” yang baik jika kita mengambil keputusan berdasarkan kemungkinan probabilitas dan pengelolaan emosi yang baik. Bersekolah ( atau kuliah ) di tempat yang baik adalah salah satunya. Peluang diterima bekerja di perusahaan yang baik akan meningkat semakin besar ( asumsi 70/30 ) jika dibandingkan dengan kita hanya bersekolah di tempat yang kualitasnya kurang baik atau malah tidak bersekolah ( asumsi 10/90 ). Bukan berarti dengan bersekolah di tempat terbaik maka kita pasti akan bekerja di tempat yang kita inginkan, namun kita dapat berusaha dan memperbesar peluang kita.
Juga kita dapat ambil contoh ketika kita keluar rumah dengan menggunakan motor atau mobil untuk bekerja atau bersekolah. Secara teori, selalu ada peluang terjadi kejadian yang tidak diinginkan terjadi di perjalanan ( asumsi 99,9/0,1 ). Selalu ada risiko meskipun peluang tersebut sangat kecil sekali ( karena nasib tidak bisa ditebak 100% ), tetapi bukan berarti kita kemudian memutuskan untuk tidak keluar rumah kan?
Hubungan Judi dengan Berinvestasi
Pahamilah bahwa dengan menggunakan strategi apapun dalam berinvestasi di kelas aset manapun baik itu deposito yang paling aman sekalipun pasti ada risiko kehilangan semisal terjadinya kerusuhan atau adanya kecurangan oleh pihak orang dalam bank ( asumsi 99/1 ). Karena itu segeralah menjauh apabila ada pihak yang mengklaim bahwa investasi apapun yang ia tawarkan adalah 100% aman apalagi ditawarkan dengan imbalan yang cukup tinggi ( fixed > 10% / tahun ), justru pada investasi seperti demikian risiko biasanya paling besar karena adannya kecurangan dengan menggunakan greed pada psikologi seseorang.
Lalu bagaimana dengan berinvestasi pada saham ?
Penulis kurang setuju apabila ada pihak yang mengatakan bahwa investasi saham itu bukanlah judi apalagi dikatakan pasti aman 100%. Pada sebelum tahun 1980 an, Eastman Kodak adalah perusahaan besar di Amerika yang produknya dapat ditemukan di hampir semua negara di dunia. Tetapi setelah era 1980 an kondisi perusahaan terus saja menurun dikarenakan kurang kompetitifnya perusahaan dalam mengantisipasi perubahan jaman. Kekuatan perusahaan menghasilkan keuntungan dari penjualan roll film kamera justru menjadi penghalang perusahaan untuk benar – benar serius berinvestasi dan mengembangkan usaha kamera digital yang justru digunakan oleh orang – orang saat ini. Namun pada tahun 1970 an kemungkinan semua orang yang ada di pasar modal menganggap berinvestasi pada perusahaan Kodak adalah salah satu investasi yang paling aman di dunia ini. Jangan tanya harga sahamnya sekarang ada di mana.
Lalu jika memang berinvestasi pada saham begitu inkonsisten bagaimana kita sebagai investor individu bertahan dan menghasilkan pertumbuhan aset yang baik dari pasar modal ?
BERJUDILAH DENGAN BAIK
Berinvestasilah pada saham perusahaan di mana kita memiliki pengetahuan yang cukup tentang produk, kualitas manajemen, keungguan kompetitif perusahaan dibandngkan dengan kompetitor, dan kondisi keuangan perusahaan yang bisa kita lihat dari laporan – laporan keuangan perusahaan tersebut. Dengan memiliki informasi yang cukup sebelum membeli sebuah saham, sehingga kita memiliki kemungkinan yang lebih besar dalam menumbuhkan aset investasi kita di saham. Lakukan lah keputusan investasi jika kita merasa kita memiliki peluang paling tidak 80/20 atau lebih baik dari angka tersebut. Lakukanlah tracking hasil investasi kita pada setiap tahunnya paling tidak untuk 5 tahun performa, sehingga kita bisa melakukan judgement, apakah kita melakukan judi yang baik atau judi yang buruk.
Keberhasilan melakukan investasi di pasar modal ( ataupun investasi yang lain ) adalah dilihat dari konsistensi keberhasilan seseorang dari sekian banyak hasil investasi yang ia lakukan. Keberhasilan 1 – 2 kali apalagi di saat pasar memang sedang euforia tidak akan memberikan informasi apa – apa kepada kita mengenai kualitas dari keputusan yang dibuat oleh sang investor. Bahkan penulis dapat mengatakan bahwa menjadi seorang pemain poker profesional dengan winning rate baik dalam jangka waktu panjang, adalah lebih baik dibandingkan dengan seorang pekerja kantoran yang telah puluhan tahun kerap masuk dan keluar perusahaan karena ia merasa tidak pernah puas dengan kondisi internal perusahaan – perusahaan tempat ia bekerja. Pekerja tersebut adalah penjudi yang buruk, dikarenakan jika ia bekerja dengan baik di sedikit perusahaan, maka ia tentu akan mendapatkan kompensasi yang lebih layak dibandingkan dengan kerap berganti tempat kerja. Pesan utama yang ingin penulis sampaikan pada artikel ini adalah bahwa benar investasi di saham adalah judi, namun begitu pula dengan kita bersekolah lalu bekerja pada suatu perusahaan. Ketika kita bekerja di suatu perusahaan dan tiba – tiba perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan. Jika, hampir semua aspek yang kita lakukan dalam hidup kita sangat dekat dengan ketidakpastian, maka cara terbaik adalah dengan mengantisipasinya. Pastikan kita tidak hanya memiliki 1 sumber penghasilan saja, pastikan kita memiliki dana darurat yang dapat digunakan bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Dalam investasi saham, pastikan bahwa kita sebaiknya hanya membeli saham yang kita punya pengetahuan lebih dan cukup pada perusahaan tersebut, pastikan kita tidak menggunakan uang yang akan kita gunakan dalam jangka waktu dekat karena pasar dapat berfluktuasi tanpa diduga sebelumnya, dan pastikan kita juga memiliki kondisi psikologi yang cukup mandiri sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain. Hal – hal tersebut akan membantu kita untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, make a bet only when you have the edge.
Investasi Akan Jauh Lebih Sukses Jika 97% Ide Berakhir dengan “No Thanks”
Berkshire Hathaway adalah salah satu perusahaan terbesar di dunia. Perusahaan tersebut memiliki puluhan perusahaan yang dimiliki 100% seperti BNSF, See’s Candies, Dairy Queen dan Duracell. Selain Itu ( Berkshire Hathaway ) BRK juga memiliki sebagian kepemilikan dari beberapa perusahaan besar seperti Apple, Coca Cola, Kraft Heinz dan American Express. Dan orang yang ada di balik keberhasilan perusahaan tersebut bertransformasi dari perusahaan tekstil yang buruk menjadi holding perusahaan asuransi yang sukses adalah Warren Buffett dan Charlie Munger.
Hebatnya BRK, secara size adalah perusahaan yang sangat mini, di mana perusahaan tersebut hanya memiliki 25 karyawan saja. Yang lebih hebat lagi perusahaan tersebut hanya memiliki 2 orang analis saja yaitu 2 nama yang disebutkan di atas. Jika kita menilik kepada cerita – cerita awal ketika Warren Buffett mengendalikan BRK, kita akan dapat melihat salah satu hal yang membuat perusahaan tersebut begitu sukses adalah dikarenakan kelihaian Buffett mendelegasikan perusahaan – perusahaan di bawah BRK kepada manager – manager yang kompeten, jujur, berintegritas dan memiliki passion yang tinggi terhadap pekerjaannya. Mulai dari Ken Chase di Berkshire Hataway ( Buffett tidak langsung mengelola divisi tekstil BRK ), Jack Ringwalt di National Indemnity ( perusahaan asuransi pertama BRK ), Chuck Higgins di See’s Candies ( perusahaan penjual permen yang sangat terkenal di California Amerika Serikat ) dan Ben Rosner di Diversified Retailing.
Buffett terus menambahkan orang – orang terbaik dari tahun ke tahun untuk menjadi manager di perusahaan – perusahaan BRK sampai dengan saat ini, sehingga ia tidak harus berurusan dengan operasional perusahaan ( yang mungkin justru akan lebih baik jika dilakukan oleh para managernya ).
Lalu suatu hari seorang relasi Buffett bertanya kepada Buffett, bagaimana kamu bisa sehebat itu dalam memilih orang, kamu pasti adalah seorang yang sangat berbakat dalam menilai orang. Dan menurut penulis, jawaban Buffett atas pertanyaan tersebut sangat mind opening.
“Look I’m no good at choosing people, I try to be very good at saying NO. If you put me in a room with 100 people and you ask me to judge which one is a good guy and which one is the bad one, maybe I’ll find 4 persons are very good quality people and 4 persons is very bad people, I have no opinion about the other 92“.
Buffett is not trying to be smart, ia tidak berusaha untuk menebak secara keseluruhan dari 100 orang tersebut. Buffett hanya “berani” untuk judge 8 dari 100 orang yang benar – benar ia yakini kualitasnya. Ia selalu berusaha untuk melakukan “action” ketika ia benar – benar memahami suatu hal, termasuk ketika ia membeli saham.
Dari cerita tersebut kita dapat mengetahui bahwa kriteria Buffett dalam membeli perusahaan sangatlah ketat. Dari sekian banyak penawaran yang diberikan kepadanya, hanya sedikit yang benar – benar sesuai dengan kriterianya. Hal tentang analisa manajemen di atas menunjukkan kepada kita seberapa ketatnya penilaian tersebut. Belum lagi analisa yang ia lakukan mengenai prospek perusahaan, keunggulan kompetitif perusahaan, circle of competence di bisnis tersebut, kondisi pasar dan banyak lagi. Sehingga dapat kita katakan kemungkinan besar dari 100 penawaran saham ( baik ditawarkan di pasar modal maupun yang ditawarkan langsung kepadanya ) hanya ada 1 yang benar – benar memenuhi kriteria Buffett sebelum membeli perusahaan tersebut.
Oke, lalu apa hubungannya dengan kita sebagai investor individu dengan cerita di atas?
Setiap investor yang baik, memiliki ” kemampuan mengatakan TIDAK ” yang efektif.
Dalam satu tahun terkadang Buffett hanya membeli 1 saham dan tidak melakukan penjualan apapun. Lalu, pada tahun akhir tahun 1960 an, Buffett bahkan tidak membeli saham apapun dikarenakan ia tidak nyaman dengan kondisi market yang sedang sangat euforia ( yang kemudian terjadi crash pada tahun 1972 – 1974 ).
Berkaca pada pemikiran di atas, maka di tahun awal – awal saya berinvestasi di pasar modal yang seringkali ” mudah ” tertarik dengan suatu saham karena kelebihan kasat mata perusahaan mulai bertanya – tanya, ” Kenapa banyak sekali saham yang terlihat menarik ? It doesn’t feel right “. Mengapa seorang Buffett, investor terbaik abad 21 terlihat sangat sulit menemukan saham yang baik, sedangkan saya yang masih pemula pada saat itu memiliki banyak sekali pilihan saham yang terlihat baik.
Tidak seharusnya saham yang baik semudah ini untuk ditemukan, 90% orang yang ada di pasar modal mengalami kerugian, penulis pada saat itu cukup meyakini bahwa analisa yang telah dilakukan tidak cukup dalam atau efektif dalam menilai suatu perusahaan. Setelah itu penulis memutuskan untuk tetap belajar, tetap membeli saham, tetapi ( ini penting ) dengan uang kecil saja. Tujuan utama adalah untuk mengenal dan belajar dinamika berinvestasi langsung di pasar modal ( 3 – 4 tahun sebelum membeli saham pertama, hanya berinvestasi di reksa dana ).
Dan ternyata keputusan tersebut ( untuk tidak terburu – buru menempatkan dana besar di saham ) cukup memuaskan penulis. Banyak sekali kesalahan mendasar di tahun – tahun awal seperti membeli perusahaan dengan manajemen yang kurang baik, membeli perusahaan yang terlihat murah tetapi memiliki banyak masalah, atau merasa mengenal bisnis di suatu sektor yang ternyata jauh lebih kompleks daripada yang dibayangkan sebelumnya
“Be very good at saying NO”
Kata – kata tersebut sekarang selalu penulis gunakan dalam melakukan keputusan investasi saham ( dan bahkan keputusan lain dalam kehidupan sehari – hari, terutama untuk saying NO kepada sesuatu tidak berkorelasi langsung dengan long term goals kita ). Dengan memiliki pola pikir tersebut sedikitnya kita memiliki 3 keuntungan dalam berinvestasi saham :
1. Kita dapat berfokus untuk mempelajari sektor yang kita ingin pahami, yang pada akhirnya mempermudah keputusan investasi ( belajar saham = belajar bisnis, keinginan untuk bisa memahami semua bisnis di Indonesia kurang rasional, kalau tidak boleh dibilang tidak mungkin ).
2. Kita memiliki alat screening terbaik dalam memilih saham, yaitu memilih saham hanya di sektor yang kita pahami. Kita tidak perlu repot lagi untuk ragu – ragu, apakah kita harus membeli saham ANTM atau INCO dengan nikelnya, jika kita memang tidak memahami risiko bisnis di sektor tersebut. Secara otomatis kita dapat melakukan discard kepada 80% emiten yang ada di bursa efek.
3. Kita terhindar dari musuh terbesar, yaitu diri kita sendiri. Dengan secara cepat memutuskan untuk tidak membeli saham yang kita tidak benar – benar pahami, membuat kita aman dari bias psikologi yang membuat kita keluar dari rencana investasi kita. Jika kita memang sejak awal hanya bersedia berinvestasi di sektor banking atau consumer, maka kita tidak akan mudah tergoda untuk membeli saham yang sedang panas di awal tahun 2021 semisal di sektor farmasi dan konstruksi, di mana banyak sekali orang terutama investor saham pemula yang kehilangan banyak uang karena ” tidak ” tahu apa yang sebenarnya mereka beli.
Berkebalikan dari saying NO adalah saying YES easily,
“Saham KAEF menarik mas lagi bullish, ndang tuku!
Hajar Kanan !!!!!”
# 21 Januari 2021
# 6.975 / lembar saham
# Market Cap 37 Triliun
# Nilai Buku 7 Triliun
# P/E Ratio 700+ ( butuh 700 tahun untuk balik modal )i’d rather saying NO
80% keberhasilan investasi saham ditentukan saat kita menemukan hal ini
Sebagai salah seorang yang sangat suka untuk mempelajari hal baru ( beberapa hal, tidak hanya investasi ), penulis menyadari dengan jelas bahwa ada 2 hal yang mempengaruhi secara signifikan keberhasilan kita dalam menguasai sesuatu adalah ada / tidak nya role model ( panutan ) dan apakah role model yang kita pelajari capable dan sejalan dengan tujuan pembelajaran kita.
Contohnya, penulis memiliki hobi olahraga tenis, dan karena pelatih tenis ( role model ) itu feenya tidak murah dan penulis memang benar – benar mulai dari 0 ketika mulai belajar bermain tenis, maka penulis dengan 2 orang temannya memilih untuk berlatih sendiri. Kita sewa lapangan sendiri, membeli 6 bola baru dan raket tenis baru ( tanpa mengetahui raket ternyata ada jenisnya ) dan mulailah kita bermain.
Hal yang tidak terpikir adalah, berbeda dengan olahraga bulu tangkis di mana seburuk – buruknya kita sebagai pemula kita pasti bisa memainkan olahraga bulu tangkis, pada olahraga tenis sekali kita salah memukul bola maka bola tersebut akan terlempar jauh dan untuk hanya mengambil kembali bolanya saja membutuhkan waktu yang banyak ( malah gak jadi latihan tenis )
Belum lagi ternyata permainan tenis ternyata sama sekali tidak mirip dengan bulu tangkis ( asumsi awal penulis karena sama – sama menggunakan raket, not so smart assumption ), tenis ternyata lebih mirip golf atau baseball yang menggunakan _swing_ lebih daripada _slap_ ( memukul shuttlecock bulu tangkis tidak membutuhkan awalan posisi raket ). Intinya adalah karena kita tidak memiliki role model sebagai contoh, maka pembelajaran yang kita lakukan sangat tidak efektif, dan juga menghabiskan waktu, tenaga dan biaya
Lalu pertanyaan kedua yang harus dijawab mengenai role model adalah apakah role model tersebut punya kemampuan yang kita butuhkan dan apakah kemampuan tersebut sesuai dengan apa yang ingin kita pelajari. Contohnya, penulis tidak akan mendapatkan hasil yang memuaskan jika menggunakan jasa pelatih terbaik tetapi di olahraga bulu tangis, padahal skill yang ingin dikuasai adalah tenis. Oleh karena itu, kecocokan antara kapabilitas role model dengan kebutuhan kita adalah krusial.
Oke lalu apa hubungannya dengan berinvestasi ?
Keberadaan role model ( tidak harus mentor riil, Benjamin Franklin pun bisa kita jadikan role model ) adalah krusial pada saat kita ingin mempelajari apapun, termasuk dalam investasi saham. Kecuali kita adalah orang yang berbakat sejak lahir, adanya role model akan sangat membantu kita dalam mempelajari bagamana proses untuk menghasilkan suatu keputusan yang baik.
Kemudian, role model yang kita amati harus memiliki prinsip yang senilai dengan kita. Contohnya, tujuan utama penulis mempelajari investasi adalah untuk melawan inflasi dan mencapai kebebasan finansial dalam jangka panjang. Oleh karena itu, semua role model yang memiliki idea untuk quick profit dari investasi jangka pendek namun dengan risiko yang tidak dikontrol akan tidak cocok dengan value yang penulis cari
dan yang terakhir dan sangat penting adalah kita mengerti bagaimana melakukan cara untuk mengenali keberhasilan investasi yang dimiliki seseorang, sehingga kita bisa membedakan manakah yang merupakan real “role model” dan yang mana “fake guru” ( yang pasti di sini adalah penulis tidak memposisikan diri sebagai role model, penulis di sini adalah sama dengan posisi para pembaca yaitu sebagai pembelajar yang ingin terus menjadi pengusaha dan investor yang lebih baik ). Hasil amatan penulis dalam menemukan real investor role model adalah sebagai berikut :
- Role model yang ideal tidak memamerkan keberhasilan 1 atau 2 kali saja, karena informasi sebagian tidak memberitahukan kepada kita apakah hasil dari keputusan tersebut berasal dari proses yang baik atau hanya merupakan kebetulan. Apalagi orang tersebut “berusaha” untuk mempengaruhi kita untuk hanya melihat keberhasilannya saja. Role model yang baik memberikan informasi kepada kita secara keseluruhan, bukan hanya memberikan stockpick saja. Bahkan, menurut penulis investor – investor terbaik di dunia tidak pernah memberikan rekomendasi saham.
Jika kita pikirkan baik – baik, mengapa seorang Warren Buffett dan investor – investor terbaik di dunia tidak pernah memamerkan ( bragging ) keberhasilan mereka? Sebaliknya mengapa banyak fake guru yang kerap kali mempertontonkan prestasi mereka sendiri? Hal tersebut dikarenakan seorang Buffett cukup jarang melakukan kesalahan dibandingkan dengan keberhasilan yang dicapainya, sehingga jika ia melakukan kesalahan maka orang tersebut akan lebih mudah mengingatnya.
Sebaliknya ketika orang lebih sering mengalami kegagalan dibandingkan dengan keberhasilan, maka tentu ia dengan mudah untuk ingat dengan keberhasilan dibanding dengan kegagalannya. - Role model yang baik tidak memberikan target kepada performansi investasi diri mereka sendiri atau institusi yang mereka kelola. Mereka tidak terlalu memberikan perhatian kepada performansi bulanan atau bahkan tahunan. Hal ini disebabkan, jika seorang fund manager terlalu memperhatikan keberhasilan jangka “pendek”, tentu mereka akan sulit untuk memanfaatkan peluang jangka panjang yang tersedia. Mereka tidak terlalu mempedulikan relative return tahunan ( IHSG, LQ45, S&P500, IDX30 atau indeks lain ).
- Fokus utama role model yang baik adalah kepada absolute return, di mana satu – satunya yang diperhatikan oleh orang tersebut adalah capaian performansi rata – rata tahunan mereka dalam jangka panjang. Role model tersebut tidak akan mempermasalahkan apabila pencapaian mereka tertinggal dibandingkan dengan rata – rata tahunan investor atau fund manager lain dan tentu saja, mereka juga tidak mempermasalahkan apabila banyak sekali orang atau pihak yang mempertanyakan keputusan mereka.
Seperti pada tahun 2020 ini banyak orang yang mengatakan bahwa Buffett sudah kehilangan kemampuan investasinya karena tidak mau berinvestasi di sektor yang sedang naik daun. Tetapi jika melihat lebih panjang ke belakang, anggapan seperti ini sudah terjadi berulang kali, pada tahun 2008, 2000, 1987 dan pada tahun 1972.
Ketiga hal di atas inilah yang menurut penulis membedakan mana role model yang baik untuk kita pelajari dan sebaliknya. Role model yang baik ingin kita agar bertumbuh menjadi investor yang lebih baik, sedangkan fake guru selalu menginginkan kita untuk envy, ingin kita supaya mengikuti mereka, melebihi keinginan mereka untuk membuat kita menjadi lebih baik.
Mengapa penulis menulis artikel ini? yahh, mungkin karena sudah mulai jenuh dengan semakin banyaknya orang yang terjerumus dan kehilangan banyak uang, dikarenakan banyaknya aksi dari para pemain pencak silat di dunia investasi, yang di mana mereka sendiri mungkin tidak berinvestasi dengan cara yang mereka pakai
Pernah dengar influencer saham yang 90% investasinya di property bukannya di saham?
Ya, ada!
Sampurna Tanzil
28 Feb 2021
1.49 pm